43. The Hero

27.9K 2.4K 79
                                    

Farid berusaha mengingat perempuan yang baru saja mengunjungi rumahnya barusan. Dia tahu perempuan itu adalah salah satu calon mahasiswi yang akan meneruskan studinya di Caen, yang hampir kehilangan tasnya. Tapi sepertinya wajah perempuan itu pernah dia lihat sebelumnya. Di mana? Kapan? Farid terus berusaha menguras memorinya.

Terus, kenapa perempuan itu mengikutinya? Apakah hanya ingin mengucapkan terima kasih karena dia telah menyelamatkan ranselnya? Lalu kenapa pula tiba-tiba dia menanyakan perihal kakaknya? Seakan-akan dia mengenal Nayra. Dan Farid dengan mudahnya mengatakan bahwa Nayra adalah kakaknya.

Siapa dia sebenarnya?

Farid masih bertanya-tanya.

"Aaaah...," Farid memegang kepalanya. Sekujur tubuhnya tiba-tiba terasa hangat. Dia baru ingat sekarang. Perempuan itu adalah salah satu mahasiswi di bawah bimbingan Pak Guntur, yang pernah dia lihat ketika dia dan Nayra mengunjungi kantor Pak Guntur. Dan perempuan itu mengaku sebagai teman dekat Sheren, tunangan Pak Guntur.

Farid lemas. Tiba-tiba tangannya gemetar. Seharusnya dia mengaku sebagai pacar Nayra saja, agar Nayra tidak akan menjadi sasaran kemarahan orang-orang yang mengetahui hubungan kakaknya dengan Pak Guntur.

Apalagi mengingat penampilan Tata yang sangat tomboy. Telinganya yang penuh tindik, bibir dan pelipisnya juga bertindik, rambut cepaknya dicat pirang, serta jaket kulit hitamnya pun menambah sedikit seram perempuan yang mengaku bernama Rena itu. Lalu dia mengendarai motor besar yang mahal. Rena benar-benar terlihat perempuan kelelaki-lakian.

Farid semakin merasa Nayra berada dalam ancaman.

"Farid? Tadi siapa yang ketuk pintu barusan?" tanya Nayra yang tiba-tiba muncul di kamar Farid.

Farid terperangah. Wajahnya kelihatan pucat. Bibirnya seakan kaku untuk memulai bicara.

Nayra tentu saja terheran-heran melihatnya.

Nayra lalu duduk perlahan di sisi Farid yang sekarang tertunduk lesu.

"Kak..., itu tadi, hm..., temanku." Farid berusaha menenangkan dirinya. Dia tidak kuasa bercerita lebih lanjut. Apalagi saat dilihatnya tangan Nayra yang masih berbalut kain kassa. Farid tidak ingin Nayra terluka lagi.

"Farid? Kamu kenapa?" tanya Nayra baik-baik. Dia merasa ada yang tidak beres dengan sikap adiknya.

Farid lalu memeluk Nayra erat.

"Hei..., Farid...,"

"Aku mau jaga kakak..., aku nggak mau pergi, Kak...,"

Nayra mendorong tubuh Farid.

"Farid..., ayo cerita. Siapa dia?"

Farid menarik napasnya dalam-dalam.

"Namanya Rena. Aku melihatnya di kantor agensi pendidikan luar negeri yang mengurus perjalananku nanti di Caen. Tujuan kita sama. Tapi aku nggak tau persis program yang dia ambil. Pas jalan mau pulang, aku liat dia dirampok, Kak. Dia belum sempat naik ke atas motornya. Aku udah di atas motor, aku kejar yang ngerampok dia, karena yang ngerampok kebetulan sendirian dan masih mendekap ransel dengan satu tangan, jadi gampang bagiku untuk mengejar dan merebut tasnya,"

Farid menelan ludahnya.

"Wow, Farid..., kamu luar biasa...," puji Nayra. Wajahnya berbinar mendengar cerita Farid. Tapi Farid tampak tidak semangat dengan pujian yang ke luar dari mulut kakaknya. Nayra kembali heran melihatnya.

"Trus? Kenapa kamu gelisah?" tanyanya.

"Hm..., aku pulang diikuti dia, Kak. Dia bilang terima kasih, karena memang sebelumnya dia nggak bisa ngomong apa-apa ke aku. Mungkin syok," Farid menghela napasnya.

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang