4.💞

1.6K 207 72
                                    

Happy reading 💞 
Jangan lupa vote dan komennya.



Semerbak bau harum bolu panggang coklat mulai tercium dari oven yang terletak samping kompor.

Adel mengangkat bolunya dengan hati-hati agar tak ada lecet sedikit pun pada bentuknya.

Ia pun menaruh bolu panggang coklat yang bercorak garis-garis susu putih ke piring dengan aneka hiasan cantik di sekitarnya.
"Finish," gumam Adel dengan senyum lega melihat hasil buatannya yang bisa dibilang sempurna.

Setelah puas memandangi bolu buatannya, Adel hendak berbalik ke arah meja dapur untuk mengambil pisau. Setelah berbalik, Adel terkejut melihat Ummi sudah berdiri di belakangnya.

"Apakah Ummi punya kekuatan super? Atau seperti Raib dalam cerita tere liye yang bisa menghilang?" batin Adel.

"Astaghfirullohal Adzim," ucap Adel pelan.

"Kaget, ya, Del?" tanya Ummi.

"Sedikit Mi," bohongnya. Padahal jantungnya hampir retak sangking terkejut melihat Ummi muncul secara tiba-tiba.

"Bolu nya udah selesai belum?" tanya Ummi lagi, "sepertinya udah maksimal. Ummi bawa ke ndalem ya."

"Iya, Mi bolunya udah selesai. Tinggal nyediain pisaunya aja. Saya ambilkan pisau dari dapur pondok atau dari dapur ndalem?" tanya Adel.

"Ummi ambil sendiri aja dari dapur ndalem. terimakasih ya, Adel. Barokah ilmumu." tangan Ummi Nafisah menepuk-nepuk kepala Adel.

"Iya, Mi. Sama-sama."

Ummi Nafisah membalikkan badan dan mulai menjauh dari pandangan Adel. Sejujurnya, bukan hal seperti itu yang diharapkan dari santri yang sudah menetap selama lima tahun di Pondok Pesantren As-syifa ini.

Ekspetasinya adalah Ia akan menyerahkan sepiring bolu penggang coklat spesial karya Adelia Rahma dengan tangannya sendiri di meja Gus Alif yang sedang merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Saling beradu tatap mata dan menunggu kata terima kasih terlontar pada mulut indahnya.

"Halu," kilahnya. "Kemaren, saat seluruh  santri bisa menyambut sang Gus Alif, aku berbelit dengan tepung, telor, asap, dan temen-temenya itulah di dapur. Eh, giliran aku mau liat tuh muka Gus Alif, Ummi malah dateng dan ngambil bolunya. Nasib oh nasib," gerutunya di sepanjang perjalanan koridor asrama putri.

Di ruang tamu, bolu panggang coklat telah tertata apik di meja makan lengkap dengan minumannya. Ummi melakukan yang terbaik untuk anak pertamanya yang sudah menuntaskan pendidikannya di Kairo dan menyabet gelar Lc.

"Alif, sini Nak, Ummi udah siapin bolu panggang coklat kesukaanmu,"tutur Ummi Nafisah.

"Iya, Ummi."

"Ummi tunggu di meja makan."

Gus Alif melangkahkan kakinya menuju tempat Ummi memanggilnya.

"Ya Allah, Ummi gak perlu repot-repot, seharusnya Alif yang siapin makanan buat Ummi, kok malah Ummi yang siapin buat Alif," titah Gus Alif.

"Anggap saja semua ini Ummi lakukan karena bentuk apresiasi terhadap pencapaian pendidikanmu di Kairo, Nak."

"Terima kasih banyak Ummi sayang." Gus Alif memeluk Ummi Nafisah.

"Abah mana?" Tanya Ummi.

"Tadi, keluar sama Albab, Tapi gak tau kemana perginya."

"Oh ya udah. Makan yang banyak, mumpung masih anget," sambil mengiriskan sepotong bolu dan menyuapkannya pada Alif.

Mahkota Impian Santri ✓[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang