BIMA DUA

109 24 20
                                    

Gue nggak nyangka dunia sempit banget sampai gue harus ditakdirkan buat terus uji kesabaran lewat deket lo.

Giana Afsheen Leteshia.

🍊🍊🍊

Suasana di ruang tamu sangat bising, sayangnya sendari tadi Giana hanya diam, melamun, banyak pikiran, dan sedikit mengong. Di depannya ada cowok yang menolongnya dan Bima tadi serta seoarang wanita paruh baya yang sibuk mengomel.

Giana memiringkan kepalanya memandangi cowok yang sibuk mengobati siku Bima. "Ini efek nyungsep kali, ya? Kok gue lihat Bima ada dua?" gumam Giana.

"Apa kepala gue terluka?"

Gumaman Giana mengundang perhatian Arina dan Sakti. Kedua orang itu tersenyum melihat kebingungan Giana sendari tadi. Usai memastikan Giana baik-baik saja keduanya lantas beralih mengobati Bima.

"Kamu nggak usah bingung, kenalin, ini Sakti. Anak tante, kembaran Bima."

Giana menatap polos Arina. "Ha?"

Arina terkekeh, ia menyerahkan kapas pada Sakti dan menghampiri Giana. "Bima punya kembaran, itu—" Arina menujuk Sakti. "Kembaran Bima, namaya Sakti."

Giana menatap Arina. "Masa?" tanyanya dengan masih tidak percaya.

PLAKKK.

"YAKKK!"

Kepala Giana terkantuk ke depan saat seseorang mendorong belakang kepalanya, bahkan cewek itu sampai berteriak nyaring membuat Bima yang tadi memejamkan mata terkejut. Giana menoleh ke belakang mendapati Genta.

"DURHAKA LO!" hardik Giana.

Bima terkejut dan langsung berdiri membuat Sakti yang duduk di pingir sofa terjungkal, "Ngapain lo disini?!" sentaknya melihat Genta.

Genta mengabaikan sentakan Bima dan meneliti setiap inci tubuh Giana. "Lo nggak apa-apa?" tanyanya khawatir.

"Genta! Ih, kamu ini mainnya sama kepala orang aja!" omel Arina sembari mengelus kepala Giana.

Bima berjalan dengan susah payah lalu menyentak bahu Genta. "Ngapain sih, lo!"

"Gue—"

Giana menarik ujung baju Genta, "ABANG!" peringatnya dengan pekikan tertahan, berniat mengingatkan Genta bahwa sekarang masih berada di rumah orang lain, rasanya tidak sopan saja apalagi Genta nyelonong masuk tanpa salam.

"Genta itu kakak Giana, Bim."

Bima menoleh ke belakang –menatap Sakti—dengan kerutan di dahi.

"Iya, Genta kakanya Giana. Gue tadi telpon dia, ngabarin kalo Gia kecelakaan."

Bima masih diam, sibuk mencerna penjelasan Bima. Ditempatnya Genta sudah kesal, ia pikir kecelakaan yang dimaksudkan Sakti itu sangat mengkhawatirkan ternyata Giana baik-baik saja. Kedua orang itu –Genta dan Sakti—terlibat perdebatan.

Giana saling tatap dengan Bima.

"Genta beneran kakak lo?" tanya Bima.

Giana mengangguk, telunjuknya mengarah ke Sakti yang tengah di piting oleh Genta kemudian menunjuk Bima yang berdiri di depannya. "Seriusan saudara kembar? Kok kembarnya kebangetan?"

🍊🍊🍊

Kini Giana dan Bima duduk di dekat kolam renang rumah Bima. Keduanya telah menjelaskan perihal saudara masing-masing. Giana menjelaskan Genta sedangkan Bima menjelaskan seputar Sakti.

MASTERPIECETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang