25.💞

924 114 10
                                    

Happy reading 💞
Jangan lupa vote dan komennya.

[disarankan untuk menggunakan headset agar bisa menambah feel saat membaca. Seperti Still With You (Jungkook Bts) dan Januari (Glen Fredly)]



"Riski," lirih Ibu Riski, "buka matamu, Anakku."

Tenggorokan Riski terasa sangat sakit hingga tak bisa berkata apapun setelah mendengar panggilan ibunya itu. Ia tak berani membuka mata. Ia tak berani melihat apa yang ada di depannya. Dia tak punya daya untuk bisa menerima kenyataan yang menimpanya.

Ia bersimpuh di depan ibunya. Kemudian, dia memberanikan diri untuk membuka mata. Riski menangis tersedu-sedu hingga matanya merah dan lebam. Ibunya memeluknya untuk menyalurkan kasih sayangnya. Walaupun keadaannya saat ini ia juga rapuh seperti yang dirasakan Riski.

Tak pernah sekalipun keadaan Riski serapuh itu sebelumnya. Hati Riski sangat sakit melihat mayat ayahnya terkapar di sampingnya dengan berbalut kain kafan putih. Ia mengusap pipinya yang telah dibanjiri air mata. Tenggorokannya tersekat tak bisa mengatakan apapun.

Saat perjalanan pulang ke rumah, ia sempat berniat untuk marah dan kecewa kepada Ayahnya. Namun, takdir tidak mengijinkannya untuk berlaku seperti itu.

Justru, yang terjadi malah sebaliknya. Ia menyesal karena telah salah mengucapkan niat dalam hatinya. Ia menyesal karena selama ini dia lebih mementingkan ego sendiri. Seharusnya, ia menelpon orang tuanya untuk menanyakan kabar mereka, Bukan menunggu telpon dari mereka untuk menanyakan kabarnya.

"Riski jahat, Bu. Riski anak yang durhaka," rintih Riski di dekapan Ibunya.

Ibunya menangis mendengar kata-kata yang keluar dari mulut anak semata wayangnya itu. "Tidak, Riski. Kamu anak yang baik. Jangan bilang begitu."

Ibunya semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Riski. Sekuat-kuatnya seorang Ibu menahan tangis, pasti tidak akan bisa akan tahan lama untuk bisa membendungnya. Riski dan Ibunya berpelukan dengan sama-sama banjir air mata.

Tak lama kemudian, mayat Ayah Riski akan di bawa ke tempat pemakaman. Tangis Riski pecah saat itu juga. Dia sudah tidak punya malu akankah nanti ia akan diperbincangkan karena menjadi seorang pengecut, atau apalah itu. Dia benar-benar belum ikhlas memghadapi kenyataan yang menimpanya saat ini.

"Ayah mau dibawa ke mana, Bu? Ayah di sini aja. Riski masih rindu Ayah. Riski sudah lima tahun tidak bertemu Ayah. Riski mau nonton bola bareng Ayah, Bu." Riski berucap dengan sangat pelan sambil menatap ke arah Ibunya.

Ibu Riski sesenggukan mendengar celoteh Anaknya. "Riski, kamu harus ikhlas, ya. Masih ada Ibu di sini. Biarkan Ayahmu tenang di surga. Biarkan Ayahmu ...."

Ibu Riski tidak bisa meneruskan ucapannya.

Riski menghalau air matanya. "Ibu, aku ikut memanggul keranda Ayah, ya. Sebagai tanda berbaktiku pada Ayah di akhir hayatnya."

Ibu Riski menganggukkan kepala dan tersenyum kepada Riski. Riski pun beranjak dari duduknya dan ikut mengangkat keranda Ayahnya lalu ditaruhnya di bahu. Ia sebisa mungkin menahan tangisnya agar tidak lagi jatuh. Dia harus berusaha tegar menerima kenyataan ini.

Dia memanggul keranda Ayahnya dengan menahan tangis yang sewaktu-waktu jatuh dari pelupuk matanya. Ia harus kuat. Harus kuat. Tidak boleh lemah.

Dia melihat prosesi pemakaman Ayahnya hingga selesai. Ia pun pulang setelah semua orang yang ikut dalam pemakaman tadi pulang.

Mata Riski merintikkan air mata, tapi langsung dihalau oleh tangan Riski. Ia harus terlihat kuat di depan kuburan Ayahnya.

Ia membuka tangannya seraya berdo'a. "Ya Allah, Ya Tuhanku. Ampunilah dosa-dosa Ayahku, terimalah amal kebaikannya di sisiMu. Lapangkanlah kuburnya, terangilah kegelapan saat di kuburnya, dan tempatkanlah Ayahku di surgaMu, Ya Allah. Amin Ya Robbal Alamin." ia mengusap tangannya ke wajahnya lalu berjalan pulang.

Sesampainya di rumah, Riski mendapati Ibunya duduk dengan lemas di kursi. Pandangan Ibunya kosong. Dan wajahnya sangat pucat.

"Ibu," lirih Riski.

Sangking pelannya Riski memanggil, hingga ibunya pun tak mendengarnya.

"Ibu," lirih Riski dengan suara agak keras dari yang pertama.

"Riski," jawab Ibunya.

"Apa yang terjadi selama Riski di pondok, Bu?" tanya Riski, "Ayah kenapa? Dan ...."

Ucapan Riski tersendat sebab tiba-tiba tangisnya pecah saat itu juga.

"Riski," rintih Ibunya lalu meraih kedua tangan Anaknya.

Ibunya ikut menangis karena menyaksikan Riski yang menangis sesenggukan. Selama ini, Riski tidak pernah menangis Karena watak yang dingin itu.

"Riski, Ayah dan Ibumu sangat menyayangimu. Jadi, jangan pernah kamu membenci kami, ya. Sebelum Ayahmu meninggalkan kita, dia berpesan agar kamu memaafkan segala kesalahan Ayah semasa hidupnya." Ibu Riski mengusap air mata yang ada di pipi Riski.

"Riski sudah memaafkan segala kesalahan Ayah sebelum Ayah minta maaf. Ayah adalah laki-laki terbaik yang aku temui di dunia ini. Ayah orang hebat yang selalu ada untuk kami. Ayah adalah orang yang sangat baik hingga lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Aku sangat berterima kasih pada Ayah."

Ia berhenti sejenak untuk mengambil nafas. "AKU YANG SALAH, BU. Kenapa aku pernah berpikir bahwa Ayah dan Ibu telah menelantarkanku di pondok? Kenapa aku selalu berpikir bahwa Ayah dan Ibu telah lupa denganku? Kenapa aku selalu berpikir bahwa Ayah dan Ibu telah membuangku ke pondok? Kenapa aku begitu jahat?" Riski mengepalkan tangannya.

"Ibu maklum kamu selalu berpikiran seperti itu. Karena selama kamu mondok, Ayah dan Ibu tidak pernah menjengukmu. Namun, Ayah dan Ibu selalu merindukanmu, Riski. Ayah dan Ibu tidak pernah lupa dengan kamu. Ayah dan Ibu kadang kala ke pondokmu untuk menanyakan kabarmu, tapi saat itu kamu sedang rapat atau setoran atau juga sedang membantu Kiai. Ibu dan Ayah tidak mau mengganggumu. Mendengar kamu baik-baik saja itu lebih dari cukup."

"Lalu, kenapa Ayah dan Ibu tidak pernah menelponku? Aku sangat rindu dengan suara Ayah dan Ibu? Aku rindu, Ibu, Aku sangat rindu sama Ayah dan Ibu. Dan saat ini, saat aku bisa melihat Ayah dan Ibu, Ayah sudah di alam yang berbeda," papar Riski dengan terisak air mata dan mata yang tidak bisa berhenti menangis. Ia menangis sejadi-jadinya saat bertanya pada Ibunya.

"Maafkan Kami, Riski, Ibu akan jelaskan semuanya agar kamu bisa tahu alasan kami tidak pernah menelponmu atau bertemu denganmu," rintih Ibu Riski.

Ibu Riski menjelaskan dari awal sampai akhir alasan mengapa selama ini tidak pernah menghubungi atau bertemu dengan Riski. Suatu hal besar yang tidak pernah Riski bayangkan sebelumnya. Sebuah kejadian besar di masa lalu yang selama ini dilupakannya.

Riski medengarkan cerita Ibunya dengan seksama. Ia tak pernah menyangka hal yang begitu besar dirahasiakannya darinya. Mengapa ia bisa melupakan masa lalunya begitu saja?

"Lalu?" sambung Riski.

"Kamu harus menemukan orang yang selama ini dicari Ayahmu. Bantulah Ayahmu untuk menemukan orang itu," jawab Ibu Riski.

♥♥♥

----------------

Assalamualaikum readers

Saya harap kalian menikmati cerita ini.

[Revisi : 8 Juli 2021]

Wassalamualaikum wr. Wb

Mahkota Impian Santri ✓[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang