Jangan lupa klik bintangnya 🌟
untuk support cerita iniHappy Reading :)
***
Tak terasa, awal minggu sudah menyapa. Senin, waktunya menjalankan aktivitas yang menguras tenaga. Berbeda dari hari biasanya, mulai hari ini dan seterusnya selama sekitar dua minggu, Rafka tidak akan mengantar jemputnya. Sedikit kebebasan untuk Azura. Ia jadi lebih santai mempersiapkan perlengkapan sekolahnya.
Azura memoles bibirnya dengan lip balm. Ia memperhatikan dirinya di cermin. Tidak ada yang kurang, dasi sudah terpasang. Rambut sebahu yang biasa dibiarkan tergerai sudah terkuncir rapi. Jam tangan hitam yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun pun sudah melingkar di pergelangan tangannya.
"Oke, Sip. Siap berangkat," ucapnya bermonolog.
Azura mengambil tas dan keluar kamar. Saat tiba di ruang tamu, ia menangkap sosok laki-laki tengah asik mengobrol dengan ayahnya. Dengan seragam putih abu-abunya, laki-laki itu duduk santai seperti tidak ada yang salah dari kedatangannya pagi ini.
"Nah, ini Azuranya udah siap. Pangerannya udah nungguin dari tadi," goda Ayah.
"Ya udah, Om. Pamit berangkat sekolah," pamit Rafka seraya mencium tangan calon mertuanya.
"Azura pamit ya, Yah. Motornya Zura bawa ke sekolah. STNK-nya udah, kok." Ayah menatap Azura heran.
Kok bawa motor? 'Kan bareng pangerannya, pikir ayah.
"Pacaran gaya anak sekarang aneh-aneh. Motor kok sendiri-sendiri, nggak romantis," ucap Ayah lirih setelah Rafka dan Azura keluar.
"Ini gimana sih maunya? Kok, kamu jemput aku? Katanya aku berangkat sendiri." Azura melempar beribu pertanyaan pada Rafka.
"Setelah aku pikir-pikir, bareng aja deh. Takut kamu nyasar. 'Kan biasanya cuma bonceng," jawab Rafka, "Bisa nyalain motornya, 'kan?"
"Ya bisa, dong. Kayak aku nggak pernah naik motor aja. Udah yuk, berangkat." Azura sudah menaiki motornya dan bersiap berangkat.
"Kamu depan, ya. Kalau ada apa-apa aku tau." Azura mengangguk. Sikap Rafka pagi itu sungguh aneh, tetapi bisa membuat Azura tersenyum sepanjang perjalanan.
Rafka memperhatikan Azura dari belakang. Apa Azura juga tersenyum tidak jelas sepertinya? Jika iya, Rafka adalah lelaki beruntung yang hanya dengan hal konyol dapat membuat Azura bahagia. Hal absurd ini akan menjadi kenangan romantis yang tak akan terlupakan bagi keduanya.
***
"Kita mau kayak gini tiap hari?" tanya Azura ketika mereka melewati koridor sekolah.
"Kayak gini gimana?" Rafka balik bertanya.
"Berangkat bareng, tapi motor sendiri-sendiri," jawab Azura yang hanya dibalas senyuman. "Ih, senyum doang."
"Suka nggak kalau kayak gini?" Rafka menggandeng tangan Azura saat melihat beberapa pasang mata menatap mereka. Ia seperti ingin menunjukkan bahwa dirinya sudah ada yang punya.
"I-iya suka. Tapi, 'kan ...," Azura menghentikan bicaranya lalu berbisik, "Aneh tau."
"Aneh gimana? 'Kan seru bisa lihat aku lewat spion." Seperti tahu isi hati Azura, Rafka menaikturunkan alisnya.
Azura melengos. Ia membuang muka. Sesegera mungkin menyembunyikan rona merah yang menghiasi wajahnya. Rasanya sudah seperti ke-gap melakukan hal yang tidak-tidak. Sangat malu.
"Rafka." Suara perempuan mengalihkan perhatian sang empunya nama. Begitu pula dengan Azura yang langsung hilang sempurna wajah memerahnya.
"Kenapa, El?" tanya Rafka saat gadis itu sudah ada di hadapannya.
Elina menyerahkan selembar kertas. "Dari Bu Ana, buat latihan."
Rafka melepas genggaman tangannya pada Azura dan mengambil lembaran kertas berisikan lirik dan not huruf. "Ini not gitar?"
"Iya. Bu Ana minta karawitan kolaborasi sama band buat satu lagu. Biar ada unsur tradisional sama kontemporer gitu." Elina menunjuk lirik lain. "Kalau yang ini pakai gamelan aja."
"Um, maaf ganggu ngobrolnya." Azura menyela. Ia sudah seperti udara. Ada, namun tak terlihat. Ia menatap Rafka. "Aku ke kelas duluan, ya. Nggak paham juga kalian berdua ngomongin apa."
Azura melangkahkan kakinya menjauh sebelum hatinya panas. Padahal Azura masih berdiri di sebelah lelaki itu, tetapi Rafka mudah sekali melupakannya. Dengan sigap Rafka menahan lengan Azura.
"Bentar," ucapnya. Kemudian menatap Elina yang sudah ingin berbicara lagi. "Kita obrolin nanti pas latihan. Sekalian minta penjelasan Bu Ana."
Elina mengernyit. Ia langsung mengalihkan pandangannya dari Rafka ke gadis di dekatnya yang seperti menatap penuh kemenangan. Elina pasrah. "Oh, ya udah."
"Makasih liriknya." Rafka mengibaskan selembar kertas di tangannya. Kemudian mengajak Azura untuk ke kelas bersamanya.
Entah bagaimana kondisi hati Azura sekarang. Sungguh sulit dideskripsikan. Begitu bahagia karena Rafka memilihnya. Tetapi, apakah ini benar? Apa ia terlihat terlalu ingin menjadi prioritas Rafka di segala kondisi?
Tentu Azura tidak memikirkan hal itu. Bahagianya melebihi pertanyaan yang dapat mengganggu senyum yang sudah bertengger manis di bibirnya. Harapannya, senyumitu tak akan pudar sampai kapan pun.
***
Elina mengganggu pagi yang cerah aja deh 🌤 Padahal di rumahku mendung. Wah, pertanda nih.
Heyoo.. Rese lama, menurut kalian PR sesudah revisi gimana, nih?
Rese baruu, suka nggk sama PR? Semoga betah sampe end.
Sayang kalian semua 🥰🥰
Terima kasih vote-komen nya.
Ketemu lagi di chapter selanjutnya :D
Salam Literasi,
Fai
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghujung (R)asa
Teen Fiction[Follow dulu yuk. Jangan lupa vote di tiap babnya 🌟] Terjebak dalam hubungan tanpa status. Sebatas teman, tetapi saling mencintai. Tentu menimbulkan banyak gejolak. Harapan yang terkadang semu dan tak kuasa untuk menampiknya. Ketika status mulai di...