49 | Anting

1K 241 25
                                    

Ini sih jelas akan sulit. Bukan menjadi masalah besar jika aku mempunyai kelompok sendiri seperti dulu. Tapi jika sendirian ...

---Ini sih sudah jelas solo vs squad.

Aku tak akan menang.

Lagipula orang gila mana yang akan sudi melakukan pertarungan kelompok sendirian? Itu tak apa jika lawan mainnya hanya dua atau tiga orang tapi ini ....

Kakiku terus berlari sekencang mungkin, menimbang-nimbang tentang ke arah mana aku harus pergi.

Aku berbelok ke arah kanan. Jika tidak salah, dulu ... ketika aku membuntuti Fadli, kami memasuki suatu gang. Mereka semua menggunakan kendaraan bermotor, suatu kecurangan yang sangat nista jika permainan yang akan dilakukan adalah kejar-kejaran. Tapi jika aku dapat menggiring mereka ke lokasi dimana benefit itu tidak dapat digunakan. Kemungkinanku untuk lolos dari situasi akan menjadi besar.

Mataku menatap sekitar dengan teliti, ketika gang yang kukenal terlihat, aku segara masuk dan berlari sekencang mungkin. Matahari sudah terbenam sempurna, keadaannya menjadi semakin mencekam karena harus melewati gangnya yang gelap.

Aku menatap sekitar.

Yah ... dalam keadaan gelap seperti ini. Maka akulah yang diuntungkan karena bisa langsung menghilang di kegelapan.

Suara mesin motor sudah tidak dapat terdengar ketika aku semakin jauh ke dalam lorong-lorong.

Lenganku meraih ponsel di saku baju, lalu menekan nomor telepon 110. Suara ponsel yang mencoba menyambungkan terdengar, sementara kakiku berlarian tak tahu arah.

Kapan terakhir kalinya aku berada dalam kondisi seserius ini?

Angin dingin berhembus ketika tubuhku menerobos ruang dan udara.

Bukankah semuanya sudah sangat berlebihan? Apa blunder yang kubuat memang sefatal itu?

"Nomor yang Anda tuju ..."

Pikiranku berkecamuk, ada rasa amarah yang perlahan muncul ke permukaan.

Tanganku dengan gesit kembali memijit tombol-tombol yang sama, suara menyambungkan kini terdengar lagi di tengah-tengah hentakan suara kaki yang kubuat. Aku berbelok.

Hah?

Tunggu.

Apa-apaan?

Aku memperhatikan sekitarku. Ini sama sekali bukan gang pemukiman. Mataku menyipit mencoba melihat lebih detail bermodalkan lampu remang-remang bangunan dan juga cahaya bulan.

---Pasar. Ini seperti pasar yang ditinggalkan. Jalannya berbelok-belok. Aku bahkan bisa melihat ruko-ruko yang ditutup dan berubah kumuh. Sebuah spanduk ku lihat. Aku mulai berjalan pelan dan memfokuskan mataku menyesuaikan dengan gelombang cahaya untuk membacanya.

"Konstruksi?"

Ku kira ini adalah gang menuju pemukiman dimana banyak warga tinggal. Dengan adanya banyak orang setidaknya jika terjadi sesuatu, kemungkinan terburuk akan dapat diminimalisir. Tapi ini?

"Nomor yang Anda tuju sedang berada di dalam panggilan lain-."

Aku tertawa pahit.

Sepertinya ini memang akan menjadi hari tersialku.

Sekitar 4 kali lagi aku mencoba untuk menelpon layanan darurat, sayangnya tak ada satupun yang mengangkat.

Ada apa pula sebenarnya dengan sistem pelayanan di negara ini, bagaimana mungkin?-

Aku menggigit ujung bawah bibirku, situasinya akan benar-benar gawat jika tak ada satupun penduduk sekitar yang bisa ku mintai tolong apalagi ketika polisi bukanlah media yang bisa diandalkan.

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang