Apa yang lebih berharga selain berjuang?
🍊🍊🍊
Pagi itu suasana kelas mendadak hening, ditambah kelakuan Giana yang membuat beberapa temannya termasuk Dares memunculkan tanda tanya besar di otak. Giana terlambat lima menit masuk kelas pak Seto, dia masuk dengan wajah lesu, tanpa salam, dan langsung duduk dan menelungkupkan wajahnya dilipatan tangan diatas meja. Bahkan pak Seto sampai bimbang ketika akan memberikan hukuman pada Giana.
Bagas yang kebetulan menjadi teman duduk Giana --setelah Yura yang tiba-tiba memusuhi cewek itu-- juga sempat menanyakan kondisi Giana, tetapi jawabannya sangat klasik.
"Tidak apa-apa." Begitulah jawaban para betina ketika di tanya ada apa, dan Giana termasuk salah satunya.
Selama pembelajaran berlangsung Giana tetap pada posisinya, bahkan cewek itu beberapa kali mencari posisi nyaman. Mungkin karena punggungnya capek.
"Gi." Panggil Dares. "Ayo makan dulu, ini udah istirahat." Ajak cowok itu, tentu saja dengan menarik ujung rambut Giana.
Giana terbangun dan pandangannya mengabur, cewek itu langsung berdiri membuat tubuhnya limbung ke samping dan hampir saja terjatuh jika Diza tidak menangkap tubuhnya. Giana menyenderkan tubuhnya sejenak pada Diza dan mulai berdiri dengan kesadaran setengah.
Yura yang kebetulan menoleh berdecak sinis, "Drama queen." Cibirnya lalu keluar kelas bersama dua teman barunya.
"IRI BILANG BOS!" damprat Bagas.
Diza, Dares, dan Bagas menggeleng heran atas perubahan sikap Yura yang dulunya periang dan ramah tamah menjadi sinis dan menyebalkan.
"Lo sakit? Badan lo lemes banget."
Giana menggeleng menjawab pertanyaan Diza. "Gue cuman ngantuk." Alibinya lalu berjalan mendahului tiga cowok itu.
Dares berjalan di belakang Giana sesekali berusaha ingin menampah Giana meskipun akhirnya tetap terhalang oleh phobianya. Namun, cewek itu terus mencoba menyeimbangkan pijakannya. Diza menoleh menatap Bagas yang kembali duduk, "Nggak ikut ke kantin?" tawarnya.
"Lo aja, Za. Gue mau ngerjain tugas bu Ani, habis ini pelajaran beliau."
Diza mengangguk dan meninggalkan Bagas di kelas. Baru saja keluar Diza langsung di sambut Raden yang menyenggolnya.
"Hoe breee!!!" sapanya berlebihan."Gia?"
"Udah duluan ke kantin sama Dares," jawab Diza sembari berjalan beriringan bersama Raden.
Giana duduk menunggu Dares membelikan makanan untuknya, sembari menunggu Dares Giana menatap sekeliling kantin dan menemukan Bima yang baru saja masuk kantin bersama Juan. Mungkin karena kejadian kemarin sore membuat Giana tidak ingin menatap Bima jadi cewek itu meraih kertas menu di atas meja dan pura-pura membacanya. Berharap Bima tidak menyadari keberadaannya.
"Kebalik."
Giana terjengit sampai jatuh dari duduknya. Gerhan yang tadinya berada di depan Giana ikutan kaget dan lekas membantu Giana berdiri.
"Kak Gerhan ngagetin!"
Penjuru kantin langsung terfokus ke Giana yang baru saja berteriak. Mungkin karena malu Giana langsung berlari dan tanpa sadar menarik Gerhan. Keduanya berakhir di taman belakang, duduk menyandar di pohon besar yang ada disana.
Giana mengatur napasnya sementara Gerhan menatap Giana dari samping sampai akhirnya Giana menoleh dan mengeryit bingung, dan tersadar akan satu hal,
"Loh kok kak Gerhan ikut?"
Gerhan mengangkat pergelangan tangannya yang tadinya di tarik Giana. "Tangan lo narik gue." Jawab Gerhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASTERPIECE
Teen FictionS I N O P S I S Giana Afsheen Leteshia. Yang paling favorit buat Gia masih mangga Pak Mamad. Dia nggak suka orang lain ganggu produktivitasnya. Bagi Giana, punya keluarga yang asik dan Dares udah lebih dari cukup. Tapi sejak masuk SMA, Giana mulai...