6. Sendal Dan Hujan

124 16 1
                                    

Fabian keluar dari tempat wudhu, sesekali mengibas-ngibas rambutnya agar cepat kering, lalu berjalan memasuki mushola yang memang berjarak dari tempat wudhu. Jaraknya tempat wudhu sendiri tidak jauh, hanya terpisah beberapa meter saja.

Begitu sampai di mushola, Bi meletakkan sepasang sepatu yang ada di genggamannya. Lalu menanggalkan sendal yang di pakai ketika berwudhu.

Saat ingin masuk ke mushola, Fabian tidak sengaja melirik ke arah tempat masuk khusus perempuan. Perhatiannya tertuju pada gadis yang tadi pagi sempat menghebohkan satu sekolah. Juga mampu membuatnya tersenyum sendiri karena kekagumannya pada gadis itu.

Dia, Reuni. Gadis itu berjalan kecil ke sana kemari, seolah mencari sesuatu. Pandangan mata Fabian kemudian beralih pada sepatu yang dipegang oleh gadis itu. Membuatnya berpikir bahwa gadis itu pasti sedang mencari sepasang sepatunya yang hilang.

Bi menarik sudut bibirnya, membentui senyuman tipi, lalu langsung masuk ke mushola tanpa basa-basi lagi. Laki-laki itu sendiri sudah terlambat sholat berjama'ah. Teman-teman sekelasnya yang lain bahkan sudah kembali ke kelas. Satu persatu juga banyak yang keluar dari mushola.

Beberapa menit kemudian, Bi telah melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim tersebut, laki-laki itu berjalan ke tempat dia menanggalkan sendal dan sepatunya. Niat hati ingin memakai sendal untuk kembali ke kelas. Namun, ketika melihat Reuni yang berjalan bersama Marcel tanpa menggunakam sepatu, membuatnya secara spontan memakai sepatunya.

Lalu bergegas pergi menuju gadis itu.

"Reuni," panggilnya ketika jaraknya dengan gadis itu hanya beberapa meter saja. Ketika gadis itu menoleh, Bi tersenyum lega. Tidak dipungkiri laki-laki itu agak sungkan bila salah orang.

"Hai, Reuni. Masih kenal gue, kan? Fabian, kelas 12 IPA 4."

Senyum Fabian semakin melebar ketika gadis itu mengangguk yakin.

"Dipake, ya," ujarnya pelan, meletakkan sepasang sendalnya dihadapan gadis itu. Sedikit menyapa Marcel dengan anggukan kepala dan senyum yang ramah, kemudian bergegas pergi menuju kelasnya. Meninggalkan Reuni yang sedikit terdiam.

What happen, Bi?

Langkah Fabian berhenti saat sampai di kelas. Berpikir apa yang sedang terjadi pada dirinya. Mengapa Bi cekatan meminjamkan sendalnya pada gadis itu?

Bi menggeleng, tak ingin memikirkan lebih jauh, langkahnya kembali dilanjutkan untuk memasuki kelas, bersamaan dengan bel masuk yang berbunyi.

☆☆☆

Geral sedari tadi tidak fokus memerhatikan penjelasan dari sang guru yang sedang menuliskan sebuah rumus di papan tulis. Sesekali pandangan matanya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Laki-laki itu sedang menunggu bel pulang untuk segera berbunyi. Pasalnya, Ge saat pulang sekolah nanti ingin menemui Reuni dan Marcel. Terlebih pada gadis itu. Ge sendiri belum mengucap terima kasih.

Untuk masalah Rio dan kawan-kawannya, mereka yang terlibat dalam memukul Ge di beri hukuman oleh wali kelas mereka dengan skorsing selama satu pekan. Padahal Ge sendiri tidak keberatan. Sama sekali tidak keberatan. Karena jika tidak ada kejadian itu, Ge tidak akan menemui gadis baik seperti Reuni.

Dan masalah pacar Rio, Ge sendiri sudah meminta maaf langsung pada Iren. Ge benar-benar tidak sengaja. Lagipun, Ge tidak menyangka bila bolanya terlalu keras sehingga mengenai Iren. Namun, ternyata, Iren sendiri mengaku tidak terlalu merasa sakit akibat bola tersebut. Saat itu Iren dalam keadaan pusing, dirinya lupa belum sarapan. Pada akhirnya gadis itu yang meminta maaf pada Ge atas kelalaian dirinya dan juga perlakuan Rio terhadapnya.

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang