Happy reading 💞
Jangan lupa vote dan komennya.•
•
•Tanggal 12 Juni 2020.
20.00 WIB
Malam penentuan takdirnya. Malam yang tak pernah sama sekali terbesit dalam pikirannya. Malam yang akan merenggut masa remajanya.
Malam pertemuan dua keluarga dalam rangka perjodohan. Malam di mana dia harus terikat dengan cincin di jari manisnya. Malam yang mengharuskan dirinya hidup dengan lelaki yang dia pun tidak tahu siapa.
Ratna menatap pantulan dirinya di cermin kamarnya. Tubuhnya kini semakin kurus karena sudah tiga hari tidak makan walaupun sesuap nasi. Dia mengurung diri di kamar selama tiga hari itu. Ibunya dan Ayahnya khawatir akan keadaan Ratna. Namun, Ratna tak pernah menghiraukan kekhawatiran orang tuanya tersebut.
Perut Ratna berbunyi. Sebenarnya, dia begitu lapar, tapi dia sekarang sedang mode merajuk kepada orang tuanya soal perjodohan. Dia belum siap.
"Laper, lagi," gumam Ratna. Ia pun melirik meja di samping pintu. Dan ternyata, terdapat buah-buahan yang masih tersisa tiga hari lalu.Tak pikir panjang, dia mengupas sebuah pisang lalu memakannya untuk maengganjal perutnya yang sedari tadi berisik.
Tok tok tok
"Ratna, keluar sekarang, Nak. Keluarganya udah nungguin tuh di ruang tamu." Marwa-Ibu Ratna berbicara dari belakang pintu.
"Ratna gak mau keluar," timpal Ratna.
Marwa mendengus, "Ratna, sayang. Jangan gitu, dong. Kamu kan dulu udah pernah janji kalo kamu bakal nerima perjodohan ini."
Ratna terdiam. Dia lupa dengan apa yang dulu pernah dikatakannya kepada Ayahnya.
"Ibu sama Ayah nungguin kamu di ruang tamu, ya. Dandan yang cantik, Anakku," tutur ibunya lalu berbalik untuk ke ruang tamu.
"I'm so confuse," resahnya.
Ratna memang teguh pendirian dan keras kepala. Namun, kalo sudah menyangkut dengan orang tuanya, dia akan luluh dan menuruti semua perintahnya. Ia tak ingin dijodohkan, tapi bagaimana lagi. Inilah takdirnya.
Ratna mengganti baju tidurnya dengan dress hijau tosca dan hijab yang senada dengan dressnya itu.
Setelah selesai mengganti baju, dia memoleskan bedak tabur ke wajahnya dan juga liptint ke bibirnya.
Dia tampak kalem dan anggun menggunakan dress tersebut dan riasan sederhananya. Ratna pun berjalan ke ruang tamu.
Ratna tidak berani mendongakkan kepalanya. Sedari tadi, pikirannya berkecamuk melontarkan perkiraan-perkiraan bagaimana rupa imam hidupnya nanti. Apakah sudah tua? Apakah kulitnya hitam? Ataukah putih? Apakah tampan? Atau malah sebaliknya?
Karena Ratna yang tidak fokus dengan jalannya, alhasil, ia tersandung dengan kakinya sendiri. Sontak, Ia kehilangan keseimbangannya dan langsung terjatuh tepat di depan seorang laki-laki.
Semua yang ada di ruang tamu seketika diam tak berkutik melihat Ratna yang kini, sedang mencium lantai. Tubuhnya tengkurap seperti orang sujud. Sedangkan lututnya, dijadikan sebagai penyangga tubuhnya. Mama dan Ayah Ratna pun menutupi wajahnya, malu akan sikap konyol Ratna.
Ratna dengan wajah tanpa dosanya, bangun dari tengkurapnya lalu menepuk-nepuk kedua telapak tangannya. Ia tak langsung berdiri agar tidak terlihat malu di depan tamu orang tuanya.
Sedetik kemudian, ia sadar bahwa dia jatuh di depan seorang laki-laki. Dia pun melirik ke arah sepatunya.
"Wih, sepatunya merk vans, nih," batin Ratna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Impian Santri ✓[END]
Teen Fiction"Maksud kamu apa megangin hijabku?" ketus Adel tanpa menoleh ke arah Riski. "Lo ngapain pindah pondok?" tanya Riski keluar dari topik. "Bukan urusan kamu!" "Lo pindah pondok mana?" Riski tetap menanyakan hal yang sama walaupun tidak mendapatkan ja...