Bara berdiri dan berjalan tertatih menuju ruangan tempat ia menyekap Hazzfa. Ia mengeluarkan pistol yang ia simpan di saku celana di belakangnya, dengan di tutupi jaket hitam yang ia pakai.
Dirinya berjalan tertatih sambil tersenyum smirk, seolah-olah ia akan memang melawan mereka. Dirinya telah di selimuti oleh dendamnya, dan kini rahasia yang ia jaga rapat-rapat terbongkar semuanya. Bara memasuki ruangan itu, saat melihat gadis yang bekerja sama dengan dirinya, ia menyodorkan pistol itu kearah mereka semua.
"BERANI LO NYAKITIN DIA, LO SEMUA MATI DISINI SEKARANG!"
Suara yang menggema itu membuat mereka yang ada di ruangan berbalik badan melihat siapa yang berbicara. Mereka terkejut saat Bara menyodorkan pistol ke arah mereka dengan senyum andalannya. Kecuali Selin tentunya.
"Yaelah berani main senjata!" ledek Zidan yang langsung di tatap sinis oleh Bara dan menyodorkan pistolnya tepat di depan Zidan.
"Baru pistol belum gergaji!" ucap Zidan yang sama sekali tidak takut.
Farel menatap sahabat di sebelahnya ini dengan heran. Bisa-bisanya Zidan santai saat pistol itu berada pas di arahnya. "Kalo gergaji ngebunuh perlahan, tapikan kalo pistol lo kena tembak aja bisa langsung mati!"
"Ya mending kalo dia nembaknya tepat, lah kalo meleset gimana?" tanya Zidan mengangkat kedua alisnya.
"Ya kalo meleset, berarti lo masih sekarat belum mati!" kesal Farel.
"Nih denger ya, emang dia pernah nembak pistolnya?"
"Hah? Maksudnya gimana dah?" bingung Farel menggaruk tengkuknya.
"Itu Rel, pistol yang bawahnya emang udah pernah di tembakin ke cewek?" tanya Zidan dengan polosnya.
Farel mendelik kesal saat dengan polosnya Zidan berbicara seperti itu. "Itu hasilnya ada di perut Kara!" Zidan hanya cengengesan mendengarnya.
Dan Haffaz yang mengambil kesempatan, mulai berjalan bertahap menuju gadisnya. Ia takut Bara akan mengambil gadisnya lagi.
"SELANGKAH LAGI LO JALAN, HAZZFA BAKALAN MATI!" ancam Bara yang kini pistolnya beralih pada Hazzfa.
Gadis itu menatap Haffaz dengan tatapan sendu seperti biasa. Jujur saja, ia senang sekali Haffaz membantu dirinya, tapi balik lagi ke hatinya. Kini, hatinya sedikit mati untuk lelaki itu. Lelaki yang telah menyakiti dirinya lebih dari seribu kali mungkin.
Kara, gadis itu berjalan perlahan mendekati Bara. Dan Bara yang menyadari itu langsung ciut begitu saja, tak mungkin kan ia menyakiti wanita yang ia cintai? Apa katanya? Yang ia cintai?
"Bara," panggil Kara dengan tutur katanya yang lembut.
Bara tersenyum saat gadis itu memanggilnya dengan sangat lembut. Dapat Bara lihat, bahwa mata gadis itu juga tak bisa bohong, gadis itu takut, takut dengan amarahnya yang selalu memuncak.
"Lo ngga kangen gue?"
Pertanyaan dari gadis itu mampu membuatnya diam. Ia tak menjawab, bahkan ragu sekali rasanya.
"Gue Kara, sahabat lo. Katanya, lo bakalan jagain gue sampai kapanpun. Tapi, kenapa lo ninggalin gue? Setelah lo nyakitin gue?" air mata Kara mulai jatuh, ia terus mendekati Bara sampai pada akhirnya Bara-pun ikut mendekat.
"G-gue kangen lo Kar," ucap Bara terbata-bata.
"Lo bisa janji sama gue?" tanya Kara dengan serius.
Bara mengangguk-anggukan kepalanya, mengiyakan pertanyaan gadis itu. "Ya Kar,"
"Gue mau, lo janji bakalan sayang sama anak ini," pinta Kara yang mengelus perutnya dengan sayang.
Mata Bara melebar, apa katanya? Sayang dengan anak yang ada di perutnya? Dia pikir dia siapa? "ITU BUKAN ANAK GUE ANJING!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Ficção AdolescenteBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...