33. Cemas Nayra

34.6K 2.4K 33
                                    

Nayra masih duduk di tepi tempat tidur menunggu Guntur yang sedang berada di dalam kamar mandi. Sebentar-sebentar dia melirik ke arah lampu meja yang berada di sisi pintu. Dia ingat bahwa hari ini adalah jadwal fitting baju pengantin Guntur dan Sheren. Tapi kenapa Guntur mengaku lelah mengajar seharian? Bohongkah Guntur? Ingin rasanya dia bertanya, tapi pasti Guntur akan menunjukkan wajah tidak senang. Dan Nayra tidak ingin membuat suasana hati Guntur gusar.

Ditambah sikap nelangsa Guntur ketika mendekapnya. Sambil membelai rambut Nayra Guntur berucap maaf,

"Maafkan saya soal kemarin, Nay. Itu di luar kuasa saya. Saya tau kamu sedih, kamu kecewa... Bertemu kamu dan mencintai kamu juga di luar kuasa saya. Kamu hadir saat saya sudah pasrah dan akhirnya menerima pertunangan itu. Rasanya kejam jika saya bilang terimalah kenyataan ini, Nayra..., mengertilah..., karena saya memang hanya ingin menikmati saat-saat berdua dengan kamu tanpa harus membicarakan tentang posisi saya..."

Nayra memutuskan untuk tidak bertanya.

Guntur sudah berpakaian rapi sekarang.

"Sepeda kamu nanti biar Pak Johan yang antar," usul Guntur.

______

Malam itu Nayra diantar Guntur ke rumahnya. Beberapa kali Nayra menolak karena melihat Guntur yang lelah. Tapi akhirnya dia biarkan saja duda itu mengantarnya, karena terus memaksa.

"Jangan kamu tambah lelah fisik saya dengan lelah yang lain," begitu ujar Guntur. Dan sepedanya pun sudah dilarikan Pak Johan ke rumah Nayra.

Setiba di depan rumah Nayra, Guntur ikut turun mengantar hingga sampai depan pintu.

"Duh, Pak. Repot-repot turun. Saya bisa sendiri...," ucap Nayra segan. Guntur tersenyum saja.

Sebelum Nayra mengetuk pintu rumahnya, Guntur menahannya.

"Nay..., ini."

Nayra kaget, Guntur menarik tangannya dan meletakkan sebuah kartu ATM dan buku tabungan.

"Kamu pegang. Ini tabungan saya selama saya mengajar,"

"Pak..., jangan," tolak Nayra. "Saya belum bekerja satu bulan. Masih satu minggu lagi, baru Bapak gaji saya...,"

Guntur menatap Nayra dengan senyum lelahnya.

"Pakai. Buat kamu, buat ibu kamu, kuliah Farid. Terimalah...,"

"Trus Bapak?"

Guntur terkekeh.

"Kamu jangan khawatirkan saya, Nay...,"

"Emang Bapak mau ke mana?" Nayra mulai curiga.

"Saya nggak ke mana-mana, Nay."

Guntur tertawa melihat wajah Nayra yang mengkhawatirkan dirinya.

Guntur kemudian berbalik menuju motornya.

"Pak!" Nayra menarik tangannya.

Nayra peluk Guntur kuat-kuat. Dia menangis sejadi-jadinya.

"Nay..., saya nggak ke mana-mana. Lusa kan kita ketemu lagi. Malam minggu, mau diajak ke mana kamu?" Guntur terus membujuk Nayra. Dia usap kepala Nayra berulang-ulang.

"Udah..., kamu capek. Saya juga. Tidur awal malam ini, ya?"

Nayra merenggangkan pelukannya. Lalu menyeka pipinya yang basah dengan tangan yang masih memegang kartu dan buku kecil.

"Makasih, Pak," ucap Nayra.

________

Malam itu Nayra menangis tersedu-sedu di atas tempat tidurnya sambil mendekap buku tabungan dan kartu. Sesak di dalam dada tidak kunjung reda, membayangkan tubuh itu yang akan mengucap sumpah di depan penghulu dalam waktu hitungan minggu. Setelah itu dia tidak akan bisa bertemu lagi.

Saya nggak akan akan mengecewakan kamu, Nay..., kata-kata penuh harapan. Apa pemberian ini yang dia maksud? Apa uang-uang ini yang akan membungkam kekecewaan Nayra sehingga dia bisa saja pergi tanpa beban? Padahal Nayra sudah memberi sesuatu yang paling berharga, hati dan kasih sayang.

Bukan ini yang dia mau, dia mau Guntur saja.

Sementara itu, Farid dan ibunya hanya bisa mendengar tangisnya dari luar kamarnya. Mereka berdua memutuskan untuk membiarkan Nayra menangis.

_______

Guntur menahan napas ketika melihat kertas brosur fitting baju pengantin seperti berubah tempat. Diraihnya kertas itu, meremasnya dan membuangnya ke tempat sampah. Dia kini tahu kenapa Nayra tampak begitu sedih ketika bekerja tadi.

Sebelum tiba di rumah...,

Guntur gusar, saat dirinya hendak pulang dari kantor, tiba-tiba ibunya dan Sheren mendatangi kantornya. Ibunya langsung menyuruhnya bersiap-siap pergi ke tempat fitting baju pengantin. Guntur yang tidak ingin ibunya kecewa itu menurut. Tentu saja dengan wajah tak semangat. Padahal dia berniat ingin segera pulang ke rumah menemui Nayra yang pasti sedang berada di dalam kamarnya. Apalagi sedari pagi pukul tujuh hingga pukul tiga sore dia tidak berhenti mengajar. Jadwalnya sangat padat hari itu, belum lagi menghadapi keluhan para mahasiswa yang memerlukan bimbingannya.

Lalu, dia didatangi pula oleh Ibu dan Sheren, pergi ke tempat fitting baju pengantin. Gelisah bercampur lelah tidak dapat lagi dia hindar.

Di sana, Guntur pasrah tubuhnya diukur sang perancang. Sheren yang terus menggamit lengan Bu Hanin hanya mampu melirik wajah Guntur yang tidak senyum sama sekali.

Selesai fitting, Guntur juga harus mengantar Sheren dan ibunya ke PIK. Untung Sheren dipinta menginap bersama ibunya, jadi Guntur tidak harus membuang waktu untuk mengantarnya ke apartemennya.

Guntur melajukan mobilnya cukup kencang menuju pulang. Berkali-kali dia lirik jam tangannya, berharap Nayra masih berada di dalam kamarnya.

Dan Guntur menghela lega saat tiba di depan rumah. Dilihatnya sepeda Nayra terparkir cantik di bawah pohon rindang di sisi jalan menuju rumahnya.

Langkah Guntur cepat ingin segera bertemu Nayra sore itu. Ingin melepaskan segala penat jiwa dan raganya.

***

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang