Setelah menikmati waktu selama beberapa menit di kantin, kami memutuskan untuk kembali pergi ke kelas. Apalagi setelah Kai keluar dari kantin, Riposha langsung saja kehilangan nafsu makannya.
"Shīn, lo masih belum terbiasa pake bahasa indonesia?"
Di tengah perjalanan menuju kelas, pertanyaan seperti itu Riposha lontarkan.
Aku baru 3 bulan pindah ke sekolah ini. Atau lebih tepatnya ke indonesia.
Aku. Shīna Gayatri, sebelumnya tinggal di jepang, tapi karena ada beberapa masalah, mau tidak mau akhirnya kami pindah ke Indonesia.
Berbahasa indonesia bukanlah suatu hal yang sulit bagiku, lagipula Ibu memang berasal dari indonesia jadi aku sudah cukup terbiasa.
"Aku udah terbiasa kok Sha." Aku mencoba menyakinkannya.
Riposha menghentikan langkahnya, berniat membicarakannya lebih lama. "Tapi kadang bahasa lo itu terlalu kaku, jujur aja gue agak gak nyaman."
Aku tahu itu. Bahkan walaupun Ibu berasal dari indonesia, di jepang kami tetap menggunakan bahasa jepang untuk perantara sehari-hari. Itu juga alasan utama membuat bahasa indonesia ku sulit berkembang.
Saat pindah saja aku harus mendadak belajar terlebih dahulu.
"Mau gimana lagi Sha? Aku, kan belajar dari kamus. Jadi emang susah untuk menyesuaikan secara kasual ..."
Saat pertama kali datang ke sekolah ini, aku ditertawakan karena orang menganggap setiap kali aku bicara seperti orang yang sedang presentasi.
Aku cukup dijadikan lelucon pada semasa itu. Beruntung. Aku bisa beradaptasi dengan cepat, sehingga itu hanya terjadi pada bulan pertama aku masuk sekolah.
"Kata ganti orangnya diganti coba Shīn. Jangan pake 'Aku-Kamu', tapi 'Lo-Gue' aja. Terkadang, gue gak ngerasa enak sendiri denger lo yang manggil 'Aku-Kamu' tapi gue malah jawabnya 'Lo-gue'." Riposha menjelaskan isi hatinya.
"Disisi lain guenya sendiri juga gak nyaman ngomong 'Aku-Kamu' sama lo. Udah terbiasa dari kecil pake 'Lo-Gue' sih, jadi rasanya gak enak."
Sama seperti aku yang tak nyaman menggunakan 'Lo-Gue' karena rasanya itu hal yang awam. Riposha juga tampaknya tidak nyaman saat aku bicara dengan kata ganti 'Aku-Kamu'
Terkadang kata ganti orang saja bisa menyebabkan masalah seperti ini.
"Aku-" baru satu kata keluar, tapi sepertinya aku harus mulai membiasakan diri. "Gue bakal berusaha Sha."
Riposha tersenyum, "Makasih yah Shīn. By the way, lo jangan pake 'Aku-Kamu' ke cowo, kalo kelas kita sih masih bisa maklumin karena mereka tau lo murid pindahan yang belum ngerti budaya bahasa indonesia. Tapi kalo buat kelas lain yang gak tau ..." Riposha kembali melanjutkan langkahnya sembari berbicara, "gawat, mereka bisa aja baper! Apalagi lo kan cantik ..."
Diakhiri dengan pujian di akhir, Riposha menjelaskan dengan bersemangat. Aku sangat bersyukur mempunyai teman yang cukup perhatian.
Kata ganti orang ternyata bisa berpengaruh sangat banyak.
Yah itu juga terjadi di jepang sih, sama seperti penggunaan 'Watashi, Boku, Ore' yang menyebabkan kesan berbeda pada penggunaannya. Tampaknya di indonesia juga sama.
Beruntungnya, selain Kakak, tidak ada lagi orang dari kelas lain yang pernah mengobrol denganku. Jadi kesalahpahaman seperti itu harusnya tidak akan pernah terjadi.
"Terima kasih informasinya, Sha!"
"Doitashimashite (sama-sama)" tanpa diduga, Riposha justru mejawabnya dalam bahasa jepang. Jujur saja, itu membuatku sedikit terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGURAN
Teen Fiction🌹 FIGURAN blurb : Shīna Gayatri bukanlah tokoh utama. Dia, hanyalah seorang figuran ... Melihat tokoh utama wanita yang disiksa, melihat tokoh pria yang berjuang mati-matian untuk si cewek, juga melihat si Antagonis yang selalu membuat masalah. Di...