34. ⚠️Akhir pertemanan⚠️

2.8K 474 86
                                    

"Sorry yah gue telat."

Aku menggeleng, "Ah, enggak, filmnya bahkan belum dimulai."

Aku melihat ke sekeliling. Film yang akan kami tonton sekarang adalah film dari seri superhero terkenal asal Amerika Serikat. Melihat orang-orang yang mengantri sebanyak ini, sepertinya hype dan marketing dari rumah produksinya bisa dibilang sangat sukses. Film yang mengusung tema multiverse pun sepertinya memang sedang popoler dan dijadikan tren di masa sekarang.

Kami maju langkah demi langkah mendekati loket karcis. Aku masih melihat sekitarku sekarang. Bahkan saat antriannya berjalan pun, ternyata tetap saja orangnya sebanyak ini yah? Beruntung kami datang bukan di hari libur. Aku tidak bisa membayangkan jika harus mengantri filmnya di hari sabtu dan minggu.

"Shīna." Panggilan itu membuyarkan pikiranku yang berkelana. Atensiku pindah pada Sherly yang tampak panik.

"Kenapa?" Ungkapku.

"Cincin gue."

"Cincin?"

"Tadi sebelum gue nemuin lo, gue pergi dulu ke toilet di lantai 1. Terus gue lepas cincinnya." Ia menatapku cemas, "Gu-gue pikir, karena cincinnya sejak awal emang longgar, gue takut kalau misalkan itu bakalan jatuh waktu gue cuci tangan."

Aku membuat ekspresi kebingungan. "Cincin gak akan lepas dari jari cuman karena cuci tangan Sherly."

"Ya itu, kan lo!" nadanya meninggi. "Dulu gue pernah cuci tangan, dan waktu disabunin si cincinnya jadi licin sampe lepas masuk ke dalem saluran wastafel. Makanya tadi tuh cincin gue simpen di pinggir," jelasnya.

Belajar dari pengalaman yah?

Yah jika itu aku, aku pun akan melalukan pencegahan seperti yang dilakukannya. Bagus jika cincinnya tidak memiliki harga ataupun kenangan tertentu. Tapi jika itu adalah perhiasan atau barang berharga. Aku tentunya tak akan memaafkan diriku sendiri jika harus sampai terjadi untuk yang kedua kalinya.

"Shīn bisa lo ambilin?" Sherly menatap ke arah antrian di depan kami yang semakin menyempit. "Gue masih harus tetep bayar tiketnya. Gue udah janji bakalan traktir lo. Dan itu bakalan jadi buang-buang waktu kalau kita sampe kehabisan atau ngulang antri lagi dari awal."

Benar sih, dengan antusiasme terhadap film yang sebanyak ini, ada juga kemungkinan bahwa kami tidak akan kebagian jika harus antri ulang.

"Aku gak tahu bentuk cincin kamu."

"Nanti gue kirim lewat WA." Ia langsung mengecek ponselnya, hanya dalam beberapa klik, ia kembali menatapku. "Udah gue kirim. Lokasi toiletnya pas banget disekitar pintu masuk lantai 1."

Aku mengangguk paham. "Hn semoga aja masih ada."

Tak butuh waktu lama, aku segera keluar dari antrian. Langkahku kubuat besar-besar. Bagaimanapum, tujuanku pergi ke bioskop ini adalah untuk menonton film. Tak sudi rasanya jika aku harus melewatkan beberapa adegan, - apalagi bagian pentingnya.

Aku menyentuh tombol lift untuk ke lantai pertama. Tak butuh waktu lama, pintu lift terbuka, aku langsung masuk tanpa melihat atau memperhatikan sekelilingku lagi.

Saat pintu tertutup, kesunyian kurasakan. Satu-satunya yang bisa kulihat selain pintu besi adalah pantulan diriku sendiri yang berada pada cermin di dalam lift.

Cantik ...

Jika hanya untuk menonton, apakah riasan seperti ini bahkan diperlukan?

"Kayaknya aku emang terlalu berlebihan." Aku bergumam sendiri.

Apalagi pada bagian bawah kelopak mata yang berwarna merah muda.

Saat bersiap-siap tadi ... aku cukup senang dengan bagaimana caraku melukisnya. Aku mungkin bukan pelukis yang berbakat atau terlatih. Tapi aku sudah mempertimbangkannya dengan matang. Toh bukannya setiap hari aku akan jalan-jalan seperti ini. Mendandani dan merapihkan diri sendiri untuk menjadi suatu hal yang layak di muka publik ... ini memberikanku sedikit kesenangan.

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang