BUNGA TAKDIR

81 16 0
                                    

Pertengkaran yang paling berat adalah kemunculan kesalahpahaman.


🍁🍁🍁

Semenjak tadi suasana kantin tidak sepi sama sekali. Ditempatnya Dares terus menghela napas pasrah ketika Giana sendari tadi mencolek lengan dan pipinya.

"Sumpah! Ajaib!" seru Giana, riang. "Enggak nyangka Dares bakalan setenang ini dicolekin, padahal biasanya langsung terkapar tak berdaya," ucapnya, hiperbola.

"Lo kata Dares lalat kena semprot baygon!" hardik Raden.

"Sirik ae lo!" balas Giana sengit. "Pengen gue colekin, kan!"

Dares menoleh ke samping kanannya, ia menatap Nesya dengan tatapan memohon. Nesya pun tersenyum penuh arti dan mengangguk.

"Gi, udah dong! Kasian Dares dari tadi lo cabulin terus, makan sono!"

Mereka-Dares, Giana, Raden, dan Diza- mendelik.

"ASTAGFIRULLAH!" tangan Raden terulur memegang kepala Nesya. "Tobatlah sodara!" katanya sambil menguyek-uyek kepala Nesya seolah menyadarkan seseorang yang kesurupan, "Mulut lo sampah banget!" hardiknya diakhir.

Nesya menepis tangan Raden, ia bergumam kesal.

"Besok lagi jangan ngomong kayak gitu, ya?" tutur Dares, lembut.

Entah apa yang terjadi, Nesya yang terkenal nakal dan super-aktif itu jadi jinak pada Dares. Bahkan sekarang Nesya sedang salah tingkah ketika Dares mengelus rambutnya.

Giana dan Raden kontan mendesis kesal, seolah satu pikiran mereka berseru, "IRI IRI IRI!" membuat Dares dan Nesya jadi salah tingkah karena salah tempat saat bermesraan.

"Za, bisa ngomong?"

Diza yang tadinya asik menatap interaksi teman-teman dekatnya langsung menoleh ke samping kiri. Ia mendapati Bima menatapnya tanpa ada tatapan permusuhan.

"Diza emang bisa ngomong kok," ucap Giana polos.

Bima terkekeh ringan, tangannya terulur untuk mencubit gemas pipi Giana membuat cewek itu bersemu, "Bukan gitu maksudnya. Aku mau ajak Diza ngomong berdua," jelasnya.

"Aku-kamu?" bingung Raden, Dares, dan Nesya.

"Doain, semoga dia peka."

Raden cengo, Dares mendelik, dan Nesya melongo.

"KODE KERAS!" seru mereka bertiga.

Giana menutup telinganya, "Apaan, sih! Kita nggak lagi main pramuka, kode-kode. Kalian pikir-"

"Oke." Potong Diza membuat Bima tersenyum tipis.

Kedua cowok itu pergi meninggalkan bangku yang ditempati Diza sebelumnya. Diza dan Bima berjalan beriringan membuat para pengunjung kantin mencuri-curi pandang, menerka-nerka kemungkinan Bima akan berakhir bertengkar bersama Diza seperti biasanya.

Raden adalah orang yang terlebih dahulu sadar dan memerintahkan temannya untuk mendekat.

"Kalo mereka tengkar lagi gimana?" paniknya.

Giana menggigiti kuku jarinya, ikut panik.

"Tenang aja, gue bisa jamin kalo mereka nggak bakalan berantem."

Raden dan lainnya menoleh bersamaan, ia menatap Juan dan Gerhan yang tau-tau sudah ada didekat mereka serta menatap kepergian Bima dan Diza dengan senyuman lebar.

🍊🍊🍊

Kini Diza dan Bima duduk di pinggir lapangan basket, tepat dibawah pohon rindang yang ada disana. Keduanya masih diam, bingung memulai interaksi.

MASTERPIECETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang