75. Hmm...

40.2K 2.2K 38
                                    

Karena kelelahan, Guntur dan Nayra tertidur cukup lama di saat mereka baru saja tiba di tempat tujuan. Cuaca dan kesunyian di pulau itu menambah tidur mereka menjadi sangat nyenyak. Pulau yang disebut Beralas Pasir ini jauh dari keramaian. Suasananya sangat cocok bagi pasangan yang ingin menghabiskan bulan madu. Wajar Guntur memilihnya.

Guntur menginginkan suasana bulan madu yang sangat spesial di seumur hidupnya. Sebelumnya, pernikahannya yang berlangsung di negeri Paman Sam sangat sederhana. Tidak ada agenda bulan madu, karena tuntutan pekerjaan yang membuatnya sangat sibuk. Juga biaya yang juga sangat besar. Sementara dirinya dan Mila baru saja mendapatkan pekerjaan.

Sang ibu yang hartanya berlimpah itu tidak sepenuhnya mendukungnya, pun tidak mempedulikannya. Bu Hanin hanya peduli jika Guntur memintanya mengirimkannya uang untuk menambah keperluannya selama hidup di Amerika. Selain itu, dia ogah memberinya. Bu Hanin cukup kejam waktu itu.

Maklum saja jika Mila sakit hati mendengar kabar pesta pernikahan Guntur dan Nayra yang berlangsung besar-besaran itu. Bu Hanin sampai-sampai merelakan beberapa asetnya dijual demi pernikahan mewah anaknya. Mila merasa tidak pantas bersaing dengan perempuan yang tidak memiliki pendidikan tinggi, yang hanya berprofesi jual jamu keliling. Kecurigaannya pun berujung ingin merusak kebahagiaan mantan suaminya itu. Namun, kecurigaannya yang menjadi-jadi malah membuatnya harus kehilangan hak asuh terhadap anak semata wayangnya. Sungguh ironis yang dialami Mila, dia yang sebelumnya bercerai dari Richard, suaminya, dan sekarang juga harus berpisah dari anaknya.

_____

Guntur dan Nayra terlihat segar setelah tidur dan istirahat cukup lama. Mereka berdua kini berjalan kaki menuju sebuah kantin sederhana.

"Masih alami banget ya, Yang. Seneng banget liatnya. Aku kira dunia ini sudah dipenuhi gedung-gedung aja..., sama asap-asap...," celoteh Nayra yang seumur hidupnya belum pernah berkunjung luar Jakarta dan Bogor. Tentu saja dirinya tidak mengetahui keadaan kota-kota lain di dunia, khususnya di Indonesia. Selama ini dia hanya puas melihat keadaan kota-kota lain melalui layar kaca.

Guntur senyum-senyum mendengar kata-kata polos Nayra.

"Ya iya dong, Nay. Ini baru pulau kecil. Masih banyak banget tempat-tempat indah di Indonesia. Kamu pasti ketagihan jalan-jalan."

"Emang kamu udah ke mana aja, Yang?"

"Yah..., ke mana ya? Banyak, Nay. Aku kan sering dipinta pergi tour promo kampus di seluruh pelosok Indonesia. Apalagi kalo kita sedang fokus program beasiswa, kita promo sampe daerah pedalaman. Atau aku yang diundang ngajar di kampus-kampus kecil. Dan aku tahu tempat ini dari rekan kerjaku yang kebetulan mendapat tugas mengajar di sebuah kampus kecil di Tembilahan. Dia ke sini sebelumnya. Begitu tau aku baru menikah, dia sarankan bulan maduku dihabiskan di tempat ini. Ternyata memang indah kan?"

"Trus yang paling bagus selain di sini? Aku pingin ikut..."

Guntur tertawa melihat wajah Nayra yang penuh harap.

"Bagus semua, Nay. Beberapa di Pulau Sulawesi, atau Kepulauan seribu yang lebih dekat. Daerah ujung kulon. Banyak banget, Sayang. Kalo dulu aku memang sering dilibatkan program berkunjung ke sana ke mari. Tapi...,"

"Tapi?"

Guntur memandang Nayra lamat-lamat.

"Sejak kamu kerja di rumah..., aku tolak semua tugas yang mengharuskan aku pergi jauh-jauh..." lanjut Guntur sambil menjawil dagu Nayra. Wajah Nayra memerah seketika.

"Masa?"

Guntur mengangguk.

"Hm..., ntar ambil lagi kerja yang itu, Yang..." gumam Nayra manja.

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang