- ARC 2 - MAIN CHARACTER

5.3K 907 101
                                    

1.0

Seorang cowok bermata coklat memarkirkan mobilnya dengan tergesa-gesa. Sudah sekitar 2 bulan ia tak datang ke lingkungan ini, sekarang pun, ---waktu menunjukan pukul 11 malam. Ia tak ingin ketahuan oleh orang rumah. Selain akan diinterogasi, sudah pastinya ia akan dimaki juga selama hal itu berlangsung.

Mansion tampak sunyi, kebanyakan dari para pelayan dan pekerja memang sudah masuk dalam jam istirahat sekarang ini. Cowok itu, ---Vero menapakan kakinya di lantai marmer menuju ruangan pusat. Jendela-jendela tinggi menyertainya, lampu kristal juga terpasang di setiap pusat ruangan yang ia lalui. Hingga ia tiba di ruangan yang menyatukan lantai 1, dan lantai 2 ... langkah Vero akhirnya terhenti.

Tangga mewah yang tadinya akan ia lalui, terhalang seorang pria paruh baya disana. Ares, -Ayahnya. Melihat Vero dari atas sampai bawah. Pakaian dan rambut yang berantakan. Tas yang sudah pasti bukan buku isinya. Dan juga beberapa memar yang ada di wajah putranya tersebut.

"Kamu berani datang kesini?" tanyanya.

Vero tidak menjawab. Ia hanya terdiam melihat Ares yang mulai menuruni tangga satu persatu.

"Papah denger kamu dapet masalah lagi di sekolah. Kamu bikin masalah apalagi, huh?"

Vero tidak menjawab. Tangannya justru mengepal erat-erat.

"Saya tanya, kamu bikin masalah apalagi?!" Nada Ares naik satu oktav.

Vero memilin bibirnya, "gak ada," jawabnya pelan.

"Gak ada?"

Ares membawa keluar sebuah amplop berisi surat panggilan ke sekolah. "Terus ini apa?"

Tatapan Vero bergetar, tidak pernah ia sangka suratnya akan ada di tangan Ayahnya, bukan Kakaknya.

Ares mengikis jarak dengan putra bungsunya tersebut. Hingga tersisa jarak satu langkah, ia memperhatikan wajah Vero lekat-lekat. "Kali ini SMA TRIVIA," tekannya, "kamu tahu sesusah apa saya masukin kamu ke SMA itu dengan semua catatan jelek yang kamu punya? Kamu tahu berapa banyak uang yang saya buang buat kamu?"

SMA TRIVIA adalah salah satu SMA dengan akreditas terbaik, dan terkenal dengan siswa-siswanya yang selalu berprestasi. Bukan orang-orang sembarang yang bisa masuk kesana. Maka dari itu, melihat Vero yang kali ini juga menyia-nyiakan hal tersebut. Ares sudah muak. Ia sudah muak dengan segala sifat yang Vero punya.

"Jangankan bikin bangga keluarga. Yang kamu bisa itu cuman malu-maluin keluarga ini!"

Ares sekali lagi melihat surat panggilan yang ada di tangannya. Tanpa aba-aba, semua berkas itu ia lempar ke wajah orang yang ada di hadapannya tersebut. "Mulai sekarang, urus masalah yang kamu buat sendiri!"

Ia kemudian pergi meninggalkan Vero sendirian.

Vero meratapi surat panggilan orang tua tersebut. Hatinya memanas. Memang sejak kapan ia pernah diperlakukan sebagai anak?

"Jangankan bikin bangga keluarga. Yang kamu bisa itu cuman malu-maluin keluarga ini!"

Bahkan sebelum ia berubah menjadi seperti inipun, memang sejak kapan ia dianggap sebagai keluarga? Tidak. Bukankah satu-satunya orang yang meninggalkan dirinya adalah Ares sendiri? Lalu kenapa ia harus terus berjuang untuk memenuhi ekspektasi seseorang yang bahkan tak menganggapnya?

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang