16 | Ego

10.2K 1.8K 123
                                    

BRAAKKKK....!


"Maaf ... tangan aku licin."

Aku menatap mereka dengan canggung. Atmosfer yang semula sangat mencekam, berubah menjadi terkaku seketika.

Melihat aku yang menatap polos, gerakan mereka terhenti selama beberapa detik.

Tapi-,

Kai kembali mengangkat tangan kanannya yang mengepal, dan mengarahkannya ke Fadli yang ditindih oleh badannya. Setelah melihat ke arahku selama beberapa detik, dia tampaknya memilih untuk melanjutkan pertarungan.

Yah ... kondisi sudah sepanas itu tidak mungkin akan berhenti hanya karena aku memecahkan barang.

Tangannya mengepal, nyaris tinggal beberapa senti lagi-,

BRAAKKKKKK ... !!

Aku memecahkan barang lain.

Sekarang aku mulai bertanya-tanya, berapa biaya yang harus aku ganti untuk semua kerusakan ini.

Tangan Kai berhenti lagi. Untuk yang kedua kalinya, semua orang mengarahkan netranya padaku.

Aku masih terdiam, memandangi mereka dengan mata polos seolah tak berdosa. Nafas mereka bertiga yang terengah-engah, dan kondisi wajah yang berantakan. Untuk beberapa saat mereka menatap ke arahku dengan intens.

Mengabaikan aku untuk yang kedua kalinya, Kai kembali memperkuat kepalan tangannya hendak meninju Fadli tapi-,

BRAAKKKKK-!!

Tangannya kembali terhenti. Mereka bertiga kembali menatap ke arahku. Kali ini benda yang ku pecahkan adalah guci.

Atau lebih tepatnya jika mereka tidak berhenti, maka aku akan memecahkan seluruh barang yang terbuat dari kaca.

"APAAN SIH LO?!!" Membentak dengan tatapan tajam, tangan Kai tampak gemetaran.

Aku terdiam selama beberapa saat, mencari jawaban yang pas untuk pertanyaan yang ia lontarkan.

"Apanya yang apaan?"

Tentu aku tahu apa maksudnya, mereka berbicara tentang barang-barang yang ku pecahkan.

Alasanku melakukannya, karena jika aku meminta mereka untuk berhenti saat mereka berada dalam kondisi masih berelahi, itu sama sekali tidak akan membantu. Perkataanku tidak akan didengar dan mereka hanya akan fokus menyerang satu sama lain.

Sebisa mungkin, bukan aku yang harus mencari perhatian pada mereka. Tapi mereka sendiri yang secara alami harus mulai memperhatikan ku.

Memulainya dengan melakukan hal seperti ini, adalah salah satu solusi yang ku pikirkan. Tentu saja bukan berarti bahwa cara wajar seperti langsung masuk dalam perkelahian, dan mendorong badan mereka menjauh satu sama lain tidak akan berhasil.

Hal seperti itu bisa dilakukan, tapi prosesnya lama dan aku harus berteriak-teriak agar suaraku terdengar oleh mereka yang sudah kalang kabut ...

Disisi lain, memecahkan barang tidak membutuhkan banyak tenaga ...

Bisa dibilang, sebenarnya aku hanya terlalu malas untuk berusaha memisahkan mereka dengan cara wajar, sampai memakai jalan pintas seperti ini ...

Mengorbankan beberapa properti seharusnya tidak apa-apa bukan? Toh dia kaya ...

Kai mendesis, wajahnya menunjukan ekspresi kesal. "Lo apaan? kenapa pecahin barang?"

"Tangan aku licin." Aku mengulang apa yang ku katakan beberapa saat lalu.

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang