"Bukan ikhlas, melainkan terpaksa"
Kini semua keluarga telah berkumpul di kediaman keluarga Alm. Biya, dengan di iringi awan gelap padahal ini masih jam 08.00 pagi. Hazzfa masih tak percaya dengan apa yang menimpanya, ia pikir ini hanyalah mimpi, namun semua itu nihil. Bersandar di kursi yang telah di siapkan dengan teman-teman lainnya, tapi tetap saja pandangannya kosong menatap ke arah orang-orang yang menangis pilu akibat kehilangan gadis pemberani seperti Biya.
Tatapannya jatuh pada Raka yang kini menangis meminta maaf kepada kedua orang tua Biya. Dirinya hancur, Raka hancur, orang tuanya juga hancur begitupun dengan teman-teman dekat Biya. Mereka semua hancur, karena kehilangan.
Ingin rasanya menghampiri tempat Biya yang terbaring tenang seolah ia tak tahu banyak tangis pilu di dalam rumah ini. Akhirnya, ia menghampiri tempat dimana mama dan papa Biya berada, dengan Raka yang terus menangis.
"Tante" panggil Hazzfa pelan.
Wanita paruh baya itu menoleh dengan mata sembabnya. Dan detik itu juga ia memeluk Hazzfa dengan erat, karena ia tahu bagaimana hancurnya Hazzfa di tinggalkan oleh orang yang peduli padanya. Ia mengerti, bahkan menurut dirinya,Hazzfa lah yang paling hancur di antara semuanya. Karena hanya gadis itu yang dekat dengan Biya, bahkan orang tuanya pun sibuk bekerja tanpa memikirkan keadaan anaknya. Dan sekarang? Mereka menyesali itu, menyesal telah menyibukkan diri mereka di depan computer tanpa memikirkan gadis yang mereka tinggalkan sendiri dirumah. Bahkan, mereka tak pernah menganggap serius penyakit anaknya itu.
"Yang sabar ya nak, jangan sedih lagi. Kamu kan tau, Biya paling ngga suka liat kamu sedih kayak gini," ucap Sifa, mengelus pundah Hazzfa seperti anaknya sendiri.
"T-tapi tante, gimana hari-hari aku selanjutnya? Aku ngga sanggup tante, aku ngga bisa. Cuma Biya, cuma dia yang ngertiin keadaan aku. Ngga ada orang lain tan, ngga ada" isaknya dalam pelukan wanita paruh baya itu.
Lelaki yang tak jauh dengan mereka merasakan sakit di hatinya saat mendengar curahan gadis itu dengan isakannya. Haffaz, kini dirinya menunduk dalam-dalam, tak kuasa melihat wajah gadis itu yang sudah memerah. Ia sadar, betapa jahatnya ia pada gadis itu dari dulu bahkan hingga sekarang. Dan mulai sekarang, detik ini juga, ia berjanji pada dirinya untuk meminta maaf dan memperlakukan gadis itu dengan kasih sayang. Dan jujur saja, hatinya juga kini menyadari bahwa ia masih mencintai Hazzfa.
Raka, kini lelaki itu masih menunduk tak percaya dengan apa yang ada di depannya ini. Yang biasanya ia akan pergi kemanapun menemani gadisnya, kini sudah tak ada lagi. Semuanya telah hilang bersamaan dengan perginya gadis yang ia cintai. Ia menyesal, sangat menyesal telah membiarkan Biya memeluk dirinya dan menyelamatkannya. Bodoh, sungguh bodoh!
Raka menunduk di depan Evan, ayah Biya, dengan air mata yang masih mengalir deras di pipinya. "Maaf om maaf, maafin Raka udah buat kalian kehilangan Biya. Ini semua salah Raka om, tante, semuanya salah saya. Kalo aja kemarin saya ngga bawa Biya ke dalam masalah saya, Biya pasti masih sama kalian. Maaf, maaf" ucapnya yang terus memohon.
Pria paruh baya itu menggelengkan kepalanya, mengusap pundak Raka yang menangis di depannya. "Ngga, ini bukan salah kamu. Semua ini salah saya, coba aja kalo saya ngga sibuk sama kerjaan pasti Biya ngga akan pergi secepat ini. Tapi, semuanya udah takdir nak. Saya menyesal telah mengabaikan Biya seperti itu dan sekarang saya kehilangan dirinya untuk selamanya,"
"Sekarang, saya sudah mengikhlaskan anak saya pergi, karena dia sudah berada di pangukan Tuhan. Kalo kamu bertanya, secepat ini saya mengikhlaskan? Karena saya ngga mau membuat Biya sedih di atas sana, Dan kamu, kamu hanya perlu melakukan apa yang saya lakukan nak. Ikhlaskan, biarin Biya pergi dengan tenang. Om tau, bahwa ini semua berat untuk kamu juga om, tapi itulah yang harus kita lakukan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Teen FictionBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...