74. OTW

33.2K 2.4K 59
                                    

Bu Hanin bahagia melihat anak, menantu serta cucunya datang mengunjungi rumahnya di suatu Sabtu sore yang cerah. Guntur dan Nayra berniat pamit ke Bu Hanin karena akan berangkat bulan madu ke Bintan keesokan harinya. Ayu sendiri rencananya akan menginap sementara di rumah eyangnya itu.

"Kalo bosan, tinggal pulang. Temani eyangmu dulu," bujuk Guntur. Ayu sebenarnya tidak masalah tinggal di rumahnya bersama Mbok Min dan Bu Sari. Ayu juga selama ini sudah akrab dengan keduanya. Tapi karena ini keinginan eyangnya, Ayu sebaiknya menurutinya, begitu pendapat papanya.

"Ok, Pa."

"Kenapa?"

"Nggak papa. Kangen aja ama celoteh Mbok Min..."

Guntur terkekeh mendengar alasan anaknya. Mbok Min memang suka mengajak Ayu bercanda.

"Ya..., kamu ajak ngobrol Eyang. Tanya-tanya masa mudanya. Dia pasti senang..."

Ayu mengangguk patuh.

Sementara Bu Hanin tampak serius bercakap-cakap dengan Nayra di kamarnya.

"Duh, Nayra. Ibu hanya mau ucapin terima kasih sudah sabar selama ini. Kamu benar-benar merubah hidup Guntur. Merubah sikapnya. Dulu-dulu, mana mau dia ke sini, kecuali kalo dipaksa. Sibuk kerja, ngajar sana sini. Nelpon aja jarang. Sejak menikah dengan kamu, dia nggak pernah bosen kasih kabar. Kadang lewat WA, bentar-bentar telpon. Liat missed calls dari dia rasanya ibu bahagiaa banget."

Bu Hanin terus menggenggam tangan Nayra yang duduk di sampingnya di tepi tempat tidurnya. Nayra tersenyum mendengar pengakuan Bu Hanin.

"Ini jajan. Simpen."

"Ibu..., nggak perlu. Mas Guntur udah kasih banyak..."

"Wes..., tambahan."

Nayra segan menerima uang dari mertuanya itu. Dengan amat terpaksa dia terima tumpukan uang yang berada di dalam amplop tebal berwarna coklat.

"Buat anak ibu bahagia, Nayra. Titip dia. Maaf kalo ibu berlebihan. Kamu udah ngembalikan dua nyawa ke hidup ibu sekaligus. Anak ibu, cucu ibu..."

"Udah, Bu. Jangan begitu..." Nayra terlihat segan mendengar pengakuan Bu Hanin.

"Maaf kalo dulu ibu jahat sama kamu. Ibu sampe lupa ngomongin ini saking seneng liat Guntur seneng..."

Nayra lalu memeluk mertuanya erat-erat.

"Ibu doain kamu selalu bahagia, Nayra..."

Tangis Nayra tumpah ruah mendengar harapan Bu Hanin.

_______

Jika di rumah Bu Hanin suasana sangat hikmad saat pamit, bahkan terkesan haru. Berbeda ketika Nayra pamit ke Mbok Min dan Bu Sari, penuh lelucon.

"Hati-hati, Nay. Ingat-ingat waktu...," Mbok Min mulai menyindir. Matanya menunjukkan isyarat nakal. Dia berdiri bersama Bu Sari di depan pintu utama rumah.

"Iya, Mbok..." jawab Nayra malas.

"Ojo kesusu..." tambah Bu Sari. "Alon alon asal kelakon..." lanjutnya dengan mata genitnya.

"Iyaaa..."

"Sing penting hasilnyaaa..."

"Iyaaa..."

Nayra tidak mau menanggapi serius candaan Mbok Min dan Bu Sari. Bisa-bisa keberangkatannya tertunda.

"Aku pamit dulu, Mbok, Bu. Nanti kalo Ayu pulang ke sini. Aku titip dia, ya," pamit Nayra akhirnya seraya mencium tangan keduanya.

"Pasti, Nay... kasih-kasih kabar juga kamunya, ya? Jangan lupa..."

Nayra mengangguk lemah. Kasih kabar? Hah. Guntur sudah wanti-wanti mengingatkannya bahwa selama bulan madu, tidak boleh menghidupkan gadget, kecuali kepepet. Guntur memang aneh.

"Kenapa? Dilarang?" tanya Bu Sari yang curiga dengan ekspresi wajah Nayra. Nayra mengerlingkan kedua matanya malas.

