"Kamu itu seperti duri yang ada dibunga mawar, awalnya membuat diriku bahagia, tapi jika terkena duri itu akan membuatku sakit. Sama, seperti dirimu"
-HazzfaNaeema***
Seorang anak lelaki muda sedang duduk di balkon kamarnya. Entahlah, rasanya hatinya ini tak tenang, ia merindukannya, merindukan gadisnya yang dulu. Bulan dan Bintang di atas sana pernah menjadi saksi antara cintanya dengan cinta gadisnya itu, tapi sekarang? Bahkan bisa di bilang hubungan mereka Toxic Relationship. Hubungan yang tak seharusnya di jalani.
Egois.
Emosional.
Semuanya tertanam dengan tinggi di dalam hatinya. Pemuda itu tahu, tahu bahwa dirinya salah akan gadisnya itu, tahu jika dirinya hanya salah paham saat melihat gadisnya bersama dengan lelaki lain. Tapi sekarang kejadian itu terulang lagi, inilah yang membuat diri pemuda itu semakin emosional di buatnya. Melihat gadis itu dengan lelaki di kelasnya saja membuat emosinya memuncak, lantas bagaimana jika melihat gadisnya itu jalan bersama dengan sahabatnya?
Jika bersaing dengan orang lain, tentu saja ia akan mampu. Tapi jika bersaing dengan sahabatnya sendiri? Sialan sekali!
Terkadang, otaknya juga tak bisa di ajak berpikir. Berpikir, apakah gadisnya bahagia selama ini bersama dirinya yang sangat amat kasar dan tak bersyukur memiliki wanita yang mempunyai hati lembut sepertinya?
Ia mengacak rambutnya kasar, matanya memerah, hatinya berdenyut nyeri, entahlah apa yang ia rasakan. Hatinya seakan-akan memanas saat melihat Hazzfa bersama dengan Danu yang notabenenya adalah sahabatnya sendiri. Kepalanya banyak sekali pertanyaan-pertanyaan, mulai dari bagaimana mereka bisa mengenal? Bagaimana mereka bisa se-akrab itu? Dan bagaimana... Hazzfa bisa tertawa lepas saat bersama dengan lelaki itu?
Amarah di hatinya memuncak, mulutnya sudah gatal ingin mencaci maki gadis yang sering ia sebut dengan kata jalang.
Tunggu saja.
"Arrgghhhh!"
"ANJING!"
***
Gadis mungil nan cantik itu melambaikan tangannya ke arah lelaki yang baru saja mengantarnya pulang karena telah berjalan-jalan ke tempat yang menurutnya indah.
Hazzfa, senyuman gadis itu tak luntur juga saat Danu telah pergi dari rumahnya. Bahagiaaaaa sekali rasanya bisa menikmati pemandangan sambil tertawa bahagia.
Setidaknya, rasa sakit yang basah tadi, kini telah mengering walaupun sedikit. Jika mengering juga bekasnya tak akan pernah hilang, rasa sakitnya juga tak akan pernah hilang. Selalu ada, namun tak di cintai, itu rasanya sangat sakit di bandingkan putus cinta. Ya walaupun menurut gadis itu putus cinta adalah hal yang sakit juga.
"Jadi gini, rasanya bahagia didalam kepedihan yang menyakiti selama ini"
Ia melangkahkan kakinya memasuki rumah, tapi keningnya mengkerut saat ada yang janggal pada rumahnya itu. Mengapa pintunya tak terkunci? Padahal pagi tadi ia sudah kunci karena ingin pergi sekolah, tapi sekarang?
Dirinya melangkah hati-hati memasuki rumah itu, ia menghidupkan lampu ruangan tengah, tempat biasa ia bersantai ria sambil menonton film favoritnya, Suara Hati Istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Teen FictionBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...