Danu keluar dari mini market yang ia singgahi, namun saat ingin memasuki mobilnya, ia melihat satu mobil yang tak asing baginya, mengemudi dengan cepat. Ia menatap plat nomor mobil itu dengan menyipitkan matanya, dan ya. Dirinya tahu siapa pemilik mobil itu, tapi mengapa secepat itu mengemudi? Ah, kan titan yang nyetir.
Tunggu, tunggu. Perasaannya kini tak enak, entah kenapa ia berfirasat kalau di dalam mobil itu ada gadis yang ia kenali, tapi siapa? Kan hatinya kosong:(
Tanpa berpikir panjang, otaknya langsung tertuju pada satu gadis yang tak lain adalah Hazzfa. Ia memasuki mobilnya, menancapkan gas tanpa memperdulikan bapak-bapak dan ibu-ibu yang memarahi dirinya akibat lalai di jalanan. Ia tak peduli, yang terpenting sekarang, Hazzfa selamat. Dirinya memang benci pada kenyataan pahit yang menimpanya, tapi bukankah ia tak pantas untuk membenci gadis yang tak tahu apa-apa?
Dirinya terus menancapkan gas tanpa peduli dengan lampu merah atau kendaraan lain. Di dalam otaknya kini penuh dengan nama Hazzfa, Hazzfa dan Hazzfa. Ia tahu tujuan lelaki bajingan itu menculik Hazzfa. Karena Bara, ingin membalaskan dendamnya.
Danu berhenti saat melihat mobil yang ia ikuti memasuki gedung tua yang terlihat mengerikan. Sialan, seketika tubuhnya merinding, merasakan ada tante-tante nih di dekatnya.
Ia mengambil ponsel di saku celananya, mencari salah satu kontaknya untuk di hubungi. Ia menghubungi Haffaz, bagaimana juga Hazzfa adalah pacar sahabatnya. Tidak bisa di bohongi memang, jika dirinya juga mempunyai sedikit rasa pada gadis itu. Ingat, hanya sedikit.
"Angkat bangsat!" gerutunya.
Sedangkan, di lain tempat kini Haffaz terus menancapkan gas motornya, tujuannya hanya satu mencari gadis yang ia cintai. Apa? Cintai?
Ia menepi di pinggir jalan saat ponselnya bergetar menandakan ada panggilan masuk. Ia berdecak kesal saat melihat siapa yang menelepon dirinya, buang-buang waktu, pikirnya. Tapi, tak lama kemudian, ponselnya bergetar kembali dengan menampilkan nama yang sama. Ia mengangkatnya dengan perasaan sangat kesal.
"Apaan sih?!"
"Woi bangsat! Ngga usah marah-marah lo sama gue!"
"Ada apa?" to the point, Haffaz.
"Hazzfa diculik!"
"Gue tau anjing! Sekarang gue lagi nyari, tapi lo ganggu!"
"Dan gue tau dimana Hazzfa diculik bajingan!"
"Dateng ke lokasi yang gue kirim!"
Tuttt
Panggilan itu dimatikan sepihak oleh lelaki di sebrang sana. Haffaz berpikir, bagaimana Danu bisa tahu kalau Hazzfa diculik? Dan bagaimana juga dia bisa tahu lokasi penculikan ini? Ah, sial! Dia tak ingin mempermasalahkan ini sekarang. Yang ia pikirkan adalah Hazzfa, ya hanya Hazzfa.
Ia menancapkan gas-nya lagi dengan kecepatan tinggi, tak peduli dengan pengendara motor yang lain. Kini, amarahnya sudah memuncak, mata nyalang-nya siap untuk menerkam mangsanya. Hatinya sudah di penuhi dendam sekarang, dan siapapun orangnya, ia tak peduli.
Haffaz berhenti di depan bangunan tua yang sudah tak terpakai lagi. Ia menghampiri mobil Danu yang berada tak jauh dari sana, memasuki mobil Danu tanpa basa-basi sedikitpun.
"Anjing! Gue kira tante kun!" kesal Danu pada orang yang berada di sebelahnya ini.
"Bacot lo ah! Udah ayok masuk!" suruh Haffaz yang menarik Danu keluar. Ia sengaja memang memaksa lelali itu untuk keluar, karena Danu itu pengecut sekali sama hal-hal yang gelap.
"Ngga nunggu tiga anak bego dulu?"
"Siapa?"
"RAFAZI. Raka, Farel and Zidan," ucap Danu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Подростковая литератураBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...