"Nggak papa, Nay..., namanya juga bulan madu..., hehe. Tapi, mbok ya diingetin suamimu, Nay. Jangan capek-capek..., takut ntar pulang malah encok..."

"Ih, Bu Sar..., iyaaa..."

Dan Nayra bergegas menuju mobil yang sudah siap membawanya ke Bandara.

***

Perjalanan menuju Bintan sangat melelahkan. Terutama ketika menuju White Sands Island, tempat yang dituju Guntur dan Nayra. Sebuah pulau indah yang tersembunyi di wilayah Bintan. Entah kenapa Guntur mendapat ide bulan madu ke wilayah ini. Meski perjalanan sangat melelahkan, melalui semua jenis transportasi dari udara, darat, juga laut, tapi Nayra senang. Baginya, selama berada di dekat suaminya, apapun terasa bahagia. Guntur lega dengan sikap istrinya selama di perjalanan. Nayra sangat menikmatinya.

Lelah mereka pun terbayar dengan keindahan alam di Pulau beralas pasir ini. Dan mereka menginap di sebuah pondok berdinding kayu yang letaknya hanya berjarak beberapa meter dari pantai.

"Kenapa milih di sini, Yang? Jauh banget," ujar Nayra yang terlihat letih, tapi senyumnya masih saja mengembang lebar di wajah manisnya.

"Lah? Kamu liat aja indahnya kegini. Suka kan?"

Nayra menghempaskan tubuhnya di atas kasur beralas kain putih yang tergeletak di atas lantai pondok kayu itu.

"Sukaaa. Indah..., seneng bau laut. Trus..., ini pondoknya kayak tiduran di kamar aku..."

Guntur tergelak. Nayra bisa saja. Memang fasilitas pondok yang akan mereka inapi beberapa malam ke depan sangat sederhana. Tidak ad AC, tempat tidurnya tak berdipan, pondoknya berdinding kayu. Tidak ada kendaraan lalu lalang. Suasananya benar-benar sepi. Apalagi saat ini bukan musim liburan. Seakan-akan mereka berdua saja yang menjadi penghuni di pulau itu.

"Bedanya di sana nggak ada pantai..., trus berisik," lanjut Nayra yang masih memuji disain kamar pondok yang mereka pilih.

Guntur ikut merebahkan tubuhnya di sisi Nayra. Keduanya melemparkan pandangan ke langit-langit pondok.

Guntur perlahan meraih tangan Nayra. Menggenggamnya erat-erat.

"Rasanya ingin berdua dengan kamu saja, Nayra. Selama-lamanya."

Nayra melirik Guntur sekilas, lalu matanya kembali memandang ke atas.

"Kamu capek sama aku, Nay?"

"Nggak... Aku seneng dekat kamu, Yang."

"Aku masih ingat kamu bilang menyesal menikah saat Ayu dirawat di rumah sakit." Suara Guntur mulai menunjukkan kesedihan.

"Maaf, Yang. Waktu itu karena aku merasa kehadiranku malah membuat Ayu menderita."

"Jangan bilang itu lagi, Nayra. Aku nggak pernah menyesal cinta dan menikah dengan kamu. Rasanya kamu yang pertama dan yang terakhir. Nggak ada lagi."

Nayra menarik napasnya dalam-dalam. "Iya... Aku nggak akan bilang itu lagi," ucapnya penuh keyakinan.

Guntur meletakkan tangan Nayra di atas dadanya. Dia memosisikan tubuhnya menyamping menghadap Nayra. Ditatapnya wajah istrinya dengan senyum lelahnya.

"Kenapa nggak dari dulu-dulu kita ketemu, ya, Nay?"

Nayra tertawa lepas mendengar kata-kata polos Guntur.

"Duh, Yang. Dulu kan aku masih kecil. Belum lahir malah... haha."

Guntur ikut tertawa. Mungkin karena sudah menganggap Nayra seumuran, dia bahkan tidak menyadari usianya hampir dua kali lipat dari usia Nayra.

"Kok aku jadi bodoh begini di depan kamu..."

Nayra membelai dagu Guntur.

"Bukan bodoh. Tapi kamu tuh kecapean. Pikiran juga nggak fokus."

"Atau mungkin fokusnya ke sini..." Guntur mulai meraba-raba paha mulus Nayra.

Nayra memeluk tubuh besar Guntur. Lalu matanya terpejam menikmati sentuhan dari tangan suaminya.

Beberapa saat kemudian, keduanya tertidur pulas.

***

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang