46. Pulang, Gun

31.5K 2.7K 46
                                    

Bu Sari tampak gelisah di sepanjang perjalanan menuju pulang. Dia ingat kalimat yang dilontarkan Pak Anggiat kepadanya saat merangkulnya memintanya untuk bersikap tenang di hadapan Bu Hanin. Guntur tidak diketahui keberadaannya. Namun, Bu Sari tidak ingin merusak suasana hati para penumpang yang sedang asyik bercengkrama membicarakan rumah Bu Hanin yang megah dan mewah serta mengutarakan perasaan senang mereka ketika berkumpul di kamar Bu Hanin. Bu Sari memutuskan untuk menyimpan perasaan gundahnya memikirkan Pak Guntur.

Begitu sampai di rumah, Bu Sari langsung menarik tangan Mbok Min menuju kamar mereka yang berada di teras belakang rumah.

"Min. Kamu coba hubungi Nayra...," perintah Bu Sari sambil menyerahkan ponselnya ke hadapan Mbok Min.

"Duh..., di mana ya Pak Gun?" gumam Mbok Min. Dia jadi ikutan gelisah.

Lalu keduanya terdiam menunggu Nayra menyambut panggilan.

"Nay..., lagi opo? Sibuk ta?"

"Nggak, Mbok. Aku lagi bantu ibu masak,"

"Duh, Nay..., rajinnya..., gimana tanganmu? Baikan?"

"Nggak papa, Mbok. Tadi udah ke puskesmas. Disuruh dokter sering-sering digerakkan tangannya, tapi jangan berlebihan. Mbok Min gimana? Bu Sar?"

"Kita sih aman. Eh, Nay. Kamu tau nggak di mana Pak Gun?"

"Oh..., semalam nginep di rumahku, Mbok..."

Mbok Min ternganga. "Oalaaaa, nginep di rumah kamu ta? Duuuh senengnyaaaa..., peluk-peluk Nay? Duhhhh..."

Bu Sari gemas melihat sikap Mbok Min yang mulai keasyikan ngobrol. Dicubitnya lengan Mbok Min.

"EEE..., Nay. Trus habis itu ke mana ya Pak Gunnya?" tanya Mbok Min yang meringis karena dicubit gemas Bu Sari.

"Pagi-pagi udah pulang, eh, kenapa, Mbok? Pak Gun pulang ke rumah kan?"

"Iya..., pulang pagi-pagi. Trus nggak lama pergi. Bajunya biasa, baju kantoran, Nay. Nah, sekarang itu dia katanya nggak bisa dihubungi. Dicari di kantor, apartemen juga nggak ada..., padahal ibunya nyariin...,"

Ada diam di ujung sana.

"Nay?"

"Iya, Mbok?"

"Kamu tau nggak kira-kira di mana pacarmu itu?"

Terdengar helaan napas Nayra.

"Aku nggak tau, Mbok. Ntar aku juga coba telpon..."

Mbok Min menggelengkan kepalanya saat menutup panggilannya.

"Duh Gustiiii, di mana ya Pak Gun?"

_______

Bu Ola menatap khawatir Nayra setelah mendapat panggilan dari Mbok Min.

"Gimana? Masuk nggak?" tanyanya.

Nayra menggeleng.

"Duh..., Pak Gun di mana ya, Bu?" gumam Nayra. Tangannya gemetar saat berusaha terus menerus menekan nomor tujuan Pak Guntur. Tetap tidak tersambung.

"Udah..., kita tunggu aja. Kamu nggak usah khawatir. Lukamu juga belum sembuh betul," Bu Ola terus menenangkan Nayra yang raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang amat dalam.

***

Guntur terlihat santai berdiri di tengah-tengah para penumpang yang hendak menaiki pesawat tujuan Semarang, sebelum menuju Magelang. Guntur sebelumnya memang sudah merencanakan kepergiannya menuju Magelang untuk membicarakan pembatalan nikahnya dengan Sheren ke keluarga Sheren. Guntur pun memutuskan untuk mematikan ponselnya karena dia tidak ingin rencananya terganggu. Guntur sudah mantap dengan keputusannya, dia tidak ingin menikah dalam waktu dekat.

Entah kenapa tiba-tiba dia ingin menghubungi Nayra, diraihnya ponselnya dari saku jasnya, menghidupkannya.

Dahinya seketika mengernyit. Baru saja ponselnya hidup, Anggiat, pengacara keluarganya menghubunginya.

"Ya...," decaknya.

"Halaaa, Gun. Di mana? Ibumu sakit ini..., Pulanglah..."

Guntur menghela napasnya. Kini dia dihadapkan dilema. Pulang menemui ibunya yang sakit atau tetap pergi ke Magelang untuk melanjutkan rencananya. Sementara suara pengumuman terus bergema meminta para penumpang tujuan Semarang agar bersiap-siap menaiki pesawat.

Guntur memegang dahinya. Tak lama didengarnya suara ibunya.

"Gun..., pulang. Kamu di mana?"

Guntur ragu mengatakan niatnya. Dia diam sejenak.

"Aku sedang di Bandara, Bu. Mau ke Magelang..., pamit sama keluarga Sheren. Hm..., aku ingin membatalkan rencana nikah..., maaf, Bu..., aku mohon ampun...,"

Guntur berusaha mengatur perasaannya yang tidak karu-karuan. Dia sebenarnya sama sekali tidak ingin melukai perasaan ibunya lagi.

"Gun..., pulanglah. Biar ibu batalkan. Nggak akan ada pernikahan kamu dan Sheren...,"

Guntur ternganga. Hampir saja kakinya melangkah masuk ke badan pesawat.

"Bu?"

"Iya..., pulang..., biar ibu yang urus."

Guntur berbalik. Suara panggilan dari pramugara tidak dia hiraukan. Setengah berlari dia melangkah menuju luar bandara.

***

Maaf, pendek aja..., hehe.

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang