2.💞

2.5K 254 238
                                    

Happy reading 💞
Vote dan komen jangan lupa



"1,2,3 itu runtut, tapi tidak bisa dipungkiri kalo setelah angka 2 itu 4. Karena takdir tak bisa disamakan dengan teori"

"Mbak Adel yang kenceng dong nyikat lantai kamar mandinya, tuh lumut masih setia nempel di dinding," omel Nada yang piketnya bersamaan dengan Adel.

"Tuh lumut mau digosok maupun disikat sampe tangan rontok, gak bakalan mau ilang. Karena sebelum kamu mondok disini, nih lumut udah hidup duluan di dinding kamar mandi. Paham?" jelas Adel disertai tawaan kecil.

"Ih, Mbak Adel ngeselin. Nanti kalau aku disuruh ngulangin Mbak Pengurus gimana? kan nanti Nada capek," rintihnya dengan raut wajah sok imut.

"Sans aja, aku kan juga pengurus." Adel menyombongkan dirinya bahwa dia juga termasuk salah satu pengurus pondok pesantren As-syifa. Padahal Adel adalah pengurus pendidikan, bukan pengurus kebersihan.

Empat kamar mandi sudah bersih. Adel, Nada dan teman-teman seperjuangan piket kamar mandi hari senin pun bubar.

Ada yang ngerumpi, makan, nyuci baju dan bagi santri rajin, langsung mengambil alqur'an serta kitabnya untuk di deres. Sedangkan Adel, malah sibuk lontang-lantung tanpa arah sebab mencari sahabatnya untuk diajak ke kantin.

Setelah bersusah payah mengelilingi pondok dan menyelusuri kamar satu ke kamar lain, alhasil Adel menemukan Ratna duduk seorang diri dengan memegang dua buah buku di tumpukan batu samping dapur pondok.

"Ratna," Panggil Adel dari kejauhan

Seketika, Ratna menutup buku kesayangannya dan menggantinya dengan sebuah novel. Sesekali, ia juga mengusap air mata yang jatuh dari pelupuk matanya.

"Iya, Adel, ada apa nyariin aku?" tanya Ratna dengan menyunggingkan senyuman manis.

"Kamu kok nangis?"

"Aku gak nangis, Del. Aku cuma terharu baca novel ini, ceritanya sad ending. Jadi nge feel banget bacanya," jawab Ratna dengan memberikan alasan yang logis.

"Semoga Adel percaya. Belum saatnya dia tahu masalah aku," batin Ratna.

Perempuan memang pintar menutupi kesedihan yang menderu hatinya. 

"Kamu, sih, BAPERAN!" ucap Adel sambil melihat-lihat halaman novel karena penasaran dengan isinya yang berhasil membuat sahabatnya menangis. "Yuk ke kantin! haus nih abis piket kamar mandi."

"Kamu gak lihat ini jam berapa?" Ratna memperlihatkan jam tangannya kepada Adel. "Udah pukul empat sore, kita harus berangkat diniyah. Ayo ke kelas sekarang, keburu Ustad Asyraf masuk kelas nanti."

Adel mengekori Ratna tepat di belakangnya. "Beneran kamu nangis gara-gara baca novel?" tanya Adel dengan ekspresi serius.

"Iya, Adel sayang," jawab Ratna tanpa menoleh ke arah Adel.

Adel ber-oh ria terlihat percaya dengan jawaban Ratna.

"Namaku Adel. Dan aku tidak semudah itu kamu bisa bohongi,Ratna. Aku yakin ada sesuatu yang kamu sembunyiin," lirih Adel dalam hati.

Mahkota Impian Santri ✓[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang