63. Maaf?

34.2K 2.7K 36
                                    

Tata menata rambut cepaknya yang kini berwarna biru. Sambil tersenyum menyeringai di depan cermin dia terus menenangkan dirinya.

"Gue Renata," decaknya sambil berpura-pura berkenalan dengan seseorang. "Ck..., nggak seru," gumamnya yang merasakan aktingnya tidak sesuai karatkter dirinya.

Tata lalu mengubah cara bersikap yang lebih feminim.

"Hai. Masih ingat aku? Aku Rena...," ucap Tata. "Hm..., ck..., kok aneh ya?" pikirnya.

Tata memperbaiki bajunya yang sedikit kusut.

"Hm..., duh deg-degan gue. Duh..., nggak enak banget nih." Tata mengeratkan tangannya yang tiba-tiba dingin.

***

Senyum Ayu mengembang ketika melihat papanya berdiri di depan pintu kamarnya.

"May I come in?"

Ayu mengangguk cepat. Dibiarkannya papanya melangkah masuk ke kamarnya.

Guntur melangkah pelan, lalu berdiri sejenak tepat di dekat pintu kamar Ayu, mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar yang berantakan. Dia menghela sangat kecewa dan sedih.

"Betah kamu begini?" tanyanya.

"They don't care about me..."

"Don't blame them. Think about what you did to them."

Ayu diam. Dia terlihat merasa bersalah. Pandangannya pun tertunduk.

Tiba-tiba pandangan Guntur tersita ke atas meja yang ada di sisi kiri kamar. Ada beberapa tumpukan dokumen perjalanan Ayu yang terselip di balik paspor. Dia raih tumpukan dokumen itu dan memeriksanya.

Bibir Guntur sedikit mencebik saat mengembalikan tumpukan dokumen perjalanan itu ke atas meja. Ternyata Ayu akan menginap di Jakarta lebih dari satu bulan. Padahal Mila sebelumnya mengatakan bahwa Ayu akan berada di Jakarta selama seminggu. Mengapa lebih dari satu bulan? Apakah Ayu akan pergi lagi ke tempat lain? Ke kampung halaman maminya barangkali?

Guntur tatap wajah anaknya yang sudah duduk di tepi tempat tidur.

"Berapa lama kamu akan tinggal di sini, Ayu?" tanya Guntur.

"Kata Mami sebulan."

Guntur menghela napas berat. Ada yang direncanakan Mila sepertinya. Ini sungguh mengganggu. Bukan karena Ayu, tapi entahlah, Guntur merasa ingin terus berdekatan dengan Nayra tanpa harus ada masalah. Dia juga baru saja menikah.

Ayu mulai was-was saat melihat raut wajah papanya yang seketika murung. Dia tarik tubuhnya hingga menyender ke headboard kasurnya, lalu duduk sambil memeluk dua lututnya. Ayu memandang papanya takut-takut.

"Papa sudah bahas tentang apa yang kita bicarakan di bandara. Mengenai Mama Nayra," mulai Guntur yang sudah duduk di tepi tempat tidur menghadap ke Ayu.

Guntur memegang tangan Ayu yang berada di atas lututnya. Ditatapnya wajah Ayu dengan seksama.

"Apa salah dia, Ayu. Sampai kamu tega mengatakan dirinya rendah seperti yang kamu katakan? Papa mau nanya. Papa ingin jawaban dari kamu. Biar Papa bisa menentukan sikap."

Ayu menghela napasnya. Sekilas matanya menatap wajah papanya. Tapi kemudian tertunduk lagi. Dia tampak berpikir. Cukup lama. Dan Guntur sabar menunggu jawaban dari putrinya.

"Mami bilang..."

"Kamu jawab alasan kamu dulu."

"Ayu nggak suka punya Mama tukang jual jamu. Ayu malu. Mami bilang dia guna-gunain Papa. Kata Mami mana mungkin Papa mau menikah dengan tukang jual jamu. Nggak berpendidikan. Ayu juga takut Papa nggak sayang Ayu lagi. Jadi Mami asked me to do something that make her uncomfy. Supaya Papa..." Ayu menggantungkan kalimatnya.

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang