"Kamu terlalu menyepelekan hati, hingga lupa bahwa kamu juga akan tersakiti"
-larasati"Sorry," ucap lelaki itu dengan nada bersalah.
"Lo?!"
Lelaki itu tersenyum manis kearahnya, seakan-akan ia bahagia bertemu lagi dengan wanita yang ada di depannya ini.
"Danu? Ngapain disini?" tanya Hazzfa.
"Lomba, lo sekolah disini?"
"Iya,"
"Cantik," ucapnya tanpa di sadari.
Hazzfa menatap cengo lelaki di depannya ini, apa katanya? Cantik? Ah, mungkin jika Haffaz yang bicara begitu ia akan terbang setinggi mungkin dengan pipi yg merah merona, tapi jika Danu? Entahlah, bahkan mereka baru kenal saat kejadian tak sengaja kemarin.
"E-eh maaf Fa," gugup Danu tak enak hati.
"Ga papa kok,"
Jujur saja, Danu ingin sekali kenal lebih dekat dengan wanita di depannya ini. Karena menurutnya, Hazzfa itu punya daya tariknya tersendiri, walaupun ia tak secantik wanita lain. Bahkan wanita-wanita yang mengejarnya.
"Lo udah makan?"
Hazzfa menggeleng pelan. "Belum, kenapa emang?"
"Mau makan bareng gue di kantin?" tanyanya hati-hati. Takut di tolak katanya juga.
"Hm, boleh. Tapi emang lo ngga sibuk?"
"Ngga dong,"
"Yaudah yuk!" ajak Danu yang langsung menggandeng tangan Hazzfa, membuat dirinya kaget bukan main. "E-eh Nu,"
"Kenapa Fa?"
Hazzfa mengode menggunakan lirikan matanya ke arah dimana tangannya di gandeng oleh lelaki itu.
"Eh, sorry kelepasan" kekehnya canggung.
Akhirnya, mereka berdua pergi berjalan ke kantin bersama. Kalian tahu pasti kan apa yang di dapatkan Hazzfa? Hanya tatapan sinis yang ia dapatkan, memang selalu begini dan itu sudah biasa baginya namun tak biasa bagi lelaki di sebelahnya.
"Murahan banget, putus dari Haffaz dapet yang lain"
"Bener kata Selin, murahan!"
"Cihhh jalang!"
Kata-kata itu sangat menusuk di hatinya, walaupun ia sudah biasa mendapatkan itu semua tapi tetap saja, hati seseorang itu berbeda, mental seseorang juga berbeda. Yang kuat belum tentu ia benar-benar kuat, dan yang lemah juga belum tentu ia benar-benar lemah.
"Fa?"
Panggilan dari Danu membuat ia menoleh ke arah lelaki itu, Hazzfa tahu pasti Danu sedang tidak enak pada dirinya sekarang, apalagi saat Danu berjalan dengan Hazzfa rasanya, dirinya itu seperti sampah yang hanya di tatap sekilas lalu di hina begitu saja.
Ia hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, bukan senyum manis melainkan tersenyum kecut.
Danu memilih meja paling pojok yang ada di kantin itu, alasannya simpel, ia tak mau Hazzfa mendengar celotehan dan hinaan para wanita yang kurang kasih sayang itu. Dapat dilihat memang dari mata Hazzfa bahwa wanita itu banyak menyimpan kesedihan, entah apa itu dia pun tak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Подростковая литератураBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...