55. Panggil Aku Sayang

60.4K 3.6K 63
                                    

Bu Hanin dan Bu Ola santai duduk-duduk di depan televisi di ruang tengah. Keduanya terlihat asyik bercakap-cakap sambil menyaksikan acara televisi. Ada juga Farid yang duduk bersama mereka. Wajahnya terlihat gamang. Rasanya aneh saja malam ini tidak mendengar suara kakaknya. Meski Nayra pernah tinggal setidaknya satu bulan di rumah Bu Hanin sebelumnya, tapi tentu saja sekarang suasananya berbeda. Rindu terhadap kakaknya sangat dirasakannya.

"Aku lupa minta maaf lo, La. Soal pertengkaranku sama Nayra..., sampe luka tangannya," ucap Bu Hanin tiba-tiba. Dia mungkin baru saja mengingat apa yang terjadi sebelumnya antara dirinya dan Nayra, karena saking senangnya dengan lancarnya acara pernikahan anaknya dengan anak Bu Ola. Juga bahagia dengan semakin akrabnya hubungannya dengan Guntur.

"Oh..., ya. Saya maafkan, Mbak. Saya selaku orang tua Nay, juga minta maaf. Saya sebenarnya sudah ingetin Nay. Saya juga salah membiarkan Nay dulu. Tapi ya..., saya juga nggak bisa ngerasin Nay. Saya nggak kuat lihat dia sedih. Jadi saya biarkan saja."

Bu Hanin tersenyum mendengar ungkapan Bu Ola.

"Hm..., kok ora karo tunangane, Mbak?"

"Ora jodoh. Gimana..., wong Guntur sayangnya Nay thok. Sama aku sempat dia nggak acuh..., gara-gara anakmu, La..."

Bu Ola tertawa kecil melihat wajah sewot Bu Hanin.

"Tapi yo aku seneng. Guntur sejak aku suruh lamar Nayra, tiap hari telpon. Ibu mau apa? Mau aku temeni jalan? Ibu lagi apa? Duh..., manjaaa. Aku kadang mikir, mungkin memang perempuan model Nayra yang cocok sama Guntur. Kata Guntur, Nayra tuh mandiri, sayang ibune, sayang adik, tulus, pemaaf, ikhlas, pekerja keras, tekun, rajin, semangat, sopan, santun, bisa dipercaya. Duh..., siapa yang nggak mau sama anak perempuan model Nayra. Anakku wes kepincut..."

(salah satu komen inspiratif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(salah satu komen inspiratif. Thanks a heap)

Bu Ola terenyuh mendengar cerita Bu Hanin. Sesak dadanya mengenang anak perempuannya. Sejak kecil hingga dewasa, Nayra memang tidak pernah menyusahkan hatinya.

"Guntur sama mantan istrinya dulu, nggak peduli sama aku. Asyik belajar, asyik ngajar sana sini. Dikit dikit bilangnya ntar aku tanya Mila dulu. Kalo aku suruh pulang ke rumah, bentar, Bu..., tanya Mila dulu. Semua tanya Mila. Milaaaa aja pikirannya. Aku tuh sampe sebel. Nggak sampe empat tahun, ambyarrrr."

Bu Ola tertawa. Farid juga. Dia sampai-sampai menghentikan bacaan bukunya mendengar kisah Guntur dari mulut Bu Hanin.

"Farid..., kamu ntar kalo cari pasangan tuh kayak kakakmu. Sing penting perempuannya sayang juga karo ibumu," Ujar Bu Hanin yang melirik Farid senyum-senyum.

"Nggih, Bu..." jawab Farid.

"Duh..., Farid. Kata Mas Gunmu, kamu nanti biar sama-sama ibu aja selesai kuliah. Bantu ibu Hanin ya?"

Bu Ola terdiam. "Lha? Duh, Mbak. Habis anak saya dua-dua," keluhnya.

"Lha..., kita kan keluarga. Yo wes sama-sama. Kita jaga anak cucu sama-sama, La. La aku nggak punya bojo..., kamu juga. Sama kita..."

NayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang