5 | Figuran tidak ada Akhlak

17.5K 2.3K 58
                                    

Pelajaran kali ini Kimia, berlangsung dengan sangat dramatis. Waktu seolah berputar lebih lama. Saat bel istirahat berbunyi, para murid tampak menghembuskan nafas lega. Akhirnya terbebas dari neraka, katanya.

Seperti biasa, Riposha yang duduk di depanku, langsung memutar kursinya. Disisi lain Fika yang ikut mengobrol bersama kami tadi, kembali membawa kursinya untuk ikut bergabung.

Jam istirahat yang biasanya hanya dihabiskan oleh kami berdua, tampaknya akan menjadi bertiga, karena terus kedatangan tamu yang menerobos masuk.

"Gue ikut nimbrung lagi gapapa, kan?"

Selama ini kami hanya mengenal Fika sebatas nama. Tidak lebih. Dia yang tiba-tiba saja menerobos antara aku dan Riposha tampaknya mempunyai cukup banyak sopan santun dan meminta izin terlebih dahulu.

Aku mengangguk sekali tanda setuju. Sedangkan Riposha menyambut Fika dengan penuh senyuman, "Ya boleh dong. Kita sih Welcome aja ke siapapun juga."

Tawa renyah datang darinya. Fika yang di pembicaraan sebelumnya satu frekuensi, sangat disambut baik oleh Riposha.

"Nah kita lanjutin yuk!" Mengatakan itu, mereka kembali mencari posisi senyaman mungkin untuk memulai gosip.

Tadi pagi kami membicarakan tentang Dewan Siswa dan beberapa hal remeh lainnya. Saat pembicaraan masuk ke puncak, guru justru datang menghancurkan suasana. Saat itu kami hanya menghembuskan nafas kasar tanda kecewa.

"Tadi kita baru sampe mana sih?" Riposha yang pertama bertanya.

Semua orang mulai mengingat pembicaraan sebelum guru datang. Diantara kami bertiga, Fika orang yang pertama mendapatkannya. "Kita lagi bicarain Kai sama Lia," serunya.

"Oh iya, bener." Riposha yang juga mulai ingat, ikut berseru, "si Lia katanya jadi babu anak kelas 1, itu bener gak sih?"

"Belakangan ini gue lihat sih gitu, nama anak kelas satunya tuh siapa si?" Fika mencoba mengingat-ingat. Keningnya berkerut menandakan seberapa berusahanya dia. "Ah pokoknya itu deh! Intinya si Lia tuh ngerusakin jam tangannya tuh anak yang harganya ratusan juta."

"Gila!" tanggap Riposha, anak itu bahkan menaikan nada bicaranya. Sesaat kemudian dia menutup mulutnya menyadari itu mengundang banyak perhatian.

Riposha menatap sekitar, takut anak yang dibicarakan masih ada di kelas.

"Udah lo tenang aja. Setiap jam istirahat Lia, kan bakal sama Kai. Dia gak mungkin ada di kelas ini." Fika menjelaskan.

Hal itu langsung saja membuat Riposha mengelus dada, bersyukur. "Haha, untung aja ..." ia berkata sembari cengengesan.

Menarik nafas selama beberapa saat, Riposha mulai menatap antusias lagi, "Jadi gimana akhirnya?"

"Yah gak gimana-gimana. Si Lia dijadiin babu selama dia belum bisa kasih uang ganti rugi."

Riposha mengangguk mengerti. "Tapi, Kai diem aja gitu pacarnya dijadiin babu?"

"Menurut gue sih enggak. Tapi yah balik lagi ..." Fika tersenyum kecut, "bahkan bagi Kai, gak gampang ngeluarin duit ratusan juta. Apalagi dia kan masih pelajar. Punya duit sebanyak itu darimana coba?"

Riposha kembali menangguk, kali ini dengan ekspresi yang agak murung. "Gue kadang kasihan sih sama dia. Hidupnya kok serasa berat banget yah?"

Lia harus belajar keras untuk mempertahankan beasiswanya di sekolah. Sebisa mungkin dia harus masuk 5 besar dalam urutan paralel. Sepulang sekolah dia harus bekerja part time di sebuah cafe. Hidup Lia penuh perjuangan.

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang