Bab 41

49 32 73
                                    

Huwe..., nggak kerasa udah bab 40-an 😁

Semoga kalian makin suka sama ceritanya, meskipun terkadang absurd, hehe

Klik bintangnya jangan lupa 🌟

Selamat membaca^^

***

Pagi, sang surya tanpa malu-malu menyapa dari sela-sela dinding rumah dan pepohonan. Udara segar masih sangat melegakan pernapasan, meskipun sudah pukul sembilan. Azura menyambut hari barunya dengan pikiran yang penuh. Apa yang menimpanya semalam, masih terekam jelas diingatan.

Azura melangkah gontai menemui tamunya, Rafka. Lelaki itu datang sepagi ini untuk melihat keadaan Azura. Semalaman matanya tidak bisa menutup dengan tenang. Bayangan Saka muncul di benaknya. Baru setelah subuh dirinya bisa tertidur, walau hanya beberapa jam.

"Pagi-pagi udah ngapel aja, Mas," sambut Azura seraya duduk di sebelah Rafka

"Mau pastiin pacar aku baik-baik aja."

"Nggak pacaran, Raf." Selera bicaranya menurun. Ia hanya menjawab seadanya. Wajahnya pun tidak menunjukkan ekspresi yang berarti.

"Lebih tepatnya nggak pernah putus, Ra," balas Rafka dengan intonasi yang biasa digunakan Azura saat kesal dengannya.

"Ya udah, kita putus."

Rafka tersentak. Tidak terlintas opsi jawaban itu. "Kenapa?"

"Aku nggak pantas," jawab Azura menunduk.

Sejak tadi matanya tak melihat mata Rafka. Kalaupun harus melihat lawan bicaranya, ia lebih memilih menatap bagian wajah lain, atau bahkan bagian tubuh Rafka yang lain. Ia sungguh menghindari kontak mata.

"Ra?" Rafka hendak menyentuh tangan Azura, tetapi gadis itu menarik menjauh. "Are you okay?" mimik wajahnya mengisyaratkan kecemasan.

Azura tidak menjawabnya. Perempuan itu masih terdiam. Pandangannya mengarah pada lantai keramik. Rafka tahu persis, sikap Azura disebabkan kejadian semalam. Harusnya ia cincang saja keparat itu.

"Kamu nggak pantas dapat aku." Suaranya terdengar sangat lirih. Mendengarnya, cukup menyayat hati Rafka.

"Aku bikin kita salah paham setahun. Aku nggak mau dengerin kamu. Aku penyebab semua masalah di hubungan kita. Semua yang terjadi karena Azura." Azura meneteskan air matanya. Tatapannya kosong, ia merasa kehilangan seluruh harapannya. Jatuh dalam sebuah lubang kecil yang sangat dalam.

"Sstt ..., bukan sepenuhnya salah kamu. Udah, ya." Rafka mendekatikan telunjuknya di bibir Azura. Kemudian memeluknya.

Tangannya mengepal. Ucapan Azura pasti hanya sebuah alibi, alasan utamanya adalah Saka. Kalau bukan karena lelaki itu Azura tidak akan menyalahkan dirinya.

Seruan sumpah-serapah menggebu di batin dan juga benak. Benci sekali terhadap Saka. Nama itu sudah masuk dalam daftar hitam. Tak akan lagi berurusan dengannya, tentang apapun itu, terlebih menyangkut dengan wanita yang dicintainya.

Azura menumpahkan semua air mata. Bayangannya tersasar pada Saka. Ia tidak habis pikir, kakak tingkat yang ia sukai karena sikap baiknya, kakak tingkat yang selalu membantunya mengerjakan tugas kuliah maupun HIMA, nyatanya semua itu hanya sebuah kepalsuan. Layaknya kuntilanak yang pakunya terlepas. Sifat aslinya tampak mengerikan.

Terjadi cepat dan tiba-tiba. Tak bisa dicerna olehnya. Menyakitkan, sangat sakit. Bagai terjun bebas tanpa parasut. Sampai dasar, sudah dipastikan mati. Namun, gadis itu merasa dirinya hidup enggan, mati tak mau.

"Bisa nggak kalau aku ikut kamu ke Bandung aja?" ucap Azura perlahan.

Rafka membelai lembut rambut Azura. "Nggak. Aku lagi di Jogja masa kamu ke Bandung."

Penghujung (R)asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang