67. Duh Farid

31.2K 2.7K 73
                                    

Bu Ola masih terpana dengan penampilan perempuan yang masih berdiri di depannya. Perempuan tinggi berkulit putih mulus, bermata cokelat terang, berambut cepak berwarna biru, dan ada banyak freckles di sekitar hidung dan di dua pipinya. Pakaiannya? Simpel saja, kaus putih dengan lengan digulung dipadu celana jeans biru selutut.

Bu Ola sedikit bergidik melihat motor besar yang terparkir di depan pekarangan rumahnya. Duh? Iki perempuan kayak lanang...

"Hm..., maaf, Bu, eh Tante. Saya mau bertemu Farid."

Rena menyerahkan tangan kanannya.

"Oh..., eh. Waduh, Neng. Farid sedang ke luar. Baru saja. Ke rumah kakaknya. Neng siapanya?" Bu Ola membiarkan Renata mencium punggung tangannya. Ah, sopan juga, batin Bu Ola.

Tata mengatur gestur tubuhnya sejenak. Sedikit kikuk. Karena sebelumnya dia menyangka akan langsung bertemu Farid, tapi malah bertemu ibunya Farid. Bahkan di apartemen, dia sudah melatih dirinya berakting dengan sebaik-baiknya bagaimana bersikap yang semestinya di depan Farid. Sepertinya ada hal yang tidak dia harapkan di pertemuannya dengan Farid sekarang ini.

Tata berpikir sejenak.

"Temannya. Am..., kita sama-sama mau kuliah di Perancis, Tante..."

"Oooo. Ayo, ayo..., masuk kalau begitu." Bu Ola yang mendengar kata-kata kuliah di Perancis langsung menyuruh Tata memasuki rumahnya. Dia memang selalu semangat jika mendengar kata-kata kuliah, karena dia sangat menginginkan anaknya bisa sekolah setinggi-tingginya.

Tata menghela lega. Dia langsung melepas alas kakinya dan memasuki rumah Bu Ola.

"Duduk dulu. Tadi itu dia disuruh kakaknya ambil bumbu di rumah atas, seharusnya sih sudah pulang. Mungkin ketemu temannya atau jajan. Duduk ya, Neng hm..."

"Rena, Tante..."

"Eh, iya. Neng Rena. Tante ke belakang dulu ya?"

Tata sudah mendaratkan pantatnya di atas kursi tamu jati di ruang tamu. Perasaannya sangat lega, karena sikap hangat Bu Ola barusan. Dia melihat-lihat suasana dalam rumah itu. Meski sederhana, tapi rapi dan bersih.

"Duh, Tante. Repot-repot. Hm..., makasih, Tante."

Tiba-tiba Bu Ola muncul dengan baki yang di atasnya ada secangkir teh panas dan satu toples berisi biskuit.

"Minum dulu. Sambil nunggu Farid..."

Tata mengangguk segan.

***

Sementara itu di warung bakso,

Meski masih pukul tiga lebih, warung bakso yang dituju cukup ramai dikunjungi. Entah kenapa, waktu itu lumayan banyak yang mengantri ingin menikmati bakso, padahal cuaca sebenarnya sangat panas.

Wajah Ayu berubah cemberut saat tiba di dalam warung bakso. Sesekali dirinya mengusap-usap hidungnya karena bau yang tidak dia sukai hinggap di indera penciumannya. Apalagi saat melihat begitu ramai orang yang membeli dan duduk-duduk makan bakso di sana dengan lahapnya, ekspresi wajah Ayu menunjukkan kegelian luar biasa.

Farid sepertinya menyadari sikap Ayu yang tidak semangat itu. Dia mendekati gadis ayu itu.

"Mau dibawa pulang?" tanya Farid yang merasa kasihan dengan gelagat Ayu yang tidak terbiasa dengan kebisingan di warung bakso itu.

"Iya, Om. Bawa pulang aja,"

Dan Farid kembali ke abang-abang yang tugasnya mempersiapkan bakso-bakso untuk para pelanggan. Dia memesan bakso pesanan Ayu.

"Deee, Farid. Dah move on lu..." Tiba-tiba ada yang menegur Farid. Dia Eki, anak Pakde Satya, yang sepupunya pernah jadi gebetan Farid.

"Oh eh..., Eki. Ini Ayu, anak Pak Guntur."

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang