Bab 17

130 90 124
                                    

Jangan lupa klik bintangnya 🌟

Happy Reading ^^

***

"Nunggu chat dari siapa?" Elina mengalihkan perhatiannya ke lelaki yang sedari tadi tidak fokus mengajarnya. Rafka terus mengecek ponselnya gusar.

"Nggak." Rafka menggeleng. "Udah sampai mana ngerjainnya?"

"Huft, kebiasaan mengalihkan pembicaraan. Tadi disuruh nyusulin Azura nggak mau." Elina menutup bukunya. "Kalau khawatir, sekarang susulin gih. Aku bisa belajar sendiri, kok."

"Udah janji, El." Rafka menolak.

"Kalau yang ngajar nggak fokus, aku juga nggak bakal dapat ilmu. Mending susulin Azura deh. Besok nggak usah diganti, nggak papa." Elina mengangkat alisnya, menunggu jawaban Rafka.

"Serius nggak, nih? Nanti ujungnya ada syarat." Tatapan Rafka menyelidik.

"Serius. Udah gih sana." Elina setengah bangun, bertumpu pada kedua lututnya. Kemudian mendorong lengan Rafka.

"Iya. Belajar yang benar. Kalau nggak paham kabarin." Rafka mengambil jaketnya. Elina mengangkat tangannya membentuk isyarat 'ok'.

Rafka beranjak. Di luar rintik hujan tampak membasahi tanaman dan jalan setapak. Tidak deras, hanya gerimis. Namun, sudah turun beberapa menit yang lalu. Lelaki dengan motor putih itu menuju toko buku. Rafka yakin Azura masih di sana bersama lelaki kacamata yang ia lihat dari spion motornya di sekolah tadi.

Pikirannya penuh dengan Azura. Melihat sorot kecewa sekaligus marah dari gadisnya membuatnya merasa sangat bersalah. Di tambah Davi yang tiba-tiba muncul menjadikan dirinya kecil.

Dengan cepat Rafka menstandarkan motornya. Dari pembatas kaca tampak gadisnya duduk dengan tawa bersama Davi. Rasa takut kehilangan dan cemburu muncul seketika. Matanya berkabut. Rahangnya mengeras.

"Azura!" serunya saat memasuki kafe. Jaketnya basah terkena gerimis sepanjang perjalanan. Meski setibanya di toko buku, hujan mulai reda.

Merasa ada yang memanggilnya, gadis itu menoleh dan mendapati Rafka yang berdiri tegak dengan wajah yang tak bisa ditebak. Lelaki itu menyorot Davi dengan tatapan membunuh.

"Ayo pulang!" Rafka mencekal tangan Azura.

"Ini apa, sih? Lepas! Aku masih ngobrol sama Davi, Raf." Azura berusaha melepaskan genggaman Rafka.

"Pulang sama aku, Ra!" Suaranya mungkin masih lembut, tetapi gerakannya yang menarik Azura mendekat sangat mengisyaratkan kecemburuannya.

"Kamu apaan, sih?" Azura menarik tangannya. Semakin kuat ia memberontak, semakin kuat juga cekalan tangan Rafka. "Ini bukan kamu, Raf."

"Maaf nyela. Silakan kalau mau bawa Azura pulang, tapi jangan kasar. Aku yang bawa dia ke sini. Dia masih tanggung jawabku," Davi bangkit dari duduknya, mencoba mediasi dengan Rafka.

"Dia pacarku!" tegas Rafka seraya menatap tajam Davi. Sontak Azura menatap Rafka tak kalah tajamnya.

Tanpa menunggu lawan bicaranya mengucapkan kalimat pembelaan, Rafka mengambil tas Azura dan mengajaknya keluar. Davi diam terpaku. Kalimat Rasita yang menyatakan dua manusia di hadapannya ini bukanlah pasangan menyergap benaknya.Ucapan Rafka bagai sebuah kebohongan yang benar. Ia tidak berkutik hanya karena kata 'pacar' yang terlontar.

Azura melepas genggaman tangan Rafka. tercetak jelas tanda kemerahan di pergelangan tangannya. "Ngapain nyusul? Bukannya tadi bilang nggak bisa. Harus tepatin janji sama Elina."

"Aku jemput kamu, Ra."

"Jemput?" Azura tertawa remeh. "Jemput dengan cara paksa? Tarik-tarik gitu? Aku nggak suka cara kamu. Lagian aku udah pergi sama Davi."

Penghujung (R)asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang