Kadang emang otak sama hati nggak sejalan, tapi sering kolusi satu hal.
Bima Angkasa Anggareksa.
🍊🍊🍊
Giana menuruni anak tangga dengan terburu-buru sampai cewek itu hampir terjungkal terjun ke bawah jika Genta tidak menarik tudung hoodienya. Genta langsung mengomel pada Giana.
"Iya-iya, besok lebih hati-hati," gumam Giana, membalas Genta.
Keduanya menuruni anak tangga beriringan sampai sebuah sapaan hangat menyambut mereka berdua kala duduk di ruang makan.
"Kakek udah mendingan?" tanya Giana.
Tio mengangguk, tersenyum sangat lebar. "Udah, dong." Jawabnya.
Giana menyengir, "Kalo gitu kakek bisa nemenin Gia sama Genta nanti malam?"
Merasa namanya disebut Genta menoleh, "Emang nanti malam ada apa? Kok gue nggak tau apa-apa udah diajak?"
"Kan kemarin Gia udah bilang kalo nanti malem kita berdua bakalan bakar-bakar."
"Kapan lo ngomong?"
"Kemarin, Nta!" geram Giana, ia merogoh ponselnya dari saku hoodie yang ia kenakan, melihat pesan yang ia kirimkan pada Genta tadi malam dan ternyata tidak dibaca Genta, "Anjing—"
Mulut Giana terasa sedikit kebas saat Genta yang duduk disebelahnya menabok mendadak, "Elo belajar darimana mengumpat kayak gitu?!" pekik Genta tertahan.
Giana menatap kedua orangtuanya dan kakeknya yang mendelik kaget, waduh gawat kalau nggak diizinkan pergi main cuman gara-gara mengumpat.
"Siapa yang mengumpat sih?" Giana berkutat dengan ponselnya, menunjukkan pada orang-orang disekitarnya. "Nih, Giana mau nunjukin anjingnya Raden!"
Mereka semua bernapas lega, Giana langsung menabok kepala Genta. "Satu sama!" katanya, membalas tabokan Genta tadi.
"Sudah! Sudah!" lerai Clara. "Sekarang makan, dan kamu Gia," Giana mendongak, menatap Clara, "Mau kemana kamu pagi-pagi gini?"
Giana menyengir, "Mau main, ma. Boleh ya, pa?" katanya, tapi malah minta izin Arfa.
"Boleh."
"ASIK!"
Clara mendegus.
Saat akan memulai ritual sarapan, bel rumah berbunyi. Genta berdiri, berniat membuka pintu. Hingga cowok itu kembali bersama dengan sang tamu.
"Selamat pagi, Om, Tante, Kakek Tio," sapanya ramah.
Giana langsung tersedak makanannya, kaget ketika suara itu terdengar di belakangnya. Semuanya jadi terfokus dengan Giana yang panik mencari minum dan mengelap mulutnya.
"Hati-hati kalo makan," nasehat Arfa, memberikan tissue pada putrinya. "Kalo kamu baper sama yang dibelakang jangan gengsi," cibirnya.
Giana melotot, "Apaan, sih, Pa!"
"Ayo Bima, duduk dulu," kata Clara.
Sekarang posisinya Bima-Giana-Genta yang saling berhadapan dengan Arfa-Tio-Clara. Mereka berenam sarapa bersama, sarapan yang hangat dengan candaan yang saling dilemparkan serta keseruan mengoda Giana sampai-sampai cewek itu salah tingkah sendiri.
"Jadi, hari ini kalian berdua mau kemana?" tanya Arfa.
Bima berdeham, sedikit gugup karena tatapan Arfa. "S-saya mau ajak Gia pergi ke—"
"Sebenarnya Gia yang minta antar Bima," potong Giana.
"Memangnya Gia mau kemana?" tanya Tio.
Sambil mengunyah makanannya Giana menjawab, "Giana pengen ke pantai,"
KAMU SEDANG MEMBACA
MASTERPIECE
Teen FictionS I N O P S I S Giana Afsheen Leteshia. Yang paling favorit buat Gia masih mangga Pak Mamad. Dia nggak suka orang lain ganggu produktivitasnya. Bagi Giana, punya keluarga yang asik dan Dares udah lebih dari cukup. Tapi sejak masuk SMA, Giana mulai...