EVERYTHING IS FAKE | 4

2.2K 205 12
                                    

Hari senin adalah hari yang sangat dibenci oleh para siswa-siswi SMA CAHAYA. Tak heran karena mereka malas sekali berdiri dan tersorot matahari sambil mendengarkan ocehan di depan yang entah berhenti kapan. Sama seperti Hazzfa dan Biya. Ini adalah hari yang dibenci oleh kedua gadis itu. Selain upacara, mata pelajarannya banyak pula.

Kedua gadis itu hanya menundukkan kepalanya agar tak terlalu tersorot oleh matahari. Padahal kata Hazzfa, matahari pagi itu bagus buat kesehatan. Ya walaupun ia juga malas sebenarnya berdiri seperti ini.

Hazzfa mengedarkan pandangannya dan tatapannya berhenti pada satu objek yang tak jauh darinya. Dimana ada Haffaz yang setia menggandeng tangan Selin, tanpa tahu disini ada yang terluka. Sudah terlalu dalam luka yang di torehkan oleh lelaki itu untuknya. Namun mengapa? Mengapa dirinya lemah jika berhadapan dengan lelaki itu? Selalu saja mengalah, selalu saja bersikap baik-baik saja, padahal nyatanya?

Ia menundukkan kepalanya, menahan air matanya agar tidak jatuh. Cengeng sekali memang. Tapi hanya itu yang bisa Hazzfa lakukan.

Hanya menangis dan menangis.

Dalam diam.

Diamnya Hazzfa bukan berarti ia tak cinta lagi pada kekasihnya itu. Namun ia tak mau menambah luka di hatinya. Karena Hazzfa tahu, jika dirinya menegur Haffaz, pasti laki-laki itu akan marah. Ia tak mau hatinya tertoreh luka yang amat dalam lagi, luka yang entah bisa sembuh atau tidak.

Kamu bahkan ngga pernah tau gimana rasanya bertahan mati-matian hanya karena cinta. Bilang saja jika aku bodoh, karena memang itu kenyataannya.

Ngeliat kamu gandeng tangan cewek lain rasanya aku iri Faz. Aku pengeeen banget bisa kayak gitu lagi sama kamu. Bisa bercanda bareng kamu lagi, ngelakuin banyak hal bareng kamu, bahkan aku rindu dengan semua perhatian kamu yang dulu.

Cepat kembali, cepat pulang,
Pasti hati ini akan riang.
Aku menunggu kamu disini,
Untuk menjalani hari-hari bersama lagi.

Setetes air matanya jatuh, dengan cepat ia langsung menghapusnya. Ia tak ingin semua orang tahu bahwa dirinya adalah wanita lemah. Apalagi ditengah keramaian ini.

Walaupun kenyataannya begitu...

Biya menyadari akan hal itu. Ia menatap sahabatnya dengan tatapan sendu, tak tega, itulah yang Biya rasakan. Mengapa harus sahabatnya yang merasakan semua ini? Ia sangat merasa buruk jika air mata itu keluar membasahi pipi mulus gadis itu. Ia merasa bukan sahabat yang baik baginya. "Fa..."

Hazzfa menoleh melihat Biya yang menatapnya dengan tatapan sendu, dengan air mata yang sudah berada di pelupuk mata gadis itu. "Kenapa nangis?" ucapnya, seraya menghapus air mata gadis itu dengan ibu jarinya.

"Drama!" ujar gadis sekelasnya.

Mereka berdua sama-sama menoleh ke arah gadis yang bernama Tika itu. Hazzfa dengan tatapan biasa dan Biya dengan tatapan yang menajam. Baru saja ia ingin menerkam gadis itu namun, tangannya ditahan oleh Hazzfa sambil menggeleng pelan. Biya tahu, Hazzfa itu gadis yang tidak suka memperpanjang masalah, gadis yang sangat sangat penyabar. Tapi sabarnya itu bikin Biya kesal!

"Tapi..."

"Udah ngga papa,"

Biya menghembuskan nafasnya pasrah dan mendelik kesal. Lalu ia menoleh menghadap Tika dengan muka yang menantang. Awas saja dia, jika sudah tak ada Hazzfa, pasti Biya akan menjambak kuat-kuat rambutnya sampe botakkk!

Everything Is Fake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang