"Karena pada kenyataannya, sahabat lebih berarti di bandingkan dengan kekasih yang hanya bisa menyakiti"
***
Gadis yang tak lain adalah Hazzfa, kini ia sedang bersama dengan Biya di taman belakang sekolah. Sebenarnya sih Biya ngga suka kesini, katanya banyak xixixixi, tapi kalo Hazzfa yang maksa? Gimana mau nolak?
Biya menatap Hazzfa yang berada di sampingnya, dengan bibir yang masih mengunyah keripik kentang miliknya. Ia juga heran, tumben sekali Hazzfa mengajak dirinya untuk kesini?
"Fa? Kenapa lo ngajak gue kesini?" tanya Biya dengan raut wajah bingungnya.
Hazzfa hanya menghela nafasnya saat Biya berbicara seperti itu. Entahlah, firasat gadis itu hanya tidak baik, ia seperti merasakan sangat jauh pada semua orang dan hanya mempunyai Biya saat ini.
"Ngga Bi, cuma pengen ketenangan aja"
Ia menghadap sahabatnya dengan tatapan aneh, tapi tetap saja, bibirnya tak berhenti untuk mengunyah makanan ringan yang masih berada di tangannya. "Lo kenapa? Cerita cepet,"
Hazzfa menggelengkan kepalanya tersenyum pada Biya. Inilah yang Hazzfa suka, tak ada yang mengerti selain Biya, dan hanya Biya yang bisa membuatnya seperti manusia pada umumnya. Ya, hanya gadis itu yang tidak menatapnya dengan tatapan yang biasa ia dapatkan. Karena itulah, ia sangat tidak ingin kehilangan Biya, sungguh tidak ingin.
Tapi, Biya mengerti akan senyum yang di tunjukkan sahabatnya. Ia sangat-sangat mengerti. Hazzfa' gadis itu tak pernah menunjukkan bahwa dirinya sedih kepada orang lain kecuali Biya, tak pernah lelah akan semua masalah yang menimpanya. Biya akui, Hazzfa gadis terkuat yang ia temui. Dan jika bisa ia berjanji, ia akan janji tidak meninggalkan Hazzfa sendirian di dunia kejam ini. Namun bagi dirinya, janji itu hanya obat penenang.
"Tapi, senyum lo ngga bisa nipu gue Fa," ucap Biya yang langsung ditatap sendu oleh Hazzfa.
"Mata lo juga,"
"Biii..."
"Cerita Fa, ada apa? Lo kenapa? Siapa yang buat lo sedih?" tanyanya.
Air mata Hazzfa luruh seketika, ia tak bisa menahannya jika sudah berurusan dengan Biya. Dirinya tak sekuat yang sering ia tunjukkan pada orang lain, dan dirinya akan lemah jika sudah berhadapan dengan Biya. Ya, memang pada kenyataannya, ia hanyalah gadis lemah yang berusaha bertahan hidup di dunia yang kejam ini.
"Kenapa mereka ngga bisa ngehargain kehadiran aku Bi? Kenapa cuma kamu? Kenapa mereka selalu mandang aku rendah? Kenapa Bi?..." Bibirnya bergetar, ia tak mampu menahan tangisnya lagi, dan semuanya kini pecah di dalam pelukan sahabatnya.
"Karena lo spesial,"
"Lo spesial Fa, lo dikasih hati dan bahu yang kuat untuk menjalani semua ini. Lo tau? Tuhan sayang sama lo, maka dari itu, Tuhan mempertemukan kita, gue dan lo."
"Jangan nangis Fa, hal kayak gitu ngga pantas untuk lo tangisin,"
Biya memeluk tubuh Hazzfa dengan erat, sangat erat. Ia tak ingin melihat Hazzfa menangis lagi, namun kenapa masih saja ada orang yang membuat sahabatnya ini tersakiti?
"Aku sayang Haffaz, tapi kenapa dia jahat sama aku Bi?"
Hatinya hancur seketika. Rasanya sangat sakit mendengar isakan tangis Hazzfa yang menyakitkan itu. Haffaz- karena lelaki itulah sekarang sahabatnya menjadi lemah. Ia benci, sangat benci dengan lelaki yang hanya bisa menyakiti wanita.
"Lupain dia, dia ngga pantas untuk gadis baik kayak lo. Pelacur dan pengkhianat, mereka pantas bersatu. Dan lo, lo itu bidadari Fa, jangan mau jatuh cinta sama pangeran jahat kayak Haffaz,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Is Fake
Teen FictionBagaimana jika jadinya aku hanyalah butiran debu bagi kamu yang benar-benar batu? Butiran debu yang hanya di lewatkan dan tidak di pedulikan. Bagaimana jika jadinya aku tetap mencintaimu walaupun sikapmu berbanding terbalik denganku? Apa aku harus m...