5. Seperti Mimpi

136 13 1
                                    

Sekembalinya Reuni dan Marcel dari UKS, dua murid 12 IPA 1 itu langsung disambut antusias oleh teman-teman sekelasnya. Bahkan Marcel langsung diangkat oleh teman-teman laki-laki, namun dengan cepat meminta untuk diturunkan.

"Apa sih, kalian," ucap Marcel sok kesal, yang mendapat cibiran dari teman-teman sekelasnya lalu tertawa bersama. Padahal Marcel sendiri masih tak menyangka dengan kejadian hari ini yang membuatnya menjadi pusat perhatian hampir semua siswa sekolahmya.

"Kalian tuh, ya, astaga keren banget, tadi. Kalau aja gue gak terlalu terpukau, udah gue vidioin tuh," ucap David berlebihan, yang malah mendapat anggukan setuju dari teman-teman yang lain.

"Apalagi, lo, Re. Duh, murid kesayangan 12 IPA 1 ini emang luar biasa. Berani banget, tau. Ah, jadi gereget gue sama lo."

"Gue aja, ya, takut teriak-teriak gitu di lapangan. Apalagi Rio udah emosi, gitu. Duh, jadi serem, ah." Kali ini salah satu teman perempuan lain yang menambahkan.

Re kembali tertawa. "Kalian bisa aja, deh."

"Duh, Re. Ini tuh serius. Pas lo turun ke lapangan, terus teriak, ah sumpah, lo kek bidadari yang turun dari langit. " Suara berlebihan dari David kembali membuat Re tertawa.

"Eh, ga ketinggalan juga, pas Marcel nahan Re buat gak maju, duh, si Marcel kek Mas-Mas cool." Marcel dibuat melayang, bahkan tersenyum bangga sambil memperbaiki tatanan rambutnya.

"Jangan sok cool, please." David melengos dan Marcel hanya tertawa.

"Eh, tapi-tapi si Fabian juga nengok ke lo, deh, Re," ucap salah satu teman perempuannya, Ceri.

"Hah? Siapa-siapa?" Bukan Re yang bertanya se-antusias itu. Tapi Rini yang sedari dulu mendeklarasikan dirinya sebagai Fabian lovers. Padahal Fabian tidak pernah mendirikan sebuah komunitas yang mengharuskannya menjadi idola.

"Fabian."

"Fabian calon pacar gue itu? Yang anak kelas 12 IPA 4 kan?"

"Iyaps, Fabian anak kelas 12 IPA 4 itu. Dan bukan calon pacar, lo. Please, ya!" Rini hanya tertawa.

"Dan tau, gak, Re? Dia tuh senyum-senyum gitu ke lo."

"Masa sih?" Untuk kedua kalinya Rini menggantikan posisi Reuni untuk bicara.

"He'em, Rin. Mana senyumnya bikin gue makin uwuw," lanjut Ceri dengan kekehan di akhir kalimat.

"Jangan-jangan Fabian suka sama lo, Re."

"Apa sih, Rin. Udah ah, jangan ngaco. Kita semua masuk ke dalam kelas, yuk. Kayaknya bu Sri sebentar lagi mau masuk. PR sama tugas udah harus selesai hari ini. Gak boleh ditunda-tunda." Re mencoba mengalihkan pembicaraan. Mana ada seorang Fabian menyukai dirinya yang seadanya ini? Rasanya tidak mungkin, pikir Re.

"Ah, Reuni. Please, deh. Jangan sampe Fabian suka, lo. Saingan gue berat banget."

"Kan masih ada gue, Rin." David berceletuk, lalu masuk ke dalam kelas bersama yang lain.

"BIG NO! Thanks!"

David tertawa kencang.

Tanpa ada satupun yang menyadari bahwa saat ini Reuni tengah menyembunyikan rona merahnya.

Fabian suka pada dirinya?

Ah, tidak-tidak. Itu tidak mungkin.

Fabian populer, Fabian tampan, Fabian pintar, Fabian kaya, mana mau menyukai Reuni yang merasa tidak populer, tidak cantik, tidak kaya, kalau pintar, ya, Reuni memang selalu juara umum dari semester satu sampai semester lima.

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang