Bab 13

172 114 180
                                    

Sebelum mulai, aku mau minta tolong sama kalian

Kalau kalian nggak sengaja lihat typo atau kesalahan dalam penulisanku, tolong komen ya. biar aku cepat perbaiki

Terima kasih

Jangan lupa klik bintangnya dan selamat membaca ^^

***

Gerbang biru terbuka lebar. Gedung-gedung di dalamnya terlihat sepi. Beberapa orang berseragam coklat muda dan putih abu-abu melewati lapangan dengan tas serta stopmap di tangannya. Rasita menstandarkan motor. Mengedarkan pandang sejauh ia bisa, berharap menemukan batang hidung Nadira secepatnya.

Retinanya justru menangkap sosok laki-laki berseragam sama dengannya yang bersandar di motor dengan memainkan ponsel. Rasita memainkan kunci motornya, melambungkan dan menangkapnya kembali sebagai pelampiasan kebimbangannya. Setelah cukup yakin, gadis itu melangkah meninggalkan motornya.

"Hai," sapa Rasita malu.

Sang lelaki menoleh. Dalam beberapa detik ia menyipitkan mata yang terhalang lensa kacamata. "Em ...," kalimatnya terhenti.

"Sita, temannya Zura." Seperti tahu apa yang mengganjal pikiran lawan bicaranya, Rasita mengenalkan diri. Tangan kanannya terjulur.

"Oh iya." Davi menyambut uluran tangannya "Sita."

"Ngapain di sini?" tanya mereka bersamaan.

Sontak keduanya membuang muka dan terdiam canggung. Rasanya ingin lenyap saja dari bumi, malu sekali. Beberapa detik terdiam, akhirnya Davi bersuara.

"Anu ..., aku jemput bulik. Bulikku guru di sini."

"Lho, tinggal sama bulik?" Rasita kembali menoleh, ada hal yang membuatnya penasaran. Davi mengangguk seraya memasukkan ponselnya dalam saku. "Orang tua kamu?"

"Tinggal di Bandung," jawabnya. "Ada bisnis di sana. Sementara aku tinggal di sini sama keluarga bulik."

"Bakal balik ke Bandung dong," sahut Rasita.

"Rencana pengin kuliah di sana." Rasita mengangguk paham. "Tadi kamu belum jawab, ngapain di sini? Jemput adik?"

Rasita melambaikan tangannya. "Nggak. Jemput adiknya Zura."

"Masih nginep di rumah Azura?"

Gadis itu tertegun. Menatap Davi dalam penuh selidik. "Kok tahu?"

"Azura yang cerita. Kalian dekat banget, ya? Nginep sampai berhari-hari." Kini Davi yang menatap gadis itu.

"Em, ya kayak kelihatannya." Rasita mengangguk sangat pelan. Tidak mungkin menceritakan masalah keluarganya pada Davi, lelaki yang beberapa hari ini hadir tanpa sengaja dalam hidupnya.

Pembicaraan mereka terhenti. Seperti tidak ada lagi yang perlu diaspirasikan. Hening, keduanya larut dalam kecanggungan baru. Rasita sungguh tidak nyaman dengan suasana seperti ini, tetapi untuk mencari topik baru dengan orang baru sangat tidak mudah.

"Menurutmu, memperjuangkan yang jelas bukan milik kita salah atau enggak?" Mendengar curhatan mendadak dari Davi, Rasita membulatkan mata. Davi ikut menatapnya bingung.

Beberapa detik kemudian Rasita tertawa. Davi makin tidak paham dengan jalan pikir perempuan di sampingnya. "Hahaha ..., sorry, sorry banget, Dav. Ini tentang Azura, kan?"

Davi mengalihkan pandangannya dari Rasita.

"Mereka nggak pacaran." Kalimat itu keluar begitu saja dari bibir Rasita. "Azura nolak Rafka, tapi nggak tahu alasannya apa. Cuma, ya gitu. Akhirnya mereka kayak teman tapi mesra. Hubungan tanpa status."

Penghujung (R)asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang