"Dulu kamu memberikan ku langit cerah dengan matahari sekarang, kamu memberikan ku langit gelap dengan hujan."
Kedua gadis itu kini tengah berjalan di koridor sekolah. Hazzfa dan Biya, yang bercanda ria tanpa memperdulikan tatapan-tatapan sirik mereka.
Tapi, yang Hazzfa lihat, bukan tatapan sinis seperti biasanya. Melainkan tatapan mereka kini berbeda, menyiratkan banyak kebencian, jijik, apalagi saat mereka saling berbisik satu sama lain. Biasanya tak seperti itu, hanya saja ia merasa kini berbeda.
"Fa? Kenapa?"
"Ah, ng-ngga, gapapa"
"Gue tau, lo ngga nyaman sama tatapan mereka, tapi yaudahlah, anggep aja mereka monyet-monyet berkeliaran"
Hazzfa hanya terkekeh mendengar jawaban Biya, ditambah dengan wajah gadis itu yang juteknya nauzubillah.
Mereka bercanda kembali, dengan Biya yang menggenggam tangan Hazzfa, ya namanya juga sahabat, tak salah kan jika hanya bergandengan?
Langkah mereka terhenti saat jalannya dihadang oleh orang-orang yang tidak tahu diri. Yang selalu saja buat onar, tanpa mau mempertanggung jawabkan perbuatannya. Siapa lagi jika bukan Selin dkk bersama Haffaz dkk.
Selin bersedekap dada, ia melangkahkan kakinya mendekati Hazzfa dengan senyum miringnya. Kemarin ia boleh kalah, tapi tidak untuk hari ini dan seterusnya, mungkin?
Hazzfa dengan sekuat tenaga menahan genggaman tangannya dengan Biya, ia tak ingin melepaskannya, hanya Biya satu-satunya yang ia punya, hanya Biya sahabatnya. Ia menatap Selin dengan tatapan yang tak bisa di artikan, semuanya campur aduk. Sedih, takut itu sudah pasti ada dalam tatapannya.
Prokk Prokk Prokk
Suara tepukan tangan itu berhasil membuat ia dan Biya bingung. Tidak ada pesta, tidak ada lomba, tapi mengapa Selin tiba-tiba bertepuk tangan? Pas di depan dirinya.
"Liat guys, ternyata cewek yang selama ini punya sikap baik, hatinya busuk juga!"
"Keren juga, bitch kaya lo masih bisa tertawa, saat semuanya udah tau kalo lo itu beneran JALANG!"
"BANGSAT!" Biya tersulut emosi, lantas ia meninju wajah Selin dengan lumayan keras.
Selin hanya acuh pada Biya, yang terpenting sekarang adalah membuat Hazzfa malu dan tidak mempunyai harga diri lagi.
"Kenapa? Lo ngga terima sahabat lo gue bilang jalang? Tapi gimana ya, kenyataannya emang gitu kok,"
"Lo liat langsung aja ke mading,"
Tatapan Hazzfa sendu seketika, masalah apa lagi ini? Perkataan Selin begitu membekas di pikirannya, mading sekolah? Apa maksudnya?
Ia langsung berlari keluar dari kerumunan itu dan menuju mading sekolah, dengan di susul Biya di belakangnya. Nafasnya tercekat, dadanya bergemuruh hebat, air matanya tak bisa lagi ia bendung, ia menggelengkan kepalanya menatap tak percaya foto di depannya. Kakinya terasa lemas saat ini, hatinya hancur, siapa orang yang tega melakukan ini padanya? Salah apa dirinya? Bahkan ia tak pernah berbuat salah pada siapapun.
Yang bisa ia lakukan hanya menangis, sumpah demi apapun, dirinya tak melakukan hal se-menjijikan itu. Bahkan dekat dengan lelaki manapun ia tak pernah, kecuali Haffaz. Dan juga kedekatan dirinya hanya berlangsung 2 bulan dengan lelaki itu, namun siapa yang ada di foto ini? Mengapa wajahnya tidak di tampakkan? Tapi di buat seolah-olah itu dirinya, bahkan bajunya pun sama dengan baju yang Hazzfa punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Teen FictionBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...