36 | Penuduhan terhadap yang tak bersalah

2.4K 396 36
                                    

Setelah bell berbunyi, aku segera kembali ke kelas, situasinya sangat ramai dan juga berisik sekarang. Padahal sudah 15 menit sejak loncengnya berbunyi, tapi toh guru yang diharuskan entah sedang pergi kemana di menit ini.

Aku menyimpan kepalaku di atas meja. Tatapanku memejam untuk sejenak.

Mulai hari ini, semuanya akan lebih sulit.

Anehnya adalah perasaanku bahkan lebih tenang dari hari-hari sebelumnya. Banyak trik yang sudah kuketahui, toh aku pernah mengenal banyak orang dengan jenis yang sama, jadi sepertinya akan cukup mudah untuk menghindari beberapa hal yang terlalu intens. Dibandingkan orang-orang yang kukenal di masa lalu, seharusnya ini tidak akan menjadi hal yang begitu menyakitkan. Selain itu uang yang berputar juga cukup besar. Suatu hal yang layak untuk dicoba.

Ketika semiliwir angin AC menabrak wajahku ringan, aku membuka mata. Hmn?

Mataku berkedip dua kali. Aku cukup yakin tadi ada orang yang memandangiku. Atensiku berpusat pada seorang laki-laki yang duduk dipojokkan.

Dia, kan?

Tidak mungkin aku salah lihat-,

"Selamat sore anak-anak~!"

Atensiku beralih, Miss Iris telah datang untuk mengisi pelajaran bahasa Inggris. Ia kemudian berjalan ke arah meja guru membawa banyak sekali lembar kertas HVS, "Ini untuk nanti kalian bawa pulang, kisi-kisi UTS udah ibu bagikan dari sekarang. Jadi awas aja kalau nilai kalian masih jelek. Oh iya terus nanti ini juga-,"

"Bu, handphone saya hilang!"

Satu kalimat itu mampu membuat seisi kelas bersitegang.

Semua orang saling menatap. Aku ... adalah salah satu orang yang juga ikut memberikan atensi lebih pada seorang siswi bernama Arrabele tersebut.

Arrabele mengatakan bahwa ponselnya hilang, ia melaporkan hal tersebut langsung pada guru yang sedang mengajar di kelas kami sekarang. Semua orang saling mewaspadai satu sama lain, beberapa orang mulai ikut khawatir.

Miss Iris, -orang yang sekarang sedang mengajar, setelah meminta beberapa keterangan. Memerintahkan para siswa untuk menaruh tasnya di atas meja dan memeriksanya dengan ketua murid. Aku ikut menempatkan tasku di atas meja. Menunggu giliran untuk dicek.

Satu-persatu, semua orang menunjukan wajah yang cukup tegang. Tentunya ... itu bukan berarti bahwa mereka adalah pelaku. Melainkan disaat pengecekan tersebut banyak sekali siswa-siswi yang membawa alat-alat yang seharusnya tidak diperbolehkan dibawa ke sekolah, -rokok, misalnya. Ini adalah hal yang paling dikhawatirkan oleh sebagian besar siswa laki-laki setelah tadi satu orang tertangkap dan dikirim ke ruang BK.

Miss Iris mengernyitkan kening. Dari ekspresinya yang tidak sedap, beberapa orang mengira bahwa pelaku pencuriannya tertangkap. Tapi ketika tangannya menarik barang di kantung, bukan ponsel yang ia dapat melainkan sebuah hair straightener atau catokkan rambut.

Miss Iris melotot pada sang pemilik. "Kamu itu! Ngapain kamu ke sekolah bawa catokkan? Aturan make up di sekolah ini udah cukup dilonggarin lho, Aurora. Tapi gak sampe bawa catokkan juga! Kamu mau buka salon di sekolah?"

"Bu-bukan gitu Miss."

"Bukan-bukan, apanya yang bukan?! Besok gak ada lagi kamu bawa catokkan ke sekolah." Miss Iris menegur, matanya menyorot tajam terhadap siswi bernama Aurora tersebut. "Kamu kalau mau nyatok di rumah, boleh~! Tapi nggak sampe dibawa ke sekolah juga, paham? Di sekolah itu waktunya belajar, bukannya masih dandan."

Aurora menunduk, "iya Miss maaf."

Miss Iris kemudian mengembalikan catokkan tersebut ke dalam kantung milik Aurora, "awas aja kalau masih dibawa-bawa besok."

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang