26 | Tahun Ketiga

8.2K 1.5K 313
                                    

.
.
[ Monolog ]
.
- Shīna Gayatri -
.
.

'Kamu harus jadi anak yang baik.'

Perkataan membosankan itu terus tersimpan di kepalaku.

Sejak kecil Ayah selalu mengajarkanku akan kebaikan. Aku dididik dengan sangat baik. Hingga aku bertanya-tanya---apa aturan hidup memang seperti ini?

Pukul 8.00 pagi, tanggal 20 september. Saat itu umurku masih 5 tahun. Sebuah berita di televisi menampilkan seorang pria yang ditangkap karena kasus perampokan. Aku bertanya-tanya, kenapa dia melakukan hal itu? Melanggar hukum, norma, dan juga moral, jika tidak salah, bukankah orang seperti mereka yang dikelompokkan sebagai sampah masyarakat?

Anggap saja bahwa dia kekurangan dalam hal ekonomi, tapi itu bukan berarti bahwa dia harus melakukan perampokan bukan? Dia bisa melakukan pekerjaan yang tidak melanggar hukum, dan menghasilkan uang dari hal tersebut.

Tidak seperti hewan yang hanya mengandalkan insting dan keinginan sesaat, manusia bisa berfikir.

Mereka mempunyai kesadaran untuk menahan nafsu mereka.

Mereka bisa memilah antara yang benar dan salah.

Dan untuk orang-orang yang tidak bisa melakukannya,--- aku menganggap mereka sebagai binatang. Sebagai manusia yang dididik atas dasar kebenaran yang tinggi oleh Ayah, itulah yang aku pikirkan.

Tapi,

Sekarang aku tahu ...

Rasanya terlalu bodoh untuk berpikir seperti itu.

Aku masih terlalu muda untuk menilai dunia. Hasil penilaian yang ku buat saat itu hanya suatu hal yang berasal dari otak berumur 5 tahun. Seolah mengatakan, 'Air tetaplah air, tidak peduli apapun warnanya.'

Aku menilainya sebagai manusia yang buruk karena melanggar hukum, dan rasa kemanusiaan, tapi tanpa aku sadari,--- aku pun menilainya tanpa menggunakan rasa kemanusiaan yang ku punya.

Aku yang berumur 5 tahun, tidak mengerti bagaimana perasaan bekerja. Bagaimana seseorang bisa hancur dan melewati batasan mereka? Bagaimana mereka bisa terdorong untuk melakukan kejahatan? Aku benar-benar tidak mengerti. Dan pada akhirnya penilaian ku berhenti sampai disana.

- Penilaian yang penuh kekeliruan -

Sekarang rasanya nostalgia ...

Aku yang dulu hanya memakan perkataan Ayah mentah-mentah, bahwa manusia memang harus selalu melakukan kebaikan. Mereka yang melakukan kejahatan, apapun alasannya, adalah orang jahat yang pantas dihukum.

Pemikiran yang lucu.

Logikaku terus maju menerawang, tapi hatiku hanya diam dan tertinggal. Penilaian dunia yang rusak, dan kepribadian yang berakhir kacau.

Aku yang berdiri di titik sekarang ... apakah bisa menjadi lebih baik?

.

.

[ Chapter 26 ]
.

.

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang