Bintang memanggil, "Klik aku dulu ya!" 🌟
Happy Reading ^^
***Kertas, gunting, pulpen, dan alat tulis lainnya, bahkan printilan kamera serta laptop berserakan di seluruh penjuru ruang tamu dan teras rumah Azura. Dua tempat yang selalu terlihat rapi itu, kini berubah menjadi kapal pecah. Siapa lagi yang akan berulah kalau bukan lima manusia rusuh di geng 'Seven Drawf'. Tiba-tiba saja rumah Azura dijadikan tempat untuk menjalankan sebuah misi.
Sejak siang, keenamnya asyik dengan tugasnya maisng-masing. Rafka dengan laptopnya, Davi dengan kameranya, dan sisanya berkutat dengan gawainya. Sesekali diskusi sengit terjadi di antara mereka. Konsep yang seluruhnya disusun oleh Davi tentunya akan menimbulkan banyak perbedaan pendapat dalam pengerjaannya. Terlebih saat Rafka menunjukkan video editannya. Davi akan serius menanggapi dan keduanya akan saling menyanggah masukan yang sekiranya tidak perlu. Sesekali, Azura pun ikut menimbrung.
Di teras, Joan dan Elina sibuk mengurus catatan-catatan kecil yang dipindah ke kertas warna-warni. Kalimat-kalimat menyentuh tertulis rapi buatan Azura dan Davi. Keduanya memang jago urusan merangkai kata. Sedangkan Udin, Asyik bermain dengan kamera milik Davi. Mengabdikan setiap momen yang ada.
"Dav, tempat udah oke. Bisa sampai siang." Dari bingkai pintu tampak kepala Elina dan tangan yang membentuk isyarat 'oke'.
"Serius bisa?" Davi memastikan. Azura dan Rafka ikut menatap Elina.
"Heem. Fiks plan A." Elina kembali pada posisi duduknya.
Davi mengalihkan perhatiannya pada Rafka. "Bisa ngedit kegiatan besok pagi?"
"Bisa, tapi apa adanya. Ini aja belum kelar," jawab Rafka yang masih sibuk dengan editan video di laptopnya. Lelaki berkacamata itu mengangguk.
Azura melirik layar laptop Rafka. "Itu konsepnya diubah?"
"Doanya kurang lebih sama. Jadi, dibuat satu orang aja yang ngomong. Durasinya juga jadi lebih pendek." Rafka menjelaskan konsep terbarunya setelah revisi dengan Davi beberapa jam lalu.
"Sip, nggak buang waktu banyak." Azura menganggukkan kepala.
Dari arah luar, Udin berjalan dengan hebohnya. Mengarahkan kamera pada ketiga sosok yang sibuk mengurus video dan memilih foto. "Kerja lembur bagai quda hanya untuk Sita seorang. Di luar udah gelap dan masih pada sibuk. Sek neng ngarep ngurus tulisan karo perlengkapan sisan pacaran. Sek iki wes kaya kerja kantoran. Heyo, Gaes." (Yang di depan ngurus tulisan sama perlengkapan sekalian pacaran. Yang ini udah kayak kerja kantoran)
Sontak Davi, Rafka, dan Azura menatap Udin yang langsung menyengir kuda. Namun, kemudian melanjutkan aksinya ala panitia bidang dokumentasi.
"Aman terkendali, Dav?" Udin mengarahkan kamera membidik Davi dan Azura yang sedang memilih foto. Lelaki itu hanya melihat sekilas dan mengangkat ibu jarinya.
"Aman, Gaes. Kurang baik apa kita, Ta? Matahari berganti bulan awakdewe ijeh mempersiapkan surpres nggo koe. Beruntungnya dikau." Udin membalikkan kamera agar wajahnya terlihat. Namun, hasilnya sangat tidak menyakinkan. Hanya mengarah pada sebagian wajahnya saja. Maklum, amatiran. (awakdewe ijeh : kita masih / nggo koe : untuk kamu)
"Beralih ke Rafka. Editan aman, Mas?" tanya Udin yang kini sudah berdiri di samping Rafka.
Sahabatnya itu melirik. "Aman."
"Konsepnya bagaimana, Mas?" Bak wartawan kelas kakap, Udin mendekatkan kepalan tangannya ke bibir Rafka.
Merasa terganggu oleh kehadiran Udin, Rafka mendorong kamera menjauh. "Rasah takon-takon. Delok wae sesuk." (Nggak usah tanya-tanya. Lihat aja besok.)
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghujung (R)asa
Teen Fiction[Follow dulu yuk. Jangan lupa vote di tiap babnya 🌟] Terjebak dalam hubungan tanpa status. Sebatas teman, tetapi saling mencintai. Tentu menimbulkan banyak gejolak. Harapan yang terkadang semu dan tak kuasa untuk menampiknya. Ketika status mulai di...