22. Idola

83 13 0
                                    

Besoknya, Reuni memandang aneh pada setiap siswi-siswi yang dilewatinya. Biasanya bila melewati Reuni, mereka akan saling bertukar senyum atau menyapa, terlebih anak-anak kelas sepuluh. Tapi, sekarang, hanya satu dua orang saja yang membalas senyum ramah milknya. Sebagiannya, memandang Reuni dengan tatapan... Ah, Reuni sendiri tidak mengerti arti tatapan itu.

Mau dibilang tatapan tajam, bukan. Tatapan nyinyir ataupun sadis, bukan. Tapi tatapan merendahkan, eum, sepertinya seperti itu. Tapi, apakah benar?"

Ah, tidak-tidak. Reuni tidak boleh so'udzon. Gadis itu terus melangkah menaiki tangga untuk sampai ke kelasnya.

Tak butuh waktu lama baginya, Reuni sudah sampai di kelasnya, gadis itu mengucap salam dengan pelan. Tapi, tak ada yang menjawab, lalu tertawa kecil saat menyadari bahwa tidak ada orang di dalam kelas selain dirinya. Saat ini waktu masih bisa dibilang terlalu pagi, ditambah hari ini adalah hari senin. Kebanyakan siswa akan lebih banyak terlambat.

Reuni memutuskan untuk meletakkan tasnya ke atas meja. Berjalan pada sudut kelas sebelah kiri, mengambil sapu ijuk untuk membersihkan kelas, karena hari senin adalah piketnya.


Tak lama, ada salah satu teman sekelasnya yang datang. Diana namanya. Teman sekelasnya yang juga sepiket dengan Reuni.

"Sapu ijuk cuman satu, ya, Re?" tanya Diana, setelah gadis itu meletakkan tasnya ke atas meja. Memandang Reuni dengan tanya.

Reuni menoleh pada sudut kelas tempat mereka meletakkan alat bersih. Baru menyadari bahwa sapu di kelasnya hanya ada satu. Itupun yang sedang dipakainya. Biasanya setiap kelas menyediakan dua-sampai tiga sapu. Ditambah satu buah alat pel.

"Kamu pakai yang ini aja. Aku mau ambil di gudang dulu."

"Eh gak usah, biar gue aja."

"Gak papa, kok, Di. Aku ambilin dulu, ya."

Diana mengangguk, tersenyum dan mengucap terima kasih. Reuni memang seperti itu.

Sebelum melangkahkan kakinya menuju gudang, Reuni memutuskan untuk mencari keberadaan sapu milik kelas mereka ke kelas-kelas tetangga. 12 IPA 2 dan 3 misalnya. Karena biasanya seperti itu, kelas-kelas sebelah sering meminjam sapu.


Ketika tidak didapati sapu yang memang tertulis kelas 12 IPA 1, Reuni baru memutuskan untuk pergi ke gudang yang berada di lantai dua. Saat ingin menuruni tangga, Reuni berpapasan dengan salah satu siswa yang Reuni kenali dari kelas 12 IPA 4. Dia, Chindy. Gadis cantik yang terkenal di sekolahnya.

Lama mereka bertatapan, membuat Reuni sedikit merinding saat Chindy menatapnya tajam. Tapi tak lama, Reuni langsung beralih pandang, gadis itu dengan cepat menuruni tangga agar bisa dengan cepat sampai di dalam gudang untuk mengambil sapu kelas.

Saat membuka pintu gudang, Reuni mengeluarkan sepasang sepatunya di bawah pintu. Tujuannya untuk menghindari bila pintu gudang terkunci sendiri. Karena sudah banyak korban selain Shinta yang pernah terkunci di dalam.

Brak.

Reuni terkejut, gadis itu spontan berlari ke arah pintu saat tangannya sudah memegang satu buah sapu. Reuni memegang gagang pintu dengan cemas, Reuni tidak ingin menjadi korban selanjutnya. Beberapa saat, Reuni menghela napas lega. Pintu gudang bisa dibuka tanpa harus berteriak minta tolong.

Tapi satu hal yang Reuni herankan, gadis itu sudah meninggalkan sepatunya di depan pintu. Sudah pasti, pintu tidak akan tertutup begitu saja. Kecuali, beban sepatunya terlalu ringan untuk menahan pintu. Atau, ada yang berusaha menggangunya?

Reuni menggeleng sembari beristighfar. Gadis itu secepat mungkin kembali menuju kelas.

"Maaf ya, lama," ucap Reuni setelah sampai ke kelas. Mendapati Diana yang hampir selesai membersihkan kelas.

Diana tersenyum, "Santai aja."

Reuni ikut tersenyum, kembali melanjutkan aktivitas mereka untuk membersihkan kelas. Selang beberapa menit, Kiki-salah satu teman sepiket mereka memasuki kelas. Laki-laki itu sedikit meminta maaf karena merasa dirinya telat. Lalu tanpa diminta, laki-laki itu bergerak untuk mengatur tempat duduk dan menghapus tulisan yang ada di papan tulis.

Sepuluh menit terlewati, tanggung jawab mereka selesai. Kecuali Aria yang juga piket hari ini. Gadis itu menelpon Diana, mengabarkan bahwa gadis itu tidak bisa hadir karena sedang sakit. Dibalas dengan tawa ringan oleh Diana, sembari berucap, "Pasti gara-gara kemarin, nih." Kalimat tersebut membuat Kiki ikut tertawa dan Reuni yang tidak mengerti.

"Emang Aria kenapa? Kemarin juga kenapa?"

"Eum," Diana menggantung kalimatnya. Sengaja ingin membuat Reuni penasaran. "ada deh."

Alhasil Reuni dibuat memberenggut, tapi tak ingin bertanya lebih lanjut. Karena dari pintu, teman-temannya mengucap salam dengan serempak.

"Wa'alaikumussalam," jawab Reuni, gadis itu melihat teman-temannya yang berjalan menuju tempat masing-masing. Kecuali Rini. Teman sekelasnya itu malah berjalan menuju tempat duduknya.

"Nih," ucap Rini kemudian. Gadis itu meletakan tote bag ke atas meja Reuni. Reuni tidak langsung membuka, matanya menatap heran pada Rini.

"Ini apa?"

"Coba lo liat." Reuni tidak langsung mengikuti ucapan Rini. Memilih untuk mendengarkan penjelasan lebih dulu dari teman sekelasnya itu.

"Ini tuh kerudung, pemberian Aria. Kemarin dia lagi traktiran, beliin kita semua kerudung. Masing-masing dapat satu. Tapi cuman cewek ya, ini."

Reuni tertawa kecil dibuatnya. Ya iyalah, cewek. Tidak mungkin kerudung untuk laki-laki. Kecuali kalau teman-teman sekelasnya yang cowok memberikan kerudung itu pada saudara perempuannya.

"Makasih, ya. Tapi sebenarnya gak perlu dibeliin, aku kan, gak ikut jalan-jalan." Reuni mengambil jeda, "Oh ya, Aria mana?"

"Aria lagi sakit. Exited banget dia kemarin, muter-muter mall sampe bikin kaki kita pada eror." Ucapan Rini berhasil mengundang tawa teman-teman sekelasnya yang lain.

"Sama kemarin kebanyakan makan es-krim tuh, bocah. Jadi, sakit, kan." David menimpali. Membuat Reuni mengagguk paham. Jadi, karena itu toh.

"Dan, gue mau nanya satu hal." Wajah Rini kini menjadi serius. Tangannya sudah bersedap menatap Reuni.

"Lo kemarin gak ikut sama kita jalan-jalan, karena ada janji, kan?" tanyanya, Reuni mengangguk mengiyakan.

"Janjian sama Fabian kan? Mana, asyik banget lagi main basketnya."

"Eh?" Reuni terkejut. Bagaimana bisa Rini tahu hal itu?"

Eh, tapi aslinya, Reuni tidak janjian dengan Fabian.

"Dasar ya, Re. Lo sekarang udah mulai berubah. Lebih mentingin cowok dari pada kita-kita, temen lo."

"Eh, bukan!"

"Terus lo gak mau ngaku?" Rini geleng-geleng kepala. Heran dengan Reuni yang sama sekali tidak pernah berbuat seperti itu sebelumnya. Yang mereka tahu, Reuni selalu mementingkan teman-temannya daripada cowok. Lagipula, setahu mereka Reuni itu tidak pernah dekat dengan Fabian. Hanya sebatas Fabian yang tersenyum ke arah Reuni waktu kejadian di lapangan, meminjamkan sendalnya saat sepatunya hilang dan meminjamkan jas laboratorium. Itupun, soal Fabian meminjamkan jas labnya, hanya Rini yang tahu, kecuali kelas Fabian.

"Aku bukan janjian sama Fabian, Rin. Aku janjian sama Ibunya-."

"What! Sama Ibunya? Waw." Rini histeris, teman-temanya yang lain juga ikut terkejut. Membuat Reuni kebingungan sendiri untuk menjelaskan.

"Diam dulu, jangan motong. Aku mau jelasin," pinta Reuni. Gadis itu sedikit menghela napas sebelum menjelaskan hal yang sebenarnya terjadi. "jadi gini, aku itu bisa dibilang guru privatnya adiknya Fabian yang masih kecil, seumuran adik aku, si Afna. Namanya Gesya. Gesya itu karena temenan sama Afna, dia jadi sering main ke rumah aku. Bukan main juga sih, tapi belajar. Karena Gesya udah sering banget main ke rumah aku, ibunya Gesya tuh jadi gak enak. Jadi, aku diajak sesekali buat main ke rumahnya."

"Awalnya juga, aku gak tau kalau Gesya itu adiknya Fabian. Kalau kalian gak percaya tanya aja sama Shinta."

Semua perhatian yang awalnya terfokus pada Reuni, kini mengalih pada Shinta.

"Iya kan, Shin?" tanya Reuni. Tapi Shinta menjawab sebaliknya. "enggak tuh." Membuat Reuni tak percaya bahwa Shinta akan menjawab seperti itu.

"Enggak salah lagi. Haha," lanjut Shinta dengan tawanya yang menguar tanpa merasa bersalah.

"Reuni waktu itu juga kaget kok, pas tau Gesya itu adiknya Fabian. Waktu itu gue ada bareng mereka pas Fabian, Gesya dan Reuni saling ketemu."

"Ketemu di mana?"

"Kepo amat!" tukas Shinta. Lagi-lagi tanpa ada raut wajah berdosa di wajahnya itu. Sedang Rini memberenggut kesal.

"Oke, kali ini gue maafin lo. Karena lo gak bersalah." Ucapan Rini membuat Reuni melipat bibirnya agar tidak tertawa. Karena kalimat yang baru saja dilontarkan oleh gadis itu, terasa lucu di telinganya.

"Gue juga gak masalah sih, lo deket sama Fabian. Secara Fabian itu idaman bangetlah. Cuman, kalau udah deket, lo jangan sampe lupain kita-kita. Kita udah pernah janji, kan, urusan cinta bagi kelas 12 IPA 1 itu urusan belakangan. Fokus kita adalah cita-cita."

"Dan, terakhir, gue mau pesan satu hal," Rini diam sejenak. Maniknya menatap wajah Reuni dengan serius. "lo harus hati-hati. Saat ini banyak yang ngomongin lo dari belakang."

"Maksudnya?"

"Poto lo lagi asik main basket bareng Fabian udah menyebar seantero sekolah."

Mendengarnya, Reuni menelan salivanya kuat-kuat. Sepertinya gadis itu melupakan satu hal bahwa di sekolah ini banyak siswi-siswi yang menjadikan Fabian sebagai idola.

☆☆☆


Jan lupa vote dan bantu aku komen dan tag typo yang ada yaa🤗🤗

Salam, Win.


REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang