41. Kesempatan

30 9 11
                                    

Reuni tidak bisa tidur. Bahkan makan pun, rasanya perempuan itu tidak mampu menelan makanannya. Jangankan untuk makan, duduk tenang di toko roti miliknya, Reuni tidak bisa menyanggupinya. Paling parah, Reuni sama sekali tidak bisa bernapas dengan benar sekarang.

Ini semua karena Fabian dan Geral!

Kenapa dua laki-laki itu harus hadir di acara reuni mereka?

Ah, tidak! Maksudnya mengapa mereka harus mengacaukan acara reuni sekolahnya?

Atau paling tidak ... kenapa mereka harus hadir lagi dalam hidupnya setelah sekian lama tidak bersua?

Dan kenapa mereka harus kembali mengaitkan dirinya dalam kehidupan mereka?

Kenapa?

Huuhft.

Reuni menghela napas berat untuk kesekian kalinya sebab merasa lelah sendiri.

Gadis itu masih tidak habis pikir dengan kedua laki-laki yang pernah menjadi teman di masa SMA-nya itu.

Mengapa mereka bersikap seolah-olah tidak menghargai keberadaanya di samping mereka?

Mengapa mereka bersikap seolah dirinya tidak dapat mendengar pembicaraan itu?

Mengapa mereka bersikap seolah-olah Reuni dihadapkan dengan dua pilihan yakni harus memilih satu di antara mereka?

Harusnya mereka sadar, bahwa mereka sudah tujuh tahun tidak bertemu. Sudah selama itu mereka tidak bertegur sapa. Jangankan untuk bertegur sapa, mengetahui kabar dari masing-masing tidak mereka lakukan. Apalagi, perpisahan masa SMA mereka tidak berakhir dengan baik. Ada banyak kisah yang tidak terselesaikan sebagai mana mestinya.

Jadi, kenapa Geral bisa sesantai itu berbicara perihal yang bahkan Reuni tidak bisa mengatakan apapun selain pergi dari tempat tersebut?

Juga, kenapa bisa Fabian menyanggupinya padahal bertukar senyum di tempat reuni seminggu yang lalu, tidak Fabian lakukan.

Lalu, hal yang paling bodoh adalah mengapa gadis itu tidak bisa memungkiri rasa bahagianya ketika Fabian menyetujui permintaan Geral untuk bersaing secara sehat demi mendapatkannya?

Reuni lalu bangkit, berjalan mendekati cermin yang sengaja ia letakkan di ruangan pribadinya. Ia menatap lekat-lekat wajahnya di sana.

"Aku gak cantik, gak tinggi juga, kulit putih gak putih-putih amat. Masih cantikan Chindy kemana-mana. Tapi, kenapa dua orang baik plus tampan yang harus jadi pilihan ya Allah. Aku pen dua-duanya aja." Reuni lalu tertawa pelan, menghibur diri sendiri yang tengah dilanda kebingungan dengan kekonyolannya sendiri.

"Eh bentar-bentar!" Reuni diam sejenak, alisnya seketika menyatu. Reuni sedang berpikir keras sekarang. "Dari pembicaraan seminggu lalu, Fabian berarti juga suka sama aku. Tapi, kok bisa?"

Dia kembali menatap cermin, seolah-olah tengah berbicara dengan dirinya sendiri. "Bukannya Fabian udah punya Chindy? Kemarin tas yang dipegang itu punya istrinya, kan?"

"Aaaaagh, ya Allah, hamba bingung. Atau telpon Fabian aja kali, ya, buat mastiin. Ya, seenggaknya aku harus tau dia udah punya istri atau belum." Reuni lantas mengambil HPnya di atas meja. Mencari kontak dengan nama Fabian. Tetapi, wajah semangatnya hilang begitu ia menyadari bahwa sudah lama ia menghapus kontak itu.

"Eh, tapi kenapa harus aku yang nelpon duluan? Mereka yang jebak aku lebih dulu. Nempatin aku di antara mereka." Gadis ituterus berbicara sendiri.

"Juga, kenapa setelah seminggu pertemuan itu, mereka sama sekali gak hubungi aku?" Reuni sudah mau menangis sekarang. Cengeng yang sudah mendarah daging dalam dirinya tidak akan pernah hilang. Terbukti sekarang air matanya kini sudah keluar dari pelupuk matanya.

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang