PART - 36
Rasa sakit itu tak pernah berhenti untuk menyerang hatinya, tapi ia berfikir 'Rasa sakit kemarin, adalah kekuatan hari ini'
Menguatkan diri sendiri memang bukanlah hal yang mudah, tapi itu harus ia lakukan paksa terhadap dirinya sendiri. Sampai kapan ia akan dipandang lemah oleh orang-orang sekitarnya? Bahkan, tunangannya pun memandang dirinya adalah gadis egois.
Mau seburuk apapun harinya, ia akan berusaha untuk selalu tersenyum. Karena itu adalah hal paling berharga yang ia miliki diseluruh dunia ini. Ya, senyumnya adalah kekuatannya, walaupun senyuman itu terlihat sangat miris sekalipun.
Ia memilih untuk keluar rumah, sambil sesekali memandangi tempat yang ia tinggali sekarang. Rasanya ia ingin kembali ke Indonesia, tapi itu sangat tidak mungkin baginya. Ia punya luka yang dalam akibat terlalu percaya pada manusia.
Jika luka ini sembuh, jika Tuhan masih memberikan kesempatan untuk hidup, ia akan berjuang meraih mimpi yang selalu didambakan oleh sahabatnya.
"Mimpi lo ngga akan berakhir setelah mencapai langit, tapi akan dimulai saat lo melampaui batas."
"Ukuran kesuksesan lo, tergantung sama ukuran keyakinan lo."
Ia tersenyum kecut saat mengingat kata-kata motivasi paling berarti dihidupnya. Mungkin, jika boleh ia akan meminta agar Biya kembali kesini menjalani hidup berdua dengannya lagi.
Kepergian sahabatnya meninggalkan luka paling parah dihatinya. Dan kini, ia berteman lagi dengan kesepian didalam kegelapan yang terus menyelimuti dirinya. Jika ia menangis darah pun, tidak akan ada yang peduli padanya. Ia hanya sendiri.
Tidak ada yang mengerti rasa sakit ini, tidak ada yang tahu seberapa dalam luka yang tertoreh dihatinya.
No parents, No friends
There is only loneliness in the dark.Ia berdiri dari kursi yang telah disediakan ditaman tempat biasa ia kunjungi. Matanya membelalak akibat terkejut melihat seseorang didepannya, seseorang dari bagian 'masa lalu' nya. Dengan perasaan campur aduk, ia cepat-cepat menetralkan wajahnya kembali, lalu dirinya berjalan melewati orang itu.
"Hazzfa,"
Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari sebelumnya, matanya memanas saat orang itu memanggil nama dirinya yang lama.
"Sorry," ucap orang itu yang menunggu Hazzfa menghadap dirinya.
Hazzfa menarik nafasnya dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Perlahan, ia membalikkan tubuhnya dengan berani.
"Sorry?" ujarnya.
Orang itu mendekat ke arahnya, menatap lekat mata hazel miliknya. Hazzfa yang menyadari, risih akan hal itu. Dengan sangat berani, ia membalas tatapan itu dengan datar tanpa ekspresi sedikitpun.
Mengapa? Mengapa disaat ia sudah memiliki sedikit ketenangan, hidupnya selalu dihantui oleh mereka yang sama sekali tidak pernah mengerti akan dirinya? Mengapa disaat ia sedang berusaha melupakan, dampak masa lalu malah datang lagi dihidupnya?
"Maaf, Hazzfa" ucapnya dengan nada yang terdengar sangat menyesal.
"Sorry? I'm Hira, not Hazzfa!" jawabnya membenarkan.
"Jangan pura-pura lagi Fa. Gue tau, lo nyamar supaya Haffaz ngga bisa cari lo kan?" tanya Selin.
"I don't know you!"
"You know me! Maaf Fa. Gue tau, gue salah! Tapi apa gue salah juga, kalo gue minta maaf sama lo?"
Rasanya percuma jika ia menyamar didepan masa lalunya.
"Gimana lo bisa tau gue disini?" tanyanya dengan wajah yang sangat datar.
"Karena gue mencari tau," jawab Selin dengan santai.
Hazzfa tersenyum miring mendengar ucapan Selin. Ia menatap sinis gadis didepannya dengan perasaan sangat jengkel.
"Gue lupa, kalo seorang Selina Liany, bisa melakukan apapun"
"... sekalipun cara dia murahan!" bisik Hazzfa melanjutkan ucapannya.
Hazzfa tersenyum sinis kearahnya.
Selina hanya bisa tersenyum kala Hazzfa berbicara seperti itu. Apa boleh buat? Apakah pantas jika dirinya marah pada gadis itu? Ia pantas mendapatkan kata-kata itu semua dari seorang gadis tak bersalah yang telah ia sakiti.
"Iya, Fa. Gue pantas dapetin itu dari lo,"
"Wow. Memang lo pantas sih. Kenapa ya, gue yang dulu itu bego banget sampai-sampai gue tunduk sama lo?"
"Tapi asal lo tau, gue adalah Hira, gadis kuat, pemberani dan tidak akan diam jika ditindas oleh orang lain. Dan perlu lo ingat, gue bukan Hazzfa si gadis lemah yang bodoh!" Ia tersenyum sinis kearah Selin, berbeda dengan hatinya yang kini menangis menahan sesak bahwa kenyataannya ia masih gadis lemah dengan kebodohannya.
"Untuk apasih lo datang dikehidupan gue lagi? Ngga cukup sama luka yang lo kasih ke gue dulu? NGGA CUKUP LIN? HAH?!" bentaknya yang sudah terbawa emosi.
Selin menangis, sekarang bukan air mata buaya lagi yang ia tunjukkan, melainkan air mata penyesalan yang sangat dalam.
"Gue benar-benar minta maaf sama lo, Fa. Gue cuma mau lihat lo kembali lagi sama Haffaz, karena cuma lo yang pantas buat dia."
"Orang bodoh itu sombong dan lemah, kayak gue. Dan orang bijak itu rendah hati dan kuat, kayak lo,"
"Lo tau? Dia depresi kehilangan lo, Fa. Dia selalu mabuk-mabukan, selalu nyebut nama lo, dia selalu bilang..."
'Gue cuma mau ketemu dia, gue mau minta maaf, sehabis itu terserah takdir Tuhan. Jika gue matipun, gue bahagia karena udah mendapatkan maafnya serta melihat wajah cantiknya'
"Lo harus tau, Fa. Dibalik semua kekerasan yang Haffaz berikan ke lo, dalangnya adalah gue. Gue sering fitnah lo depan dia, bahkan gue sering bilang sama dia..."
'Gue akan buat Hazzfa hancur, kalo lo ngga mau jadi milik gue seutuhnya'
"Yang paling bikin gue sakit, dia selalu jawab..."
'Jangan sakiti Hazzfa, cukup gue. Luka yang gue kasih ke Hazzfa udah cukup buat dia menderita.'
'Gue cuma mau liat dia bahagia, karena senyum dia adalah semangat gue.'
"Tapi lo juga harus dengar kenyataan ini, bahwa sebenarnya ada orang lain dibalik perbuatan gue, ke lo dan Haffaz."
"Dan orang itu ada disekitar lo,"
Dua orang gadis sedang duduk di caffe yang tak jauh dari taman. Hazzfa menatap mata hitam milik Selin dengan sinis, jujur saja ia masih jengkel dengan gadis itu.
"Lama banget lo tinggal kasih tau aja!" kesalnya menggerutu.
"Bentar, Fa. Gue takut ada mata-mata,"
"Ya, tinggal colok aja matanya biar ngga ada mata-mata lagi!"
"Ngga gitu bego!"
***
lop uuu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Teen FictionBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...