23.💞

895 114 22
                                    

Happy reading 💞
Jangan lupa vote dan komennya.



Kondisi di Asrama putra pun tidak berbeda jauh dengan asrama putri. Mereka sibuk mengemasi barang-barang yang nantinya akan dibawa pulang. Candaan dan tawaan memenuhi seluruh ruangan asrama putra.

Jika di asrama putri banyak adegan pelukan yang dramatis, berbeda halnya dengan di asrama putra. Bukannya berpelukan atau bersedih karena akan berpisah, malah saling berdebat sebab masalah membersihkan tempat pembuangan sampah. Mereka saling menunjuk satu sama lain dan tidak ada yang mengalah.

Muak akan perilaku teman-temannya itu, Fais pun akhirnya angkat suara.

"DIAM," bentak Fais, "KALIAN UDAH DEWASA DAN SEBENTAR LAGI, KALIAN AKAN NAIK KELAS. KENAPA PERILAKU KALIAN MASIH KAYAK ANAK KECIL? MASALAH BERSIHIN PEMBUANGAN SAMPAH AJA MASIH NUNJUK-NUNJUK TEMEN. DIMANA JIWA GENTLEMAN KALIAN KALAU SAMA PEMBUANGAN SAMPAH AJA MASIH JIJIK."

Ruangan pun seketika menjadi hening.

Bukannya menenangkan emosi temannya, Riski malah menertawakan Fais di belakang. Dia terkekeh melihat Fais yang sok tegas dihadapan para santri. Padahal sebenarnya, dia takut sama santri-santri di sini.

"Mari kita membersihkan tempat pembuangan sampah bersama-sama, biar adil. Setelah membersihkan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) selesai, kita baru bisa istirahat," jelas Fais lalu mengajak seluruh santri keluar dari asrama dan menuju TPS.

Riski menghampiri Fais yang masih berdiri di tempat tadi dia memberikan pengumuman. Dia menepuk bahu Fais lalu tersenyum kepadanya. "Jantung lo aman?"

Fais pun mengelus-elus dadanya. "Alhamdulilah masih aman."

Riski terus terkekeh melihat kelakuan Fais. "Lo, sih. Pake acara bentak-bentak segala."

"Biar kelihatan jiwa pengurusnya dong. Biar dikira tegas." Fais mengibas-ngibaskan rambutnya tanda sok keren.

"Tetep gantengan gue, kali," cetus Riski.

Fais tak menggubris perkataan Riski. Dia melenggang pergi meninggalkan Riski sendiri. Sedangkan Riski, masih mematung di tempat menyaksikan seluruh santri putra bertebaran keluar asrama.

Semua santri putra dengan antusias dan penuh semangat membersihkan TPS. walau awalnya memang saling berdebat, bukan berarti tali persaudaraan antar santri, terpecah belah atau saling bermusuhan. Pertengkaran mereka merupakan sebuah warna dari kertas polos putih yang bersih.

Setelah selesai membersihkan TPS, seluruh santri kembali ke asrama bersama-sama, lalu merebahkan tubuhnya di dalam kamar. Mereka terlihat lelah dan wajahnya pun dipenuhi dengan keringat. Satu persatu, mereka pun terlelap ke alam mimpi.

Belum lama Fais tertidur, salah seorang santri membangunkan Fais karena sudah dijemput orang tuanya. Dia pun menemui orang tuanya dengan muka bantal dan tubuh yang sangat lemas. Sebab nyawanya belum terkumpul sepenuhnya, dengan tak sadar, dia memakai sandal yang berselingkuh. Alias tidak dengan pasangannya.

"Fais," lirih Hana-Ibu Fais.

"Iya, Bu." Fais menjawab panggilan ibunya dengan suara serak, efek tidurnya.

"Kamu baru bangun tidur?" tanya Hamzah-Bapak Fais.

"Iya, Pak." Fais mengucek-ngucek netranya guna membersihkan kotoran yang masih menempel di matanya.

"Kamu udah beres-beres kan?" tanya Hamzah lagi.

"Udah, Pak," jawab Fais, "Ya Allah, Fais belum salaman sama Bapak dan Ibu." Fais menepuk jidatnya.

Mahkota Impian Santri ✓[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang