Sebelumnya, terima kasih banyak udah mengikuti dari Prolog hingga Epilog. 🙏 Nggak kerasa ya, hampir 7 bulan cerita ini menemani waktu senggang kalian di masa pandemi. 🤗
Terima kasih juga udah setia menunggu dan mengklik bintang. 🌟
Selamat menikmati epilog Penghujung Rasa ^^
***
"Thanks udah jauh-jauh nganter sampai Solo," ucap Rasita pada kedua teman lelakinya.
Keduanya mengangguk. Mengantar kekasih bukan suatu kewajiban Namun, merupakan suatu bentuk perhatian. Terlebih, setelah ini mereka harus berpisah jarak yang cukup jauh dalam waktu yang tidak dapat ditentukan.
"Diantar sampai stasiun aja nggak papa. Malah diantarnya sampai kosan. Makasih, ya." Azura menambahkan.
"Hem, mastiin kalian selamat sampai tujuan. Lagian kita juga luang kok. Kalau bisa nganter sampai kos, kenapa cuma nganter sampai stasiun?" balas Davi yang langsung disetujui oleh Rafka.
"Nah, kan kita juga tenang kalau kalian sampai kos masih sehat bugar. Nggak ada luka, lecet."
Mendengar perkataan Rafka. Rasita spontan meninggikan suaranya. "Apa sih lo? Lebay banget!"
Rafka berdecih, "Dih, suka-suka gue dong."
"Mulai deh." Azura menggelengkan kepalanya. Heran pada Rasita dan Rafka yang sejak dulu tidak pernah akur walau hanya sebentar saja.
"Bentar, ada yang ketinggal di mobil." Rafka melangkahkan kakinya menuju mobil. Ia mengeluarkan paperbag berwarna coklat.
Pemuda itu meraih salah satu tangan Azura dan membukanya. Menunjuk dan menelusuri gurat di telapak tangan gadis itu. Seperti peramal garis tangan. "Garis ini ibarat seluruh harapan kamu."
Azura menyipitkan matanya. Rafka tersenyum tipis. Ia menutup perlahan jemari Azura. Membuatnya bagai menggenggam. "Tapi cuma ada sedikit yang bisa tergenggam. Semakin kuat, semakin banyak yang nggak tergenggam."
"Sama halnya kayak saat kita terlalu ingin harapan itu terwujud. Kadang, kita nggak hiraukan orang lain. Pengin usaha sendiri. Egois. Sia-sia, Ra. Cuma sedikit yang didapat."
Tak hanya Azura, Davi dan Rasita pun ikut memerhatikan. Menyiapkan telinga untuk mendengarkan tiap detail perkataan Rafka.
"Mungkin, harapan itu muncul karena diri kamu. Tapi nggak semua harapan bisa diwujudkan sendiri. Bahkan ada yang nggak terwujud. Kayak garis ini." Rafka menunjuk gurat tangan di luar genggaman Azura.
"Kamu butuh orang lain untuk bantu menggenggamnya." Kedua tangannya ditangkupkan. Mengganggam tangan gadis yang masih terdiam menatapnya.
"Dengan cara kayak gini, harapan kamu juga terwujud, dong?" Azura membuka suaranya.
"Aku tau persis dengan siapa harapanku terwujudkan," bisik Rafka. Azura menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman.
Rafka mengangkat sebuah jar berukuran sedang dari dalam paperbag. "Jadi..., Aku mau kamu tulis semua harapan di sini."
"Kita baca sama-sama pas ketemu. Aku akan berusaha wujudin harapan kamu satu-satu." Ia memasukkannya kembali dan menyerahkan pada gadisnya.
"Heh, lo belajar jadi motivator dimana, sih? Lancar benar," Rasita mengalihkan perhatian Rafka.
"Bilang aja lo ikut terenyuh sama kata-kata gue."
"Dih, gak sudi! Paling nyomot kalimat dari google."
Belum sempat Rafka mengeluarkan kalimat balasan, Davi bersuara, "Balik yuk, ntar kesorean." Kalau tidak segera ditengahi, perdebatan ini bisa berjalan sampai esok hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghujung (R)asa
Fiksi Remaja[Follow dulu yuk. Jangan lupa vote di tiap babnya 🌟] Terjebak dalam hubungan tanpa status. Sebatas teman, tetapi saling mencintai. Tentu menimbulkan banyak gejolak. Harapan yang terkadang semu dan tak kuasa untuk menampiknya. Ketika status mulai di...