31.💞

921 109 8
                                    

Happy reading 💞
Jangan lupa vote dan komennya.



"Kamu itu mimpi indahku. Namun, maaf. Itu hanya dulu".

-Adelia Rahma

•••

"Ratna, kamu kabarnya gimana? Udah enam bulan kita gak ketemu. Aku kangen banget sama kamu. Emangnya kamu gak kangen aku?" batin Adel sambil memainkan jarinya di ruang tamu rumah Bu Nyai Nafisah.

"Assalamualaikum," salam santri laki-laki yang seketika membuyarkan lamunan Adel.

Mata Adel menangkap sosok laki-laki yang sering ia pikirkan akhir-akhir ini. Dia pun beranjak dari duduknya dan langsung berjalan tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada laki-laki tersebut.

"Adel," panggil Riski dengan suara yang pelan.

Riski mengikuti langkah di mana Adel berjalan hingga pintu dapur asrama putri. Riski berharap Adel membalikkan badan walau hanya sedetik. Namun, harapan itu pupus sudah ketika Adel langsung masuk ke kamar mandi samping dapur dan menutup pintunya.

"Lia, maaf aku baru bisa mengenalimu setelah sekian lama. Tapi aku bersyukur pada Allah karena kita sama-sama lupa akan masa lalu. Hingga kita bisa bertemu kembali tanpa ada kebencian. Walau suatu saat nanti kebenaran lah yang selalu menang." Riski membalikkan badan menuju ruang tamu dalem.
Alangkah terkejutnya Riski saat mendapati Gus Alif berdiri di belakangnya. Gus Alif menatap Riski lamat-lamat dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Kamu dari mana saja?" tanya Gus Alif datar.

"Dari sini, Gus," jawab Riski menunduk.

"Saya udah nungguin kamu dari tadi."

"Maaf, Gus." Riski tak berani menatap mata Gus Alif.

"Yuk, langsung ke kamar. Ada yang pengen saya bicarain dengan kamu." Gus Alif berjalan terlebih dahulu ke kamar. Dan Riski hanya mengekor di belakangnya.

Ini adalah kali pertama Riski ke dalam kamar Gus Alif. Dia langsung jatuh hati saat melihat nuansa hijau kamar tersebut. Sebab, ia juga suka dengan warna bermakna kesuburan itu.

"Duduk," perintah Gus Alif.

Riski pun duduk dengan kepala tertunduk.

Gus Alif mengambil sesuatu di lemari kayunya dengan menyunggingkan senyuman kecil.
"Riski," panggil Gus Alif.

"Iya, Gus."

Gus Alif kini telah duduk di depan Riski sambil memegang tiga kotak yang bisa terbilang elegan. Riski menatap lekat-lekat tiga kotak yang sepertinya isinya adalah cincin.

"Apakah Gus Alif akan melamar seseorang?" batin Riski.

Gus Alif membuka satu persatu kotak cincin tersebut sampai semuanya terbuka dan menampilkan cincin yang sangat menarik.

Lagi-lagi, Gus Alif tersenyum kecil. "Menurutmu, yang paling bagus mana?" tanya Gus Alif pada Riski yang sedang mengamati tiga cincin tersebut.

Mahkota Impian Santri ✓[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang