"Aku minta maaf, Sherly. Aku harusnya paham apa maksud kamu. Kamu ngelakuin semua yang kamu bisa buat aku, tapi aku malah berfikiran buruk."
Aku terdiam sebentar, melihat kaca mobil berwarna hitam itu memantulkan bayangan wajahku.
"Aku bener-bener minta maaf dan nyesel. Apa kita bisa temenan, lagi?"
Tak ada jawaban yang kuterima. Tapi aku mengangguk cukup puas.
Yah ... begitu saja seharusnya sudah cukup, kan?
Semakin hari, rasanya semakin buruk saja. Anak-anak di kelas ... hampir semua orang rasanya sudah bersatu pada suatu keputusan untuk berpura-pura tak ada yang terjadi.
Tak perlu jauh-jauh berfikir tentang bagaimana caranya atau siapa. Aku juga pernah berada di posisi sebagai penonton. Peran sampingan dimana tahu siapa korban dan penjahatnya. Tapi toh tak ada banyak hal yang kulakukan.
Posisi telah berubah. Daripada fokus pada dendam dan membuktikan siapa pelakunya. Ayo cukup fokus untuk keluar dari posisi target.
Sampai saat ini, ku pikir aku tahu siapa. Sayangnya mau sampai berbusa pun mulutku menjelaskan. Tak ada satupun bukti nyata untuk membuat tuduhan. Melihat tingkah anak lain pun tak berbeda jauh, aku bukannya ingin menyeret dan membawa nama seluruh anak di kelas ke ruang BK hanya untuk menangkap satu tikus yang belum tentu tertangkap.
Salah-salah ... efek yang keterima mungkin menjadi 2 kali lipat karena menuduh orang yang tak tahu apapun.
Aku kemudian melangkahkan kakiku dari pinggir jalan dan maju lurus memasuki gerbang sekolah.
Rasanya ... banyak sekali pertimbangan, hanya untuk sebuah laporan perundungan. Apalagi jika yang terlibat adalah seluruh anak di kelas ...
Untuk saat ini, ayo mulai dengan melalui jalan damai dengan siapapun itu penyebabnya.
.
.
[ Chapter 39 ]
.
.
Rencananya hari ini aku akan meminta maaf. Mengatakan bahwa aku bersalah dan tidak tahu etika. Aku hanya perlu mendatangi Sherly dan mengatakan rasa penyesalan yang kubuat-buat. Entah dia pelakunya atau bukan, akan lebih baik untuk mengakhirinya sampai disini saja.
Itu ... adalah rencananya, akan tetapi.
Begitu pintu terbuka, dan aku mulai memasuki kelas. Untuk pertama kalinya ... kedatanganku membuat semua orang memberikan atensi yang sangat nyata.
Mata mereka membulat seolah melihat hantu. Aku berusaha mengabaikan hal tersebut ... walaupun tentunya ada pertanyaan yang ingin kusuarakan dan perasaan tak nyaman. Tapi mari anggap saja bahwa ini hanya perasaanku saja yang seperti itu.
Jika tidak salah ... kemarin aku pingsan, kan?
Iya benar. Pasti karena itu aku sampai dilihati seperti sekarang. Walaupun mereka sudah sepakat untuk berpura-pura tidak tahu, bukannya mereka tidak mempunyai empati.
Mungkin saja ... hanya mungkin. Mereka sebenarnya sekarang ini sedang khawatir tapi takut untuk bertanya.
Aku duduk dengan rapih di kursiku, lalu menyiapkan buku untuk mata pelajaran pertama. Bisikkan dan kicauan orang mulai terdengar. Aku tidak tahu pasti apa yang mereka bicarakan. Tapi ketika anak-anak di kelas mulai memperhatikanku dan secara bergantian melihat ponsel yang mereka pegang. Tak bisa bohong bahwa aku mulai merasa tak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGURAN
Teen Fiction🌹 FIGURAN blurb : Shīna Gayatri bukanlah tokoh utama. Dia, hanyalah seorang figuran ... Melihat tokoh utama wanita yang disiksa, melihat tokoh pria yang berjuang mati-matian untuk si cewek, juga melihat si Antagonis yang selalu membuat masalah. Di...