Gadis itu hanya diam merenung memikirkan perkataannya tadi pada Haffaz. Ia hanya melamun, bahkan guru yang sedang menjelaskan saja tidak di pedulikan olehnya. Entahlah, ia sangat merasa bersalah pada lelaki itu. Tapi tetap saja, hatinya yang dulu utuh kini berganti dengan kehancuran yang tak bisa di persatukan lagi, ia telah kehilangan seseorang yang membuat dirinya percaya bahwa Tuhan akan kasih bahagia, tapi lelaki itu sendiri yang menyakitinya.
Hari ini, detik ini, dirinya bukanlah siapa-siapa lagi bagi Haffaz, apakah ia terlalu jauh untuk melangkah? Mungkin tidak?
Dalam hati ia selalu bilang semoga kamu kembali sama aku Faz, dan berubah seperti dulu. Namun ia saja tak yakin dengan hatinya. Lelaki itupun tak peduli jika dirinya memutuskan hubungannya, karena mungkin, Haffaz bebas tanpa dirinya yang lemah ini.
"Hazzfa,"
"Hazzfa!"
"HAZZFA!"
Ia terkejut saat guru killer yang sedang mengajar sudah ada didepan dirinya. Perasaan tadi masih dipapan tulis dehhh.
"A-ah, iya Bu, maaf"
"Mikirin apa kamu hah?!"
"Saya dari tadi menjelaskan kamu ngga dengar Hazzfa?"
"Dengar kok Bu, suer" ucapnya yang berusaha berbohong pada guru galakkk ini.
"Sekarang kamu keluar dan hormat didepan tiang bendera sampai jam istirahat!" bentak guru killer itu yang membuat Hazzfa menghembuskan nafasnya lesuh.
Ia berdiri tanpa menjawab sepatah katapun pada gurunya, yahhh pikirannya sekarang kosong, ia hanya memikirkan ucapannya saat bersama dengan lelaki itu.
Biya yang mengerti akan suasana hati sahabatnya itu, ia juga ikut berdiri, keluar kelas menemani Hazzfa untuk hormat didepan tiang bendera dengan panas yang sangat terik. Gapapa dehhh, yang penting gue ga pusing liat materi si singa hahaha.
"Gazbiya!" teriak gurunya saat Biya melangkah keluar.
"Mau kemana kamu?!"
"Nemenin sahabat saya hormat lah Bu! Saya mah setia kawan kali, emangnya ibu!" celetuk Biya.
"Saya? Emang saya kenapa?"
"Yahhh, harusnya kan ibu setia kawan sama singa-singa kelaparan. Mereka kan kembaran ibu!" ucapnya yang langsung lari terbirit-birit, dengan kawan sekelasnya yang sudah tertawa melihat wajah memerah guru killer itu.
"DIAM!"
***
Mereka berdua tengah hormat didepan tiang bendera, banyak siswa-siswi yang menatap mereka dengan tatapan meremehkan, apalagi pada Hazzfa. Dan ia pun baru sadar, jika jam pelajaran ini adalah jam olahraga untuk kelas Haffaz. Sialan sekali, mengapa harus bertemu walaupun tak sedekat yang dulu?
Biya menatap sahabatnya itu dengan tatapan yang sedikit bingung, biasanya Hazzfa akan tersenyum tipis saat Haffaz berjalan di depan dirinya walaupun hanya sekadar lewat saja.
Dan Hazzfa? Kini ia tengah menundukkan kepalanya, bukan karena sinar matahari yang menjadi penghalangnya, namun lelaki itu- Haffaz yang terus memperhatikan dirinya dengan wanita yang bergelantungan di lengan lelaki itu, sama persis seperti MONYET. Ehhh, astagfirullah.
"Liat deh, pelampiasan Haffaz lagi dihukum sama guru hahaha!" kompor Intan pada Selin yang tengah bermanja-manja dengan lelaki bajingan itu, you know lah wkwk.
"Udah jadi pelampiasan Haffaz eh sekarang jadi pelampiasan gurunya, kasian banget hidupnya!" ujar Selin yang berdecih di depan gadis itu.
"Woi jaga mulut lo!" bentak Biya yang sudah habis kesabarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Teen FictionBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...