Happy reading 💞
Jangan lupa vote dan komen•
•
•"Kak Riski sok sibuk, deh," ujar Zafran sambil mengambil asal buku Riski yang ada di depannya.
"Emang sibuk."
"Sibuk belajar move on?" sahut Zafran.
"Ujian." Riski langsung merespon pengucapan Zafran yang sedikit tidak benar.
"Iyaiya, Miras."
"Ha?" heran Riski sambil menengok ke arah Zafran secara tiba-tiba.
"Miras itu minuman keras. Nah, yang aku maksud, minuman keras itu es batu, Kak. Dan es batunya itu lo. You are understand?"
Riski hanya menganggukkan kepala dan kembali membaca buku Fisikanya.
Di tengah jarinya yang sedang menghitung soal listrik statis, pikirannya terkelebat akan kejadian kemarin.
Perihal dirinya yang disuruh memilih cincin untuk Gus Alif melamar Adel. Ia berusaha mengelak bahwa dirinya apa-apa. Dia selalu merasa bahwa dirinya tak ada rasa untuk Lia. Namun, sebaik-baiknya pencuri berlari, pasti akhirnya akan tertangkap. Begitu pun hati. Walaupun lisan selalu berkata tidak, hati kecil tetap berkata iya.
Tanpa dia sadari, kepalanya menggeleng. Zafran yang melihat pemandangan tersebut, menggelengkan kepalanya sendiri. Kemudian, telapak tangannya terulur untuk menepuk pipi kakak kelasnya itu.
Riski yang mendapat satu tepukan dari tangan Zafran, membalas dengan lima tamparan yang begitu keras. Zafran pun mengerang kesakitan karena ulah Riski tersebut. Namun, bukan Riski kalau tanggung jawab. Dia malah menyelonong pergi tanpa mengucapkan maaf terlebih dahulu.
"Dasar," gerutu Zafran, "untung, Lo ganteng, Kak. Kalo enggak, udah gue sulap jadi roti kacang, lo."
Riski termenung di teras kamar. Dia sedikit pusing sebab efek belajarnya dengan sistem kebut.
Satu minggu sudah hari beratnya terlampaui. Satu minggu sudah Ujian Madrasahnya telah di lalui. Dan lusa, adalah Ujian terakhirnya dengan mapel yang biasanya dijuluki beban hidup bagi penghuni kelas IPA, yaitu pelajaran Fisika.
Walaupun beban pikirannya sedikit terangkat, tapi berbeda halnya dengan beban hatinya. Ia terus menerus merasakan cemburu yang berkepanjangan melihat kedekatan Gus Alif dengan Lia yang bertambah hari, semakin erat. Ia tak juga berhenti memikirkannya. Bahkan terkadang, ia senyum-senyum sendiri jika teringat masa kecilnya bersama Lia.
Flashback on
Adel menengadahkan tangannya sambil memejamkan mata guna berdo'a kepada sang Ilahi.
"Ya Allah, smoga pasangan hidupku nanti wataknya seperti Yudhistira, kekuatannya seperti Werkudara, wajahnya seperti Arjuna, dan kompak seperti Nakula Sadewa." Adel membasuhkan tangannya ke mukanya.
Riski tertawa mendengar doa yang dipanjatkan oleh Adel tersebut. Akhirnya, satu jeweran pun mendarat di telinganya.
"Lepasin, Lia."
"Gak. Sebelum kamu mengamini do'aku tadi." Adel menjewer telinga Riski dengan tangan mungilnya.
"Iyaiya, Ratu."
"Ratu?"
"Iya, Ratu."
"Ha?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahkota Impian Santri ✓[END]
Teen Fiction"Maksud kamu apa megangin hijabku?" ketus Adel tanpa menoleh ke arah Riski. "Lo ngapain pindah pondok?" tanya Riski keluar dari topik. "Bukan urusan kamu!" "Lo pindah pondok mana?" Riski tetap menanyakan hal yang sama walaupun tidak mendapatkan ja...