happy reading🤗
vote yuk, gratis kok🤪
***
"Lebih baik mempunyai satu sahabat tapi selalu ada, daripada mempunyai banyak teman namun datang saat butuhnya saja"
-HazzfaNaeemaHazzfa mengembuskan napasnya kasar setelah keluar dari angkutan umum yang tadi ia naiki untuk pergi ke sekolah. Hazzfa itu mandiri, tidak pernah bergantung dengan siapapun. Ya memang kenyataannya ia harus mandiri. Jika kalian bertanya mengapa ia harus memilih hidup mandiri? Jawabannya, karena dirinya hanya hidup sendiri. Sendirian dirumah yang cukup besar tanpa ditemani siapapun dan hanya ditemani oleh kesepian.
Orang tuanya?
Ayah dan ibunya meninggal dunia tepat 2 tahun lalu saat ia masih duduk di bangku SMP. Sudah 2 tahun juga ia hidup sendiri dan mandiri sampai sekarang. Namun dirinya bersyukur karena tantenya (kakak dari ibunya), masih ingin membiayai sekolah Hazzfa. Ia ingin sekali mencari pekerjaan paruh waktu agar tidak terus-menerus merepotkan tantenya, namun ia dilarang oleh tantenya katanya 'kamu cuma perlu sekolah ngga perlu kerja, nanti tante bakalan pulang ke Indonesia'
Tantenya itu sudah lama menetap di Amerika dikarenakan ikut oleh suaminya. Sebenarnya saat orang tua Hazzfa meninggal, ia disuruh ikut ke Amerika dan lanjut menempuh pendidikannya disana. Namun dirinya menolak mentah-mentah. Ia tak mau meninggalkan rumah yang banyak kenangannya ini, apalagi makam ayah dan ibunya yang berada di kota jakarta ini.
Ia berjalan dikoridor sekolah, tak heran banyak tatapan dan lontaran pedas dari siswa-siswi yang tidak menyukai dirinya hanya karena ia berstatus sebagai pacar dari Haffaz, lelaki yang terkenal se saentro sekolah dengan gaya bad boy nya itu.
Bahkan sampai-sampai ia dituduh menjadi orang ketiga dalam hubungan Haffaz dan Selin. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Selin lah yang menjadi orang ketiga dalam hubungan dirinya dan Haffaz. Tapi mengapa mereka selalu memojokkan dirinya? Mungkin ia harus sadar diri, karena good looking selalu terus dibela walaupun salah.
Baru saja ia ingin memasuki kelasnya namun tatapannya teralih pada sepasang kekasih yang tengah berjalan bersama, dengan si wanita yang memeluk erat pinggang lelakinya, dan si lelaki yang merangkul pundak wanitanya. Matanya berkaca-kaca, hatinya menjadi hancur lagi dan lagi. Kapan ia bisa seperti itu lagi dengan Haffaz? Ah! Sepertinya tidak mungkin. Haffaz saja melewatkan dirinya santai dengan wanita lain. Ayolah, Hazzfa. Tidak boleh banyak berharap.
Ia menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan pelan. Ia melangkahkan kakinya memasuki kelas XI IPA 2, dimana memang itulah kelasnya. Ia tidak duduk sendiri, melainkan bersama sahabatnya, Gazbiya Narendra, yang kerap disapa Biya.
"Fa? Kenapa? Kok lemes banget? Sakit? Belum makan?" tanya Biya, bertubi-tubi.
"Ngga biy, ngga papa kok" ujar Hazzfa tersenyum.
Memang dikelas ini, Hazzfa hanya dekat pada Biya, orang yang dari kelas 10 selalu mau berteman padanya. Padahal satu sekolah membencinya. Hanya Biya lah yang mengerti dan memahami keadaannya, hanya wanita itulah yang peduli padanya sampai sekarang. Setiap hari ia berdoa, agar Biya selalu disampingnya menjadi teman untuk selamanya. Semoga.
"Biy, gue boleh nanya?"
"Nanya tinggal nanya, ribet banget lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Teen FictionBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...