26. Semakin Kagum

80 12 0
                                    

"Kamu kurusan ya, Ge?”

Geral menoleh ketika Reuni mengajaknya bicara. Sedikit berhenti dari aktivitasnya yang sedang membersihkan jendela dengan kain lap yang sedikit dibasahkan, lalu tersenyum kecil sembari menjawab, “Kurusan? Gak liat badan masih segede gini?” ucap Geral sembari tertawa pelan. Melnjutkan aktivitasnya untuk membersihkan kaca jendela bagian luar panti Kasih Bunda ini.

“Maksud aku, berat badan kamu turun, ya?”

Geral kembali menatap Reuni, mengulum senyum sembari mengangguk pelan. “Kalau berat badang emang turun.”

“Eum, turun berapa?”

“10 Kilo.”

“Wah, beneran?”

Geral mengiyakan.

“Dalam seminggu turunya sebanyak itu? Hebat banget,” ucap Reuni dengan kagum. Gadis itu tersenyum manis, mengangkat kedua tangannya dan berkata, “pokoknya kamu harus semanngat terus, jangan patah semangat. Kalaupun patah semangat, harus tetap semangat, oke?” ucapnya menyemangati Geral dengan antusias.

Membuatnya hampir jatuh dari kursi yang sedang dinaiki untuk membersihkan kaca jendela. Kaca jendela Kasih Bunda ini memang lumayan tinggi, sehingga Reuni harus menaiki kursi. Berbeda dengan Geral, Fabian, Azri dan teman laki-laki yang lain yang memang tinggi mereka rata-rata 170 cm ke atas.

“Hati-hati, Re.” Geral memperingati gadis itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Membuat Reuni hanya terkekeh pelan. Kembali melanjutkan pekerjaan mereka sebagai relawan untuk bersih-bersih di panti Kasih Bunda ini.

“Re.”

Reuni menoleh ke samping kananya, mendapati Azri yang memanggil namanya sedang berdiri di pintu masuk yang memang dekat dengan mereka.

“Istrahat dulu, udah mau jam lima, nih.”

Reuni mengangguk. Setelahnya Azri kembali masuk ke dalam panti.

“Yuk, Ge.”

Reuni dan Geral bersama-sama masuk ke dalam. Di sana, sudah ada bu Indya, Shinta, dan teman-teman Azri yang sudah duduk lesehan dengan Azri yang kini sedang membagi-bagikan nasi kotak. Reuni dan Geral ikut bergabung.

Saat ingin mengunyah makanannya, Reuni teringat bahwa Fabian tidak ada bersama mereka. Membuatnya bertanya pada mereka. Tapi, yang Reuni dapati malah sorakan kata cie yang berasal dari Gavin yang memang sengaja diajak oleh Fabian. Apalagi saat Fabian yang berjalan menghampri mereka dengan rambutnya yang basah- Fabian baru saja mencuci rambutnya- karena Bi sendiri kebagian tugas mengecat dinding dan tidak sengaja catnya malah mengenai rambutnya. Membuat Gavin semakin gencar menggoda Reuni, sesekali laki-laki pura-pura batuk. Dan, Reuni hanya bisa menyesali pertanyaannya tadi.

Fabian mengerutkan kedua alisnya saat mendapati mereka yang ada di ruangan itu menatapnya dengan tersenyum tidak jelas. Apalagi saat bu Indya ikut tersenyum menatapnya.

“Ada apa nih?” tanyanya sembari duduk di dekat Reuni. Membuat Gavin semakin gencar bersorak dengan kata cie.

“Ada yang nyariin lo tuh.”

“Siapa?” Fabian menatap Gavin sekilas, tangannya bergerak mengambil nasi kotak yang ada di depannya dan memang dikhusukan untuknya.

“Itu tuh,” jawab Gavin tapi Fabian tidak mengerti.

"Itu siapa?"

“Ya itu.”

“Itu siapa? Kalo ngomong yang bener dong.”

“Ya elah, itu yang ada di samping elo. Di kodein tapi lo kagak peka, ya. Liat noh, si Reuni jadi malu sekarang.”

Reuni spontan melebarkan pupilnya, menatap Gavin dengan pandangan yang tidak bisa Gavin artikan sendiri. Tapi, yang jelas, sekarang juga Reuni ingin melempar Gavin dari tempat ini.

Ucapannya itu, lho. Gak di saring.

Reuni kemudian menoleh ke samping, mendapati Fabian yang tengah tersenyum ke arahnya. Lalu menunduk dengan dalam saat Gavin tak henti-hentinya menggodanya, apalagi teman-temanya yang lain ikut bersorak.

☆☆☆

Setelah maghrib selesai, Reuni belum memutuskan untuk pulang. Gadis itu tetap keukeh menemani bu Indya untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada. Menyapu, mengepel dan mengangkat beberapa kardus yang di dalamnya terdapat mainan dari beberapa donatur. Karena ruangan yang cukup luas yang sedang mereka tempati ini nantinya akan dipakai menjadi kamar khusus anak-anak perempuan.

Shinta dan Geral sendiri sudah pulang sebelum maghrib. Sedang Fabian lagi pergi ke minimarket terdekat, katanya,  ingin membeli makanan ringan untuk anak-anak panti.

Kini, tinggal tersisa Reuni dan Azri di sini. Kedua remaja itu sedang menunggu bu Indya untuk bicara. Tapi, beberapa menit berlalu bu Indya terlihat ragu dan tak ingin bicara.

“Bu?” Suara Azri menyadarkan bu Indya. Pemilik panti asuhan Kasih Bunda itupun akhirnya bersuara.”yang tadi yang pakai kacamata itu namanya Geral, ya?”

Reuni mengangguk. “Iyah, Bu. Itu Geral.”

“Geral Gamaliel Frenanda?”

Untuk kedua kalinya, Reuni mengangguk. “Kenapa ya, Bu?”

“Gak papa. Ibu cuman pengen nanya aja,” jawab pemilik panti itu dengan tersenyum, lalu kembali mengangkat beberapa kardus yang masih berada di gudang. Diikuti oleh Reuni dan Azri.

“Geral itu bukan yang menuhi kebutuhan donasi, ya, Bu?” tanya Azri tiba-tiba. Membuat Reuni sediki terkejut yang membuat langkahnya sempat terhenti. Gadis itu menoleh pada Azri seolah meminta penjelasan.

“Gue cuman nanya, Re,” ucap Azri. Laki-laki itu menatap bu Indya yang langkahnya juga terhenti. Bu Indya kemudian menoleh, menatap Azri dengan terkejut.

“Kamu tau?”

Dan, pertanyaan dari bu Indya itu sudah menjawab bahwa memang Geral yang menjadi donaturnya.

“Saya cuman nanya, lho, Bu,” ucap Azri dengan senyum khasnya. Sedang bu Indya sendiri menyadari bahwa dia telah salah bicara.

“Duh, Ibu salah ngomong, ya.” Bu Indya tertawa pelan diakhir kalimatnya. “sebenarnya Ibu juga gak tau kalau Geral teman kalian itu yang jadi donaturnya. Cuman, pas dia kenalin namanya tadi, ibu jadi teringat sama Geral yang donaturnya. Eh, ternyata emang dia.”

“Dan karena sekarang kalian sudah tau, tolong jangan dibilang sama siapa-siapa, ya. Ibu sendiri jadi gak enak, karena gak amanah sama donaturnya.”

Azri mengangguk. “Siap, Bu.”

Bu Indya kemudian tersenyum, matanya beralih pada Reuni yang terdiam.

“Reuni, kenapa?”

“Eum, gak papa, Bu. Cuman sedikit kaget aja. Hehe.” Kaget karena waktu itu, Geral hanya bilang bahwa dia punya orang yang bisa jadi donator waktu Reuni menawarkan posternya pada Geral. Tapi ternyata, malah Geral-lah orangnya.

Ah, kalau begini, Reuni semakin kagum pada laki-laki itu. Semakin kagum karena sebelumnya,  Reuni memang sudah kagum lebih dulu pada Geral.

Pertama, Reuni tidak sengaja melihat Geral membantu seorang nenek yang hendak menyebrangi jalanan. Kedua, entah kapan waktu itu, Reuni juga melihat Geral memberikan uang yang berwarna merah pada kotak amal yang ada di mushola sekolah mereka saat mushola sedang sepi. Padahal, Reuni dan semua orang tahu, bahwa Geral bukan Muslim.

Dan sekarang, laki-laki itu dengan diamnya memberikan donasi yang Reuni sendiri tahu itu tidak banyak untuk ukuran seorang pelajar tanpa ingin diketahui oleh orang lain.

☆☆☆

.

Jan lupa vote, ya🤗

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